Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

Ricky Rizal Buat Grup WhatsApp Setelah Brigadir J Tewas, Bharada E Dimasukan Lalu Langsung Ditendang

Penulis: Rr Dewi Kartika H
Editor: Yogi Jakarta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiga hari setelah pembunuhan Brigadir J, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR ternyata membuat grup WhatsApp. Grup WhatsApp tersebut terdiri dari Bripka RR, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bharada E. Grup WhatsApp tersebut terdiri dari Bripka RR, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bharada E.

TRIBUNJAKARTA.COM - Tiga hari setelah pembunuhan Brigadir J, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR ternyata membuat grup WhatsApp.

Grup WhatsApp tersebut terdiri dari Bripka RR, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bharada E.

Fakta menarik tersebut diungkapkan oleh Ahli digital forensik Adi Setya di di persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (19/12/2022).

TONTON JUGA

"Di dalam hp tersebut ditemukan satu grup WhatsApp dengan nama 'Duren Tiga'," ucap Adi Setya.

"Di dalamnya ada beberapa kontak WhatsApp, diantaranya ada kontak WhatsApp Irjen Ferdy Sambo kemudian ada kontak WhatsApp Putri Candrawathi, dan seterusnya," imbuhnya.

Meski begitu Adi Setya menjelaskan jejak percakapan di grup tersebut sudah tidak ada.

"Di percakapannya sudah tidak ada," kata Adi Setya.

Adi Setya lalu menjelaskan grup dengan nama Duren Tiga tersebut dibuat oleh Bripka RR.

"Grup ini dibuat pada tanggal 11 bulan Juni 2022, oleh akun WhatsApp Ricky Rizal," ujar Adi Setya.

Baca juga: Jenazah Brigadir J Ditemukan Pakai Masker Sesaat Sesudah Ditembak, Ahli Forensik: Ada Lubang

Ada fakta mengejutkan yang turut diungkapkan oleh ahli tersebut.

Ternyata Bharada E hanya bertahan selama beberapa jam di grup WhatsApp tersebut.

Baru diungdang untuk bergabung, Bharada E lalu langsung dikeluarkan oleh admin yang tak lain adalah Bripka RR.

"Rentang waktunya sangat singkat, atas nama Bharada E, masuk ke dalam grup itu hanya satu hari," kata Adi Setya.

"Dia di-add pada jam 5 pagi tanggal 11, lalu diremove pada jam 8 tanggal 11,"

"Gak sampai satu hari, akun Richard dimasukanlalu dikeluarkan di hari yang sama," imbuhnya.


Ahli Anggap Pembunuhan Berencana

Saksi Ahli Kriminolog, Muhammad Mustofa menegaskan jika kasus penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masuk dalam perkara pembunuhan berencana.

Hal ini dikatakan Mustofa saat diperiksa sebagai saksi ahli di persidangan lanjutan atas terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Awalnya, jaksa penuntut umum bertanya terkait pandangan saksi ahli soal kematian Brigadir J.

Dalam momen tersebut, jaksa kembali menceritakan soal skenario yang dirancang oleh eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

"Bisa saudara ahli jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dalam hal ini menjadi terdakwa dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?," tanya jaksa.

Mendengar cerita jaksa, Mustofa lantas memastikan tindakan yang dilakukan Ferdy Sambo hingga akhirnya Brigadir J tewas itu merupakan kasus pembunuhan berencana.

"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan," jawab Mustofa.

Mustofa menyebut alasan kasus itu bisa dikatakan sebagai kasus pembunuhan berencana lantaran adanya aktor intelektual hingga skenario sebelum Brigadir J dieksekusi.

"Di dalam perencanaan pasti ada aktor intelektual yang paling berperan di dalam mengatur. Kemudian dia akan melakukan pembagian kerja, membuat skenario apa yang harus dilakukan oleh siapa," kata Mustofa.

"Mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut setelah itu agar supaya peristiwa tidak terlihat teridentifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana," sambungnya.

Begitu pun soal dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi yang diduga dilakukan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J ternyata tak miliki bukti yang kuat. 

Sehingga dugaan itu tidak dapat dijadikan dasar adanya penembakan terhadap Brigadir J.

"Bisa gak pelecehan seksual itu jadi motif dalam perkara ini, yang utama?" tanya jaksa dalam ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Bisa sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah hanya pengakuan dari nyonya FS," kata Mustofa.

"Kalau dari waktu?" tanya lagi jaksa.

"Dari waktu juga barang kali terlalu jauh," timpal Mustofa.

Mustofa menyatakan, dalam dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi itu tidak ada bukti yang cukup minimal dua.

Saat itu kata dia, hanya ada keterangan dan pengakuan dari Putri Candrawathi yang dinilainya belum cukup bukti.

Adapun dua bukti yang dimaksud yakni, keterangan saksi dan adanya hasil visum terhadap Putri Candrawathi, sementara keduanya tidak terpenuhi dalam dugaan ini.

"Artinya kalau tidak ada bukti tidak bisa jadi motif?" tanya lagi jaksa.

"Tidak bisa, gak bisa," jawab Mustofa.

"Dalam hal ini tidak ada motif seperti itu?" tanya jaksa menambahkan.

"Tidak ada," timpal Mustofa.

"Tidak ada bukti?" tanya lagi jaksa.

"Tidak ada," jawab Mustofa.

Atas tidak adanya bukti itu, Mustofa menyatakan kalau dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Magelang itu tidak jelas.

"Menurut ahli gimana? Bisa gak itu?," cecar jaksa.

"Yang jelas adanya kemarahan yang dialami oleh pelaku yang berhubungan di Magelang. Tapi tidak jelas," jawab Mustofa.

"Tidak jelas. Artinya tidak ada alat bukti ke arah situ? Artinya tidak bisa jadi motif?" timpal jaksa.

"Tidak bisa," tukas Mustofa.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Berita Terkini