Warteg Ikut Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok: ‘Usaha Belum Pulih, Jangan Ditambah Beban’

Jika Raperda KTR disahkan, maka warteg juga akan terdampak lantaran harus disediakan tempat khusus merokok.

ISTIMEWA
WARTEG TOLAK PERDA KTR - Pelaku pencurian handphone di satu Warteg Jalan Basuki Rachmat, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022). Pengusaha warteg menolak Raperda KTR yang melarang penjualan rokok dalam radius 200-meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Sikap tak acuh Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta yang tetap meloloskan pasal-pasal pelarangan penjualan menuai kekecewaan. 

Pelarangan yang dimaksud terkait penjualan produk rokok dalam radius 200-meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga mencakup warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional, pelarangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban memiliki izin khusus untuk penjualan rokok. 

Penolakan tersebut rupanya tak hanya disuarakan oleh para pedagang rokok, salah satunya juga dari para pengusaha warteg

Sebab, jika Raperda itu disahkan, maka warteg juga akan terdampak lantaran harus disediakan tempat khusus merokok.

“Bikin ribet, jadi beban tambahan. Padahal sekarang daya beli menurun, penghasilan pas-pasan, kenapa mesti muncul aturan seperti ini. Kondisi ekonomi masih tidak stabil. Usaha masyarakat belum pulih, jangan ditambah bebannya,” ujar Ketua Koperasi Merah Putih (Kowamart), Izzuddin Zidan saat dihubungi, Minggu (5/10/2025).

Zidan juga khawatir dengan adanya dorongan pembentukan satgas penindakan yang rawan dengan ketidaktegasan oknum dan membuka ruang negosiasi.

“Bagaimana nanti implementasinya di lapangan? Akan membuka ruang nego-nego."

"Ini yang menimbulkan kegelisahan dan beban bagi pedagang. Kami mohon Raperda KTR ini ditunda,” papar Zidan. 

Hal senada disampaikan Mukroni selaku Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara).

“Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Apa yang sudah kami sampaikan dianggap angin lalu. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil,” ujarnya. 

Mukroni berharap, draft final Raperda KTR yang akan bergulir di eksekutif, yakni Pemprov DKI Jakarta bisa dipertimbangkan ulang. 

Ia menyebut bahwa para pedagang warteg, warung kopi, dan sejenisnya, memohon perlindungan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung agar Raperda KTR nantinya tidak akan mengganggu hajat hidup UMKM. 

“Kami berharap pada eksekutif sebagai benteng terakhir, sesuai komitmen dan kami menagih janji Pak Gubernur bahwa Raperda ini tidak mengganggu UMKM. 

Sejalan dengan hal tersebut, kami akan konsolidasi dan koordinasi dengan seluruh pedagang untuk memastikan langkah ataupun aksi kami berikutnya,” tegas Mukroni. 

Untuk diketahui, hingga pertengahan 2025, sebanyak 25 ribu warteg di wilayah Jabodetabek telah tutup. 

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved