TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Di pinggir makam kramat, Kampung Ciater Tengah, BSD Tangerang Selatan, siapa sangka ada sebuah warung makan enak yang begitu ikonik.
Walau lokasinya tersembunyi di pinggir pemakaman, rumah makan ini nyaris selalu ramai pembeli.
Warung Tuman, begitu dikenalnya.
Sesuai namanya, Tuman diambil dari bahasa Jawa yang memiliki makna keenakan hingga mampu membuat siapa saja jadi ketagihan.
Hal itu yang ingin ditonjolkan oleh seorang Eko Sulistyanto, selaku pemilik rumah makan tersebut.
Eko bercerita, dulu ia pertama kali merintis usaha warung makan sejak 2012 silam.
Ketika itu, warung Tuman hanya sekadar sebuah warung makan kaki lima di pinggir jalan yang dijajakan dengan menggunakan tenda.
Di sisi lain, kala itu Eko juga sempat bekerja sebagai pegawai kantoran.
Hingga kemudian sekitar tahun 2018 silam, ia memutuskan untuk fokus menggeluti usaha warung makannya dan berhenti menjadi pegawai kantoran.
Ia lalu membuka warung Tuman dengan sebuah bangunan sederhana yang tak jauh dari lokasinya yang sekarang.
Namun satu tahun usaha itu berjalan, Warung Tuman kembali berpindah tempat ke lokasi yang sekarang dengan konsep baru yang ikonik.
Eko berupaya menghadirkan atmosfer seperti di perkampungan tempo dulu, dengan suasana yang hijau namun guyub.
Suasana ini didukung dengan pemandangan makam keramat tepat di samping warung makan tersebut.
Walau demikian, Warung Tuman nyaris tak pernah sepi.
Menurut Eko, konsep Warung Tuman sendiri memang terinspirasi dari pasar-pasar tradisional di daerah Jawa.
Dimana pasar-pasar itu, memiliki suasana yang sederhana di tengah perkampungan, namun tetap ramai.
"Kita coba menghadirkan kembali masa lalu dalam bentuk pasar tradisional. Saya itu terkesan dengan pasar tradisional di Jawa yang sekarang sudah mulai diubah jadi pasar modern," kata Eko pada TribunJakarta.com.
"Yang bentuknya sederhana, dengan bangunan yang sederhana, tapi ada keramaian, jadi saya kepikiran buat menghidupkan kembali pasar tradisional di Tuman," papar dia.
Eko bercerita, dirinya memang memiliki kecintaan terhadap alam dan tumbuhan.
Hal tersebut yang menjadi salah satu alasan dirinya memilih lokasi di samping pemakaman untuk membuka usaha Warung Tuman.
Kata Eko, pemakaman mungkin menjadi salah satu lahan yang kini masih hijau dan punya banyak pepohonan.
Sehingga suasana selayaknya di perkampungan, juga masih kental terasa.
"Jadi buat saya semata-mata karena banyak pohon di tempat ini. Ya kebetulan, yang banyak pohonnya deket kuburan. Walaupun awalnya eksperimen juga, antara yakin gak yakin," kata Eko.
Saat pertama kali masuk ke area Warung Tuman, Anda akan disambut dengan pohon-pohon bambu besar di halaman pendopo.
Di area ini, terkadang ada juga pertunjukan budaya yang digelar untuk menghibur pengunjung.
Seperti misalnya nyanyi-nyanyian, atau bahkan tarian.
Selain kental dengan suasana seperti di perkampungan tempo dulu, Warung Tuman juga begitu lekat dengan Nusantara, Indonesia.
Kata Eko, para pramusaji di sini juga mengenakan seragam dengan sentuhan khas beberapa daerah Indonesia setiap harinya.
"Misalnya, seragam mereka ada Bali, Minang, Badui, Jawa, itu ganti-ganti," ungkapnya.
Citarasa tersembunyi di pinggir makam keramat
Dalam hal menu, Eko menuturkan sengaja menghadirkan kombinasi masakan Sumatera Barat dan juga Jawa.
Sejumlah menu yang ditawarkannya, adalah resep keluarga sang istri yang sudah turun temurun.
Kata Eko, sang istri lah yang memiliki andil besar dalam hal penyajian menu di warung makan miliknya itu.
Walau lokasinya tersembunyi di pinggir makam keramat, Warung Tuman seolah mampu menarik perhatian sehingga meninggalkan kesan horor di sekitar makam tersebut.
Beberapa menu yang dihadirkan, bisa dibilang sulit ditemui di warung-warung makan lainnya.
Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik Warung Tuman sehingga selalu ramai pembeli.
"Ketika saya memilih tempat yang sembunyi gini, saya bilang ke istri 'kita cara ngundang orangnya susah nih' Gimana cara ngundang orangnya kalau tersembunyi," kata Eko.
"Lalu, saya bilang sama istri 'cari makanan spesial yang gak ada di tempat lain sehingga orang terpaksa harus datang ke tempat ini untuk menikmati menu yang disiapkan itu,"
"Karena istri saya backgroundnya minang, akhirnya dia hidupkan kembali resep keluarganya dia yang selama ini nyaris punah. Menu-menu yang sudah tidak lagi banyak oranh masak, bahkan di warung-warung Padang juga gak ada," ungkapnya.
Beberapa menu yang jadi andalan, diantaranya ada Mangut Ikan Pari Asap, Nila Calabalatuik, Dendeng Batokok, juga Tumis Bunga Pepaya.
Beberapa hidangan tersebut, menjadi menu favorit yang wajib dicoba kalau berkunjung ke sini.
Kata pramusaji di sana, kalau sudah menjelang sore hari beberapa menu terkadang sudah habis.
Beruntung, kami berkesempatan mencoba Mangut Ikan Pari Asap nya yang turut jadi buruan pembeli.
Kuahnya gurih dan kental dengan sentuhan rasa yang sedikit pedas.
Sedangkan aroma ikan asapnya begitu khas namun sama sekali tak bau amis sehingga membuat selera makan langsung bergejolak.
Selain beberapa menu di atas, Warung Tuman juga menghadirkan sajian lain seperti telur dadar, gulai bareh, sampai tempe mendoan.
Sebagai camilan, ada juga pisang goreng, tahu selimut, bakwan jagung, dan lain-lain
Untuk harga, berbagai menu dibanderol kisaran Rp 12 ribuan sampai Rp 40 ribuan per porsinya untuk makanan.
Adapun Warung Tuman hanya libur di hari Senin.
Warung Tuman buka setiap hari Selasa-Minggu pukul 9.00 WIB - 17.00 WIB.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.