Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dinilai lamban dalam merespons buruknya kualitas udara di ibu kota dalam beberapa bulan terakhir ini.
Hal ini diungkapkan Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu yang menilai kebijakan Pemprov DKI dalam mengantisipasi tingginya polusi udara sudah sangat terlambat untuk diterapkan.
“Upaya early warning system tidak jalan di DKI dan sekitarnya. Kenapa? Bicara udara yang tidak sehat itu ya harus viral dulu baru direspons,” ucapnya saat dikonfirmasi, Minggu (27/8/2023).
Bondan bilang, masalah udara ‘kotor’ ini sejatinya bukan hal baru di Jakarta.
Pemprov DKI sebelumnya bahkan sempat digugat warga (class action) terkait buruknya kualitas udara Jakarta yang dilayangkan di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.
Gugatan itu pun dimenangkan warga dan Pemprov DKI serta pemerintah pusat dinyatakan bersalah atas kondisi udara tidak sehat.
Ia pun sangat menyesalkan kondisi udara tidak sehat terjadi lagi di Jakarta.
“Kita menghirup udara tidak sehat itu lebih dari 100 hari,” ujarnya.
Untuk mengatasi polusi udara ini, Heru Budi langsung membuat kebijakan work from home (WFH) 50 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Aturan ini pun baru diterapkan 21 Agustus 2023 lalu dan akan berlaku hingga dua bulan ke depan sampai Oktober 2023 mendayang.
Eks Wali Kota Jakarta Utara ini pun turut mengimbau kepada pejabat di lingkungan Pemprov DKI untuk membeli kendaraan listrik.
Selain itu, Pemprov DKI juga makin menggencarkan program uji emisi dan bakal mengenakan sanksi tilang bagi kendaraan yang belum lulus.
Meski demikian, pemberian sanksi tilang ini baru akan diberikan mulai 1 September 2023.
Upaya-upaya yang baru belakangan ini dijalankan untuk mengurangi polusi udara pun dinilai sudah sangat terlambat.