Penduduk asli Amerika lainnya menamai bulan purnama Juni dengan nama Berries Ripen Moon, Green Corn Moon, dan Hot Moon.
Masyarakat adat Anishinaabeg atau Ojibwe di wilayah Great Lakes, Amerika Utara mengenalnya sebagai Waabigonii Giizis atau Bulan Mekar.
Masyarakat Celtic mengenal bulan purnama Juni sebagai Horse Moon, Dyan Moon, dan Rose Moon.
Orang-orang Eropa termasuk Inggris menamai fenomena ini sebagai Flower Moon, Planting Moon, Mead Moon, Rose Moon, atau Honey Moon. Pasalnya, bulan Juni menjadi waktunya mawar mekar dan panen madu.
Direktur planetarium Museum Umum Milwaukee di AS, Bob Bonadurer mengatakan Bulan akan melintasi jalur yang pendek selama fenomena itu terjadi. Karenanya, Bulan akan bersinar terang meski tidak berwarna merah muda seperti stroberi.
"Bulan purnama pada bulan Juni mungkin tampak bersinar oranye atau kuning karena busur Bulan yang rendah melintasi langit, yang berarti Bulan akan bergerak lebih banyak melalui atmosfer Bumi," katanya, dikutip dari Earth.com.
Dampak Fenomena Strawberry Moon
Lebih lanjut, Sungging memastikan fenomena bulan purnama di Juni ini tidak akan menimbulkan dampak bagi manusia dan kondisi sekitar.
"Tidak ada (dampak dari fenomena ini)," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Maritim BMKG Eko Prasetyo mengungkapkan, fenomena bulan purnama tidak akan menimbulkan kenaikan gelombang air laut.
Menurutnya, ketinggian gelombang laut tidak akan meningkat akibat fenomena Strawberry Moon. Pasalnya, pembangkit utama gelombang laut adalah kecepatan angin.
Semakin besar angin yang berembus, maka gelombang laut akan meningkat. Meski begitu, Eko menyebut, fenomena Bulan purnama akan berpotensi meningkatkan ketinggian pasang air laut maksimum.
"Jika berlangsung di waktu yang sama (dengan air pasang) dapat memicu air laut masuk ke daratan," jelasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya