TRIBUNJAKARTA.COM - Hak angket untuk membongkar dugaan kecurangan Pemilu 2024 dinilai akan layu sebelum berkembang.
PDIP sebagai partai juara sekaligus penguasa parlemen tersandera sejumlah tokohnya yang terseret pusaran KPK.
Terlebih, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani dianggap memiliki gerbong tersendiri di partai banteng hingga membuat pengambilan keputusan tidak solid.
Hal itu merupakan analisa pengamat politik Dedi Kurnia Syah yang disampaikan kepada Tribunnews.
"Membaca situasi, memang sulit terwujud, karena parpol pengusung tidak begitu steril dari sandera politik," kata Dedi, Jumat (8/3/2024).
Menurut dia, persoalan eks kader PDIP, Harun Masiku yang menjadi buronan KPK menjelma bom waktu.
Harun Masiku menjadi buron sejak awal 2020 lalu, ketika eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dicokok KPK.
Mantan caleg dari dapil Sumatera Selatan I itu diduga menyuap Wahyu untuk kepentingan mengganti caleg pemeroleh suara terbesar yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas pada 2019.
Hingga kini, batang hidung Harun Masiku belum terlihat, walau sempat disebut-sebut terdeteksi keberadaannya masih di Indonesia.
Terlebih, kini, capres nomor urut 3 usungan PDIP, Ganjar Pranowo, juga dilaporkan ke KPK karena dugaan menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 100 miliar lebih.
"Ini memungkinkan PDIP akan takluk pada pertarungan kekuasaan," ujar Dedi.
Di samping itu, Dedi menuturkan bahwa Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR RI, Puan Maharani tampak tidak solid dengan kader lainnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) itu cenderung melihat Puan dekat ke Jokowi.
Perpecahan di tubuh banteng membuat hak angket sulit bergulir.
"Bahkan sejak sebelum Pemilu, Puan cenderung memihak pada Jokowi (Joko Widodo). Ini juga masalah lain dari sulitnya hak angket digulirkan," ucapnya.