Khofifah-Pramono Kompak, Jakarta dan Jatim Tolak Terapkan Program Barak MIliter Ala Dedi Mulyadi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KHOFIFAH-PRAMONO - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kiri), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (tengah) dan Gubernur Jakarta Pramono Anung (kanan). Pramono dan Khofifah kompak menolak menerapkan kebijakan pembinaan siswa nakal di barak TNI ala Dedi Mulyadi.

TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa memiliki jawaban yang sama dengan Gubernur Jakarta, Pramono Anung, terkait program pembinaan siswa nakal di barak militer ala Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Khofifah dan Pramono kompak menolak menerapkan kebijakan kontroversial itu di daerah masing-masing.

Keduanya mengaku memiliki cara sendiri.

Seperti diketahui, Dedi memiliki program pembinaan siswa nakal dengan mengirimnya pembinaan di markas TNI.

Setidaknya sudah ada dua markas TNI yang dijadikan lokasi pembinaan siswa bermasalah di Jawa Barat.

Kedua markas itu adalah Markas Kodim 06/10 Sumedang dan Mabes TNI Resimen Armed Purwakarta.

Khofifah

Khofifah mengatakan, tidak setuju jika melabeli anak dengan sebutan nakal.

“Ojo membanding-bandingkan rek, wes toh (jangan membanding-bandingkan, sudahlah). Ya Allah, saya itu sangat tidak setuju kalau mereka disebut anak nakal,” tegas Gubernur Khofifah saat diwawancara di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (15/5/2025), dikutip dari TribunJatim

Khofifah bahkan menegaskan, tidak ada anak nakal.

Ia juga memiliki cara tersendiri dalam memaknai terminologi kata nakal.

“Saya selalu bilang ‘N-akal’ adalah akal yang tidak terhingga. Sampean (kamu) kan tahu kita Jatim punya sekolah-sekolah taruna untuk memberi pendidikan karakter,” kata Khofifah. 

Ia kemudian menyinggung bahwa anak-anak itu lahir dalam kondisi yang suci dan sesuai dengan fitrahnya.

“Penyebutan pun menurut saya hati-hati sekali. Anak-anak itu terlahir fitroh, yang bilang siapa, yang bilang Nabi Muhammad, Rasulullah,” tegas Khofifah. 

Namun jikalau anak kemudian sikapnya berubah, maka itu menjadi tanggung jawab bersama.

Karena karakter dan sifat anak terbentuk dari banyak faktor. Terutama lingkungan. 

“Tapi kemudian diberi warna A, warna B, warna C itu tanggung jawab kita semua. Kalau sekolah menguatkan karakter,” ujarnya.

Terkait sekolah taruna, dikatakan Gubernur Khofifah, program tersebut sudah ada sejak lama.

Bahkan sudah ada sejak gubernur sebelumnya. Yakni SMA Taruna Nala di Malang dan SMA Taruna Angkasa di Madiun. 

Namun sejak ia menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur, ia menambah banyak sekolah taruna dan membangunnya di banyak daerah untuk pemerataan.

“Baru kemudian, di era saya, melanjutkan SMA Taruna Brawijaya di Kediri, SMA Taruna Bhayangkara di Banyuwangi, SMA Taruna Madani Pasuruan dan sekarang ini sedang menyiapkan SMA Taruna Pamong Praja, bekerja sama dengan IPDN di Bojonegoro,” tegasnya. 

Pramono

Sebelumnya, Pramono Anung telah lebih dulu mengutarakan ketidaksepakatannya dengan program Dedi Mulyadi.

Namun ia enggan berbicara panjang lebar. Alasannya hanya karena dirinya ingin berbeda alias memiliki cara sendiri, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

“Jakarta punya kebijakan tersendiri, terima kasih,” ucapnya singkat saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Kendati menolak meniru program Dedi Mulyadi, Plt Kepala Disdik DKI Jakarta, Sarjoko pada Senin (6/5/2025), mengatakan, belum ada arahan dari Pramono terkait kebijakan untuk mengatasi kenakalan siswa.

“Itu menjadi bagian dari evaluasi kita bagaimana nanti kita menentukan arah kebijakan lebih lanjut. Tentu kami juga setiap kebijakan apapun nanti kami laporkan kepada pemimpin dulu,” ujarnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Berita Terkini