“Yang pasti aset-aset yang sudah ada jangan sampai dibiarkan begitu saja, sehingga tidak dikelola dengan baik,” sambungnya.
2. Marak Pungli dan Praktik Jual-Beli Kios Belasan Juta
Meski pembangunan gedung pasar mangkrak, namun pedagang di Pasar Munjul tetap harus membayar retribusi kepada Pemprov DKI Jakarta.
Retribusi tersebut dibayar melalui rekening Bank DKI Jakarta.
Hal ini pun dikeluhkan oleh para pedagang lantaran mereka mesti tetap membayar uang retribusi meski lapak dagangannya tak layak.
Tak hanya itu, mereka turut menjadi korban pungutan liar (pungli) yang dilakukan sekelompok oknum.
Pedagang Pasar Munjul berinisial WN (47) menjelaskan, dirinya terpaksa membayar uang listrik, air, dan sampah di luar retribusi resmi yang disetor ke Pemprov DKI melalui Bank DKI.
“Kalau uang air Rp40 ribu per minggu, uang listrik setiap satu bohlam Rp2 ribu, uang sampah sehari Rp5 ribu,” ucapnya, Minggu (12/5/2024).
Tak sampai di situ, pedagang Pasar Munjul yang ingin mendapatkan lapak pun dikenakan biaya hingga belasan juta.
Praktik jual-beli kios hingga belasan juta ini diduga melibatkan oknum petugas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUMKM) DKI Jakarta.
“Satu kios yang dijualnya Rp13 juta, dapat tempat jualan berukuran 3x3 meter. Manti setiap tahun surih bayar lagi Rp6 juta, alasannya untuk perpanjangan sewa kios,” ujarnya.
Ironinya meski sudah membayar retribusi dan uang pungli, kondisi Pasar Munjul kian buruk hingga membuat pembeli ogah datang berbelanja.
3. Kini Rusak dan Jadi Kandang Ayam