Sisi Lain Metropolitan

Mirisnya Nenek Renta Hidup Susah di Tambora Jakbar: Terbaring Lemah di Kasur Ditemani Cucu Isap Sabu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi kamar mandi Mak Mben yang sangat tak layak di RT 009 RW 007 Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023).

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Di penghujung usianya, nenek Mben (75) hidup merana.

Nenek renta itu kini tinggal sebatang kara karena anak dan cucunya pergi meninggalkanya.

Sementara sang suami, telah meninggal dunia sejak 20 tahun lalu.

Mak Mben, panggilan nenek tersebut, ditinggal oleh anak tunggalnya berinisial B, yang harus mendekam di balik jeruji besi akibat kasus pelecehan seksual terhadap sejumlah bocah di Tambora, Jakarta Barat.

Malangnya, B hanya sebentar merasakan dinginnya meringkuk di jeruji besi. Ia tewas di dalam tahanan.

Baca juga: Heru Budi Buru 95 Ribu Warga Miskin Ekstrem di Jakarta untuk Disejahterahkan

Semenjak ditinggal B, Mak Mben tinggal bersama cucu semata wayangnya berinisial A.

Namun, A ialah seorang pecandu narkoba jenis sabu.

Tanpa sepengetahuan Mak Mben, pria berusia sekitar 35 tahun tersebut mengisap sabu di rumah yang tak layak itu di RT 009 RW 007 Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat.

Baca juga: Tinggal di Rumah Reyot Nyaris Ambruk, Ini Permintaan Taang Warga Miskin Menteng Buat Pemerintah

Hal itu diungkapkan oleh eks Bhabinkamtibmas Tanah Sereal Tambora, Aiptu Rois Roesito.

"Cucunya kurang aja memang. Sudah saya kasih saran jangan pakai narkoba tapi tetap saja masih. Bahkan, kalau ngisep di rumah bu Mben. Pernah saya gerebek, tapi tidak ditemukan BB (barang bukti)," kata Rois pada Rabu (1/2/2023).

Rois mengatakan akhirnya A terkena batunya. Ia ditangkap anggota buser karena membawa sabu.

Ini kesekian kalinya, A ditangkap karena kasus narkoba.

Sementara warga sekitar, Ela dan Yuli mengatakan Kartu Lansia Jakarta (KLJ) milik Mak Mben disalahgunakan oleh A.

"Mak Mben dapat kartu lansia tersebut. Tapi enggak dirasakannya. Karena setiap uang cair, cucunya pakai untuk bayar utang-utangnya makan di warung. Jadi seperti gali lobang tutup lobang," kata warga sekitar Ela kepada TribunJakarta.com pada Rabu (1/2/2023).

Selain Ela, warga lainnya, Yati mengatakan perlakuan tak tahu diri A bukan hanya itu saja.

A juga memanfaatkan uang pencairan KLJ untuk membeli sabu yang dikonsumsinya sendiri.

Bahkan, A mengajak sejumlah teman-temannya ke lantai atas rumah Mak Mben untuk memakai sabu.

"Iya makanya seperti itu. Mak Mben terkulai lemah di kasur, tapi si A ajak teman-temannya masuk ke lantai atas rumah. Lebih dari tiga orang masuk ke dalam," katanya.

Rois pun mengatakan hal senada bahwa kartu bantuan tersebut dipakai sang cucu untuk digunakan membeli narkoba.

"Kini keseharian bu Mben hanya berharap dari uluran tangan tetangga serta pengurus wilayah. Sebab, kartu bantuan pemerintah yang didapati kini hilang raib akibat kenakalan cucunya yang tersandung narkoba," pungkasnya.

Kisah pilu Mak Mben

Nenek Mben (75) hidup memprihatinkan di Tambora, Jakarta Barat.

Di penghujung usianya, Mak Mben, panggilannya, terpaksa hidup sebatang kara. Tanpa suami, anak dan cucunya.

Untuk makan dan minum saja, ia mengharapkan belas kasihan dari warga sekitar yang menaruh iba terhadapnya.

Nenek renta yang hidup memprihatinkan, Mak Mben tinggal di rumah sangat tak layak di kawasan Tambora RT 009 RW 007 Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023). (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

Rumah Mak Mben, berada di sela rumah-rumah kecil yang berjejalan di kelurahan Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat.

Saking padatnya, jalan serupa labirin menuju rumah kecilnya itu perlahan gelap lantaran cahaya matahari terhalang oleh atap rumah yang berdempetan.

Baca juga: Tinggal di Rumah Reyot Nyaris Ambruk, Ini Permintaan Taang Warga Miskin Menteng Buat Pemerintah

Menuju rumah Mak Mben juga terbilang sulit. Rumahnya berada di gang dalam gang.

Ketika menyusuri gang nan gelap, akses jalan menuju rumahnya dipepet oleh celah yang lebih sempit.

Lebar jalannya hanya selebar diameter tubuh manusia saja. Rumahnya berada di ujung gang sempit itu.

Suasana di rumah Mak Ben sangat lah gelap. Penerangan di ruangan sekitar 2 meter x 3 meter itu hanya mengandalkan satu bohlam yang diletakkan di atas meja.

Ketika membuka pintu rumahnya, sebuah kasur, tempat Mak Mben terkulai lemah langsung menyapa.

Bukan saja kasur yang menyapa tamu, aroma pesing tikus seketika menguar di dalam ruangan itu. Aromanya teramat bau bagi siapa saja yang menciumnya.

Tak heran, aroma kencing tikus itu sangat menusuk hidung. Sebab, sejumlah tikus berlari-lari di atas kasur Mak Mben.

Seekor tikus lalu bersembunyi di dalam tumpukan baju seabrek-abrek di kasur itu yang sudah menjadi sarangnya.

Bunyi cicit-cicit tikus kerap kali terdengar saat saya bertemu dengan Mak Mben yang terkulai lemah di kasur. Sulit untuk melihat seluruh ruangan saat mengedar pandang ke sekitar ruangan itu. Sebab, ruangan itu betul-betul minim pencahayaan.

Seekor kecoak berjalan menggerayangi baju Mak Mben yang tergantung di dinding.

Lantai rumahnya pun tak lagi terlihat lantaran tertutup timbunan tanah dan kayu yang lapuk.

Kamar mandi Mak Mben sama saja. Penuh dengan sampah plastik dan bungkus makanan yang berserakan. Kamar mandi itu pun tak berlantai.

Kondisi rumah Mak Mben begitu memprihatinkan. Sungguh tak layak sama sekali untuk dihuni!

Hidup Sebatang Kara

Nenek renta itu hidup sebatang kara.

Mak Mben telah menjanda selama 20 tahunan.

Suaminya, yang dulu bekerja sebagai tukang becak kala itu, meninggal dunia sejak lama.

Nenek renta Mak Mben (75) hidup memprihatinkan di permukiman padat di kawasan Tambora RT 009 RW 007, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023). (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

Sementara anak semata wayangnya, B, dinyatakan meninggal dunia saat menjalani masa hukuman di dalam jeruji besi.

Ya, anak tunggalnya itu sempat menjadi pelaku kriminil pelecehan seksual terhadap sejumlah bocah di Tambora. Ia tewas saat menjadi tahanan di penjara.

Baca juga: Dapat Kado Gerobak Kayu Terindah dari Risma, Warga Miskin Menteng Ini Girang: Makasih Bu Menteri!

Istri B, tak tahu rimbanya usai dikabarkan bercerai dengan B.

Sedangkan cucu semata wayangnya, A, kini sedang mendekam di balik bui lantaran tertangkap karena perkara narkotika jenis sabu.

Namun, Mak Mben selalu menjawab bahwa cucunya itu tak ada karena masuk pesantren.

"Cucu lagi nyantren (masuk pesantren) makanya saya sendiri," ujarnya kepada TribunJakarta.com di rumahnya di RT 009 RW 007 Tanah Sareal, Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023).

Padahal, semua orang di sana tahu bahwa A, yang kerap ketahuan memakai sabu, tertangkap anggota buser.

Satu-satunya saudara yang masih menengoknya ialah adik kandungnya, Sanan.

Namun, Sanan jarang sekali pulang ke rumah Mak Mben.

Kata tetangga, pria yang berprofesi sebagai sopir bajaj itu lebih memilih tidur di bajajnya ketimbang harus tidur di rumah yang sudah tak keruan wujudnya itu.

Semenjak ditinggal sosok inti keluarga, Mak Mben tak lagi punya siapa-siapa selain warga yang merasa bertanggung jawab terhadapnya.

"Kalau makan sehari-hari Mak Mben dikasih sama tetangga namanya Mega," kata Mak Mben.

Rumah Mega berada di depan rumah Mak Mben. Ia yang selalu menjaga Mak Mben ketika Mak Mben membutuhkannya.

Bila ingin makan, Mak Mben keluar pintu rumah menggunakan tongkat kayu menuju depan rumah Mega.

"Mega, tolong beliin Mak makanan," kata Mega menirukan ucapan Mak Mben.

Mega turut mengisi air bila Mak Mben perlu ke kamar mandi. Bahkan, listrik pun belakangan baru dipasang oleh tetangga yang berbelas kasihan terhadap Mak Mben.

Selain Mega dan warga sekitar yang peduli, ada juga sosok Bhabinkamtibmas Tambora Aiptu Rois Roesito yang kerap memberikan santunan berupa sembako setiap bulan kepada Mak Mben.

"Sembako pemberian kapolsek dimasak sama tetangga, buat tambah-tambah makanan harian Mak Mben," kata Rois.

Harap Rumahnya Dibedah Jadi Layak

Mak Mben betul-betul butuh uluran pemerintah saat ini.

Bukan saja karena hidupnya yang sebatang kara, tetapi karena di penghujung usianya ia tak memiliki cukup pemasukan.

Untuk biaya listrik dan air saja, Mak Mben kerap menunggak.

Kondisi kamar mandi rumah Mak Mben yang sangat tidak layak di kawasan Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023). (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

Mega lah yang menalangi seluruh biaya Mak Mben.

"Air ledeng Mak Mben ada tunggakan, kalau listrik saya sempat bayarin. Dia sudah enggak bisa bayar listrik dan air. Enggak ada pemasukan sama sekali," kata Mega.

Meski banyak warga yang bertanggung jawab terhadapnya, tetapi kehidupan Mak Mben tetaplah memilukan.

Pemerintah perlu hadir untuk memberikan rumah yang layak terhadapnya.

Warga lainnya, Ela, menaruh harapan agar pemerintah bisa memperbaiki rumah Mak Mben yang tak layak huni.

"Harapannya dibikin layak rumahnya sama pemerintah. Sama air dan listrik tolong dibantu untuk digratiskan misalnya. Kasihan Mak Mben," kata Ela yang menangis tak kuat melihat kondisi hidup Mak Mben.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Berita Terkini