Viral di Media Sosial

Adhel Setiawan Beri Solusi ke Dedi Mulyadi, Sebut Materi di Barak Militer Belum Jelas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KRITIK BARAK MILITER - Wali murid, Adhel Setiawan mengkritisi kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang menggagas program barak militer. (Tangkapan layar YouTube KDM Channel dan TV One).

TRIBUNJAKARTA.COM - Wali murid asal Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan, memberikan solusi kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang menggagas program barak militer. 

Belakangan ini, diketahui Adhel kelihatan aktif mengkritisi program tersebut. 

Lantas, apa solusi yang diberikan Adhel?

Menurutnya, siswa nakal merupakan tanggung jawab orang tuanya. 

Militer tak perlu ikut campur dalam proses mendidik anak. 

"Tugas orang tua, anak nakal itu ya pasti disebabkan oleh lingkungan, enggak mungkin anak sejak lahir sudah ditakdirkan nakal, enggak ada," katanya seperti dikutip dari Catatan Demokrasi yang tayang pada Selasa (13/5/2025). 

Ia melanjutkan anak yang nakal itu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan media sosial. 

Semestinya, orang tua lah yang mengawasi dan membimbing sang anak, bukan menyerahkan ke pihak lain. 

"Jadi sebenarnya kembali ke orang tua dan lingkungan. Setelah dari barak militer juga kembali ke orang tua kok," ujarnya. 

Program barak militer ala Dedi Mulyadi, katanya, merupakan pendidikan jangka pendek dan tak bisa mengubah karakter anak dalam waktu sekejap. 

"Barak militer berapa lama sih? Seminggu dua minggu, paling lama 6 bulan. Apa yang bisa dilakukan 6 bulan dengan materi yang belom jelas?" katanya. 

Lapor Komnas HAM

Adhel Setiawan, melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait program pengiriman siswa ke barak militer.

Laporan itu dilakukan Adhel bersama kuasa hukumnya, Rezekinta Sofrizal, pada Kamis (8/5/2025).

"Pelaporan tersebut sebagai bentuk protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah di barak militer," kata Adhel di Babelan, Senin (12/5/2025).

Menurut Adhel, terdapat pelanggaran HAM dalam kebijakan Dedi Mulyadi yang menempatkan anak sebagai obyek di lingkungan militer dengan dalih pembentukan karakter.

Ia menegaskan, anak-anak, meskipun berperilaku nakal, seharusnya dibimbing oleh orangtua, guru, maupun pemerintah, bukan oleh aparat militer.

Pertanyakan transparansi

Adhel juga mempertanyakan metode pendidikan yang diterapkan selama siswa mengikuti program barak militer.

Ia menilai, metode pelatihan yang dijalankan tidak transparan.

"Metode pelatihannya seperti apa? Terus siapa yang memberikan pelatihannya? Kita kan tidak tahu, ini semua gelap," ucap dia. Ia menilai kebijakan Dedi mengenai pengiriman siswa nakal ke barak militer merupakan program putus asa. "Saya melihat kebijakan KDM ini adalah kebijakan putus asa sebetulnya," ungkap Adhel.

"Tujuan pendidikan itu kan dalam rangka memanusiakan manusia. Seharusnya anak-anak nakal itu diajak bicara, didengarkan apa kemauan mereka. Itu tugas orangtua dan guru, bukan tugas militer," kata dia.

"Sepertinya Pak Dedi Mulyadi ini enggak mengerti atau enggak paham tentang falsafah pendidikan," tambah dia.

Sosok Adhel

Dikutip dari TribunJabar, Adhel merupakan seorang pengacara yang tergabung dalam tim Defacto & Partners Law Office.

Adhel kabarnya juga pernah menjadi Ketua Forum Silaturahmi Alumni (FSA) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Adhel pernah disorot beberapa tahun lalu saat menangani sejumlah kasus.

Ia pernah melaporkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI ke Komisi Informasi (KI) Pusat.

Adhel bahkan sempat mengikuti sidang Penyelesaian Sengketa Informasi publik antara dirinya sebagai pemohon dengan Termohon KPPU RI.

Pada sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama KI Pusat, Selasa (25/2/2025), Majelis Komisioner juga memeriksa bukti dukung tambahan yang disampaikan oleh para pihak.

Dari hasil sidang, KI Pusat menolak permohonan sengketa informasi publik yang diajukan oleh Adhel Setiawan terhadap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Hal ini disampaikan Majelis Komisioner yang diketuai Rospita Vici Paulyn bersama Anggota Arya Sandhiryudha dan Samrotunnajah Ismail dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung di Ruang Sidang Utama KI Pusat, Jakarta (29/04).

Majelis Komisioner menyatakan bahwa informasi yang disengketakan oleh Pemohon berupa Pakta Integritas terkait Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024 merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

”Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon berupa Dokumen Pakta Integritas atas Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024 adalah informasi yang dikecualikan,” ujar Rospita Vici Paulyn dalam membacakan putusan. 

Adhel Setiawan sebelumnya mengajukan permohonan agar KPPU memberikan dokumen Pakta Integritas terkait Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024, dengan tujuan untuk mengetahui kepatuhan para Terlapor terhadap putusan perkara tersebut. 

Namun, KPPU menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa informasi yang dimintakan adalah rahasia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 99 Ayat (4) Peraturan KPPU No 2 Tahun 2023.

KPPU menyampaikan bahwa informasi yang dimintakan dibuat oleh pelaku usaha (Shopee) sebagai syarat permohonan perubahan perilaku dan bukan diterbitkan oleh Termohon.

Selanjutnya, pengecualian dokumen tersebut menurut Termohon, dikarenakan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi bagi pelaku usaha, selain juga dalam rangka menjaga kerahasiaan usaha.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kontroversi Program Barak Milter Dedi Mulyadi yang Berujung Dilaporkan ke Komnas HAM".  dan TribunJabar dengan judul  SOSOK Adhel Setiawan yang Lawan Kebijakan Dedi Mulyadi Masukkan Siswa Nakal ke Barak Militer, 

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Berita Terkini