TRIBUNJAKARTA.COM, SURABAYA - Ketua RT, SL, teramat kaget mengetahui ada kasus pemerkosaan yang terjadi di lingkungan rumahnya di Surabaya, Jawa Timur.
SL baru tahu kejadian tersebut ketika tim penyidik dari Polri mendatangi rumah warganya.
Sebanyak empat warganya ditangkap oleh polisi.
Keempat orang itu ternyata anggota keluarga.
Setelah mengetahui bahwa mereka terlibat kasus pemerkosaan terhadap anggota anak perempuan berusia 13 tahun berinisial B, SL terkejut dan turut prihatin.
Ia tak menyangka keempat pelaku berbuat sebejat itu terhadap anggota keluarganya sendiri yang masih duduk di bangku SMP.
"Kaget banget, kok tega terhadap anak itu. Seharusnya keluarga melindungi anaknya," ujar SL.
Kronologi
Kasus pemerkosaan terungkap ketika ibu korban dan anaknya mendatangi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Polrestabes Surabaya.
Korban melapor bahwa telah terjadi kejahatan seksual oleh anggota keluarga sendiri terhadap B sejak tahun 2022.
Saat terjadi pemerkosaan itu, B masih duduk di bangku sekolah dasar.
Pencabulan itu pertama kali dilakukan oleh MNA, kakak kandung korban.
Namun, perbuatan bejat MNA diketahui oleh ayah mereka.
Bejatnya, ayah kandung korban bukannya melindungi B tetapi ikut juga terlibat.
Bahkan, belakangan paman dan paman ipar B turut melakukan kejahatan tersebut.
Terakhir, MNA kembali mau melakukan rudapaksa terhadap B, tetapi gagal.
Perilaku B berubah
Ada perubahan perilaku pada B setelah menjadi korban kejahatan seksual oleh empat anggota keluarganya sendiri.
Ibu korban menaruh curiga terhadap perubahan B.
Ia pun bertanya kepadanya. Betapa terkejutnya sang ibu mengetahui pengakuan anaknya.
Mereka memberanikan diri melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian.
Tim penyidik kemudian menangkap empat pelaku kejahatan seksual. Mereka ialah ME (43) yang merupakan ayah kandung korban, MNA (17) kakak kandung korban, paman berinisial I (43) dan paman Ipar JW (49).
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengatakan keempat pelaku sudah ditahan karena kasus rudapaksa terhadap anak.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2016 sebagai undang-undang yang merupakan perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancam penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp 5 miliar.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News