"Seperti yang disampaikan Pak Kapolri, tidak semua perkara bisa diungkap cepat, ini jadi utang kepolisian," ungkapnya di tahun 2017.
Kala itu, ia memastikan, pihaknya tidak berhenti begitu saja.
"Kita akan terus (menyelidiki). Ini jadi dark number, artinya utang kepolisian, artinya kita tidak berhenti. Kita akan terus mencari menggali terus informasi, nanti lambat laun informasi akan keluar, kita akan lakukan penindakan dan kita akan tindak lanjuti," tandasnya.
Namun pada kenyataannya hingga tahun 2024, polisi tak kunjung melunasi 'utangnya' kepada keluarga Akseyna.
Mardoto bertanya harus menunggu sampai berapa tahun lagi, agar kasus kematian putranya terkuak.
"#akseyna 9 tahun. Al Fatehah.
• Akseyna Ahad Dori (2 Juni 1996 - 26 Maret 2015) : Menanti Kejujuran.
• Berapa lama lagi hutang keadilan terlunasi?
• Dua institusi besar?," tulis Mardoto.
Keganjilan Kematian Akseyna
Mardoto, melihat ada sejumlah kejanggalan terkait kematian putranya.
Ada luka lebam pada tubuh Akseyna.
Keberadaan sejumlah batu yang ditemukan di dalam tas korban juga dicurigai sang ayah.
Selain itu, Mardoto tak yakin secarik kertas yang diduga surat wasiat itu ditulis putranya.
"Kalau bunuh diri tidaklah perlu melakukan cara serumit itu (menulis surat wasiat)," ujar Mardoto.
Kala itu polisi melibatkan saksi ahli grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation Deborah Dewi untuk memberikan keterangan terkait tulisan tangan pada surat itu.
Dugaan Mardoto terbukti, Debora menyatakan bahwa tulisan tangan pada surat itu bukan tulisan tangan Akseyna.
"Yang bisa diketahui adalah korban meninggal diduga bukan karena bunuh diri,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu, Komisaris Besar Krishna Murti.