Di sana, dokter menyatakan bahwa satu-satunya cara menyelamatkan nyawanya adalah amputasi sebagian tangan.
Pada 12 Mei 2025, Aruni menjalani amputasi di bagian telapak dan jari tangan kanan.
Sejak itu, ia harus menjalani rawat jalan intensif, kontrol setiap tiga hari, dan menanti operasi pencangkokan kulit tahap berikutnya.
“Sekarang Aruni masih sering demam, muntah, dan trauma pada bau obat. Bahkan untuk makan pun sulit, dia cuma mau susu,” ujar Marliana.
Marliana dan suaminya kini tidak bekerja.
Sejak awal masa pengobatan, mereka harus melepas pekerjaan demi mendampingi Aruni.
Biaya hidup ditopang dari donasi yang tak seberapa, sementara pengobatan belum bisa dipastikan kapan selesai.
Lapor Polisi
Laporan ke Polres Bima sudah dilakukan.
Menurut Marliana, polisi telah memanggil saksi dari Puskesmas Bolo, RSUD Sondosia, dan RSUD Bima.
Namun hingga kini, ia belum mengetahui perkembangannya.
Ia juga telah mengadukan kasus ini ke Dinas Kesehatan, PPNI Kabupaten Bima, Ombudsman di Mataram, hingga MDP di Jakarta.
Semuanya belum memberi tanggapan.
Marliana tak ingin anaknya menjadi sekadar angka dalam catatan kasus medis.
Ia ingin pertanggungjawaban, kejelasan, dan keadilan.