"Atau tidak bisa lagi bikin akun media sosial dengan nomor itu atau email itu," papar Direktur Eksekutif Komunikonten itu.
Hariqo kemudian menjelaskan saat ini banyak orang-orang yang melakukan modus seperti Viky dan Ray Prama Abdullah untuk mendapatkan keuntungan.
Pasalnya masyarakat Indonesia memang mudah tersentuh dan gemar berdonasi.
Baca juga: Pesan Menohok Teman Tongkrongan untuk Viky hingga Kecewanya Guru Baik: Dikasih Hati Minta Jantung
"Iya (marak) kalau risetnya banyak ya," ucap Hariqo.
"Sebenarnya bukan riset perilaku medsos, tapi riset tentang perilaku orang Indonesia secara keseluruhan itu memang kalau kita lihat penelitian dari charity foundation itu kan menyebutkan kalau orang Indonesia itu paling suka berdonasi,"
"Mungkin orang tertarik menyumbang itu karena senang berdonasi,"
"Kalau orang luar berpikir ngapain berdonasi, kan fakir miskin urusan negara. Kan bayar pajak,"
"Nah di sini kompleks masalahnya, kalau saya gak berdonasi mati nih orang, gitu," imbuhnya.
Hariqo kemudian menyamakan Viky dengan Ray Prama Abdullah.
Baca juga: Teman Tongkrongan Sebut Viky Sering Main Game di Warnet hingga Pagi, Ucapan Guru Baik Terbukti?
Bahkan menurut Hariqo, kasus Viky jauh lebih parah dibanding dengan petugas PPSU tersebut.
"Ada juga sih kejadian petugas bersih-bersih di Jakarta Barat itu. Kalau itu agak susah mendeteksinya. Kalau ini terlalu vulgar, dia markir, jalan, apa segala macam," ucap Hariqo.
Hariqo lalu menilai Viky seharusnya mendapatkan sanksi sosial.
Pasalnya, pengakuan Viky yang membuat geger dan menimbulkan banyak simpati masyarakat bahkan sampai ada yang memberi donasi itu terbukti tak benar alias bohong.
Pihak sekolah Viky diminta untuk mengeluarkan atau drop out Viky.
Sekolah sebagai institusi pendidikan moral Viky memiliki otoritas memberi sanksi karena perlakuan yang dibuatnya.