Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Di bawah langit mendung, sepasang suami istri, Anggi (35) dan Eka (46) berjalan menunduk menyusuri sebuah kebon kosong.
Mereka berhenti di sebuah pos beratap asbes lalu duduk berjongkok.
Tangan kiri Anggi dan tangan kanan Eka sudah dalam keadaan terborgol bersama.
Polisi dari Sektor Palmerah berhasil menangkap mereka di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat pada Selasa (25/10/2022). Kampung tersebut dikenal dengan surganya para pengguna narkoba.
Mengenakan kaos oblong putih, celana jeans dan sandal, Anggi duduk berjongkok tak jauh dengan sang istri.
Baca juga: Kampung Boncos Jadi Sarang Narkoba, Kak Seto Prihatin dengan Kondisi Anak-anak yang Bermukim
Tubuhnya Anggi terlihat kurus. Senyum sesekali tersungging dari wajahnya yang tirus.
Sembari duduk jongkok, kepalanya kerap menunduk.
Bila sesekali mendongak, tangan Anggi mengusap poni rambutnya yang bergaya seperti personel band The Beatles.
Anggi selalu merespons jawaban polisi yang menanyainya dengan lambat dan agak tak jelas.
Sedangkan sang istri, yang 11 tahun lebih tua, juga punya kesamaan dengan Anggi.
Perempuan yang mengenakan piyama putih, celana pendek serta sandal jepit itu pun menjawab dengan lambat dan suara yang kecil.
Saat duduk berjongkok, Eka mengaku kesakitan karena borgol yang melingkar di tangannya terlalu erat.
"Jangan gerak-gerak makanya," tegur salah satu polisi yang sedang mendatanya.
Anggi dan Eka mengaku tinggal di Kampung Boncos.
Mereka sudah 'cinta' dengan barang terlarang ini sejak lama.
Semenjak putau tak lagi beredar, Anggi dan Eka beralih menggunakan narkotika bernama Suboxone.
"Dulu pakai putau sekarang enggak. Digantinya Suboxone aja buat ngilangin pegel-pegel," kata Anggi kepada TribunJakarta.com di Kampung Boncos pada Selasa (25/10/2022).
Sebab, Anggi mengatakan bila tak pakai putau badan terasa sakit dan pegal-pegal.
Suboxone menjadi pilihan alternatif untuk meredakannya. Sebenarnya Suboxone digunakan untuk terapi pengobatan bagi para pencandu narkotika.
Penggunaannya pun hanya dikonsumsi secara oral atau disimpan di dalam lidah.
Namun, tablet tersebut justru disalahgunakan dan malah disuntikkan ke tangan pengguna.
Suboxone pun menjelma sebagai narkotika baru.
Baca juga: Alasan Warga Ogah Ganggu Pengedar Sabu di Kampung Boncos: Nyawa Bisa Hilang sebelum Polisi Datang
Anggi mengaku mendapatkan tablet tersebut dari RSKO sesuai dengan resep dokter.
Satu tablet dihargai Rp 80 ribu.
Ia dan Eka biasa mengonsumsi Suboxone satu tablet per hari.
Namun, mereka menyalahgunakan tablet tersebut dengan cara disuntikkan ke tubuhnya.
"Bentuknya kayak tablet, kemudian digerus, terus disuntikan ke tangan saya," tambahnya.
Eka pun demikian. Ia sudah mengonsumsi Suboxone sejak lama usai tak lagi memakai etep, sebutan beken putau.
Sama seperti Anggi, ibu tiga anak tersebut mengonsumsi tablet itu sekali sehari.
Anggi dan Eka nyatanya tak puas hanya mengonsumsi Suboxone saja.
Mereka juga sering mengonsumsi sabu di Kampung Boncos.
"Sehari paling sekali dua kali lah (pakai sabu)," kata Anggi.
Terjerumus pergaulan bebas
Masalah dalam hidup yang membuat sepasang suami istri itu terjerumus ke dalam lubang kelam narkoba.
Mereka mengakui pergaulan bebas di masa muda membuat mereka sulit lepas dari jerat narkoba.
"Akibat pergaulan bebas sejak SMA," kata Eka.
Sedangkan Anggi mengenal narkoba sebagai pelariannya akibat menjadi korban keluarga yang tidak harmonis alias broken home.
"Dari usia 19 tahun saya udah make (makai) narkoba," tambah Anggi.
Namun, mereka harus menerima konsekuensi dari ketergantungan narkoba.
Pada tahun 2015, Anggi dan Eka mengikuti tes HIV di RS Pelni yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga sosial masyarakat (LSM).
"Hasilnya, saya dan Anggi positif HIV tapi untungnya anak-anak saya enggak," pungkasnya.