Krisis Iklim Perburuk Ekonomi Masyarakat Pesisir, BRIN Dorong Pemerintah Bentuk Regulasi yang Jelas
Krisis iklim membawa dampak ekonomi bagi kelompok rentan yang tinggal di sepanjang garis pantai Pulau Jawa.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kenaikan permukaan air laut atau sea rise level serta penurunan muka tanah alias land subsidence yang terjadi di pesisir membawa dampak ekonomi bagi kelompok rentan yang tinggal di sepanjang garis pantai Pulau Jawa.
Fenomena-fenomena yang terjadi karena perubahan iklim itu sudah mulai dapat dirasakan di wilayah-wilayah pesisir DKI Jakarta, Pekalongan, Semarang, dan Demak.
Temuan ini merupakan hasil riset terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bekerjasama dengan Pemerintah Australia melalui Griffith University dan Universitas Diponegoro.
Dalam riset kolaboratif itu, didapati bahwa masyarakat pesisir kini menghadapi dampak serius berupa rusaknya permukiman, tenggelamnya lahan, dan hilangnya mata pencaharian utama penduduknya.
"Karena perubahan iklim yang ekstrem itu berdampak pada penurunan taraf ekonomi masyarakat di pesisir," kata Peneliti BRIN, Laely Nurhidayah di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Menurut Laely, perubahan iklim membuat sumber pendapatan warga pesisir yang banyak menggantungkan hidup dari hasil laut berkurang.
Tak sedikit warga pesisir yang akhirnya terpaksa bermigrasi ke daerah lain untuk mencari pekerjaan baru demi bertahan hidup.
Penelitian ini juga menyoroti dampak perubahan iklim terhadap kaum rentan, yakni perempuan dan anak-anak di pesisir.
"Sea rise level dan land subsidence membuat banyak perempuan kehilangan pekerjaan utama, terutama di sektor pertanian, tambak, nelayan," ucap Laely.
"Mereka terpaksa masuk sektor informal tanpa jaminan kerja dan upah layak, misalnya jadi pengrajin kulit kerang. Kondisi ini meningkatkan risiko kerja secara terpaksa (compelled labors) dan eksploitasi," sambungnya.
Dalam kondisi itu, perempuan dan anak-anak menjadi kelompok paling rentan yang menanggung beban tambahan dari krisis iklim.
Banyak perempuan di wilayah pesisir kini bekerja di sektor informal tanpa jaminan upah layak dan perlindungan sosial yang memadai.
Anak-anak juga terdampak dalam segi pendidikan, misalnya tidak bisa bersekolah karena lingkungan mereka terendam banjir rob.
Penelitian kolaborasi BRIN, Universitas Diponegoro, dan Griffith University Australia mencatat bahwa perubahan iklim turut mendorong terjadinya kerja paksa atau compelled labors terselubung di lingkungan masyarakat pesisir.
Hilangnya lahan dan sumber daya ekonomi membuat warga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga menciptakan krisis sosial dan ekonomi yang kompleks.
Sayangnya, regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan tersebut.
BRIN pun meminta pemerintah mengadakan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pelatihan, pinjaman lunak, pemasaran, dan penguatan komunitas pesisir.
Kemudian mengatur akses jaminan sosial bagi pekerja informal, termasuk memperkuat pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelanggaran dunia usaha.
BRIN juga menilai upaya mitigasi krisis iklim diharapkan tidak hanya berfokus pada infrastruktur fisik seperti tanggul laut, tetapi juga pada keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir.
Kebijakan saat ini masih berfokus pada pembangunan tanggul laut (misalnya Giant Sea Wall), bukan rencana terpadu. Belum ada skema relokasi inklusif dan prioritas wilayah terdampak. Syarat bantuan perumahan sering memberatkan pengungsi karena harus memiliki tanah.
Sebagai pilihan kebijakan, pemerintah diminta membuat rencana induk terpadu darat-laut untuk penanganan sea rise level dan penurunan tanah.
"Pastikan dukungan anggaran dari pusat dan daerah, libatkan masyarakat dalam penyusunan rencana induk, evaluasi bantuan perumahan agar lebih inklusif dan mudah diakses," kata Laely.
Penguatan Regulasi dan Kelembagaan
Sebagai tindak lanjut dari penelitian kolaboratif ini, BRIN meminta pemerintah memperkuat Undang-undang dan kebijakan penanggulangan bencana agar mencakup migrasi paksa akibat perubahan iklim.
Menurut Laely, harus ada sinergi antarinstansi dan dukungan anggaran dari pusat dan daerah.
"Libatkan BNPB, Kemensos, Kementerian PPPA, Bappenas, LSM, akademisi, dan komunitas lokal, kemudian lakukan penilaian komprehensif atas implikasi revisi UU Penanggulangan Bencana," tegasnya.
Peneliti juga mendorong pembentukan gugus tugas lintas lembaga terkait perubahan iklim untuk merumuskan mekanisme koordinasi antarinstansi serta memastikan proses relokasi berjalan sesuai kesepakatan masyarakat terdampak.
Selain itu, diperlukan dialog kebijakan dan pelatihan lintas sektor untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam memahami serta mengelola risiko perubahan iklim.
Upaya ini diharapkan memperkuat kesiapsiagaan dan respons terhadap dampak bencana yang terjadi secara perlahan, seperti kenaikan permukaan air laut.
Riset tersebut juga menegaskan pentingnya alokasi anggaran yang memadai di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam pelaksanaannya, partisipasi masyarakat menjadi kunci utama.
Masyarakat, terutama perempuan, perlu dilibatkan secara aktif dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan adaptasi agar kebijakan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Terakhir, diperlukan sistem pemantauan dan evaluasi yang efektif untuk menilai sejauh mana kebijakan adaptasi telah berdampak nyata.
Hasil evaluasi ini diharapkan menjadi dasar untuk penyempurnaan kebijakan yang lebih inklusif, adil, dan berpihak pada kelompok rentan di wilayah pesisir.
Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita
| Udara Jakarta Kotor, Hujan pun Tercemar! Terungkap Sumber Mikroplastik di Langit Ibu Kota | :format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/Ilustrasi-hujan-deras-di-jalan.jpg)  | 
|---|
| Pemprov DKI Teliti Temuan BRIN Soal Kandungan Mikroplastik di Air Hujan Jakarta | :format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/Ilustrasi-hujan-petir-ad.jpg)  | 
|---|
| Peneliti BRIN Bongkar Asal Suara Dentuman di Cirebon, Harga Meteorit Capai Puluhan Miliar Rupiah | :format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/CAHAYA-MISTERIUS-Ilustrasi-meteor-Kemunculan-cahaya-misterius-mirip-bola-api.jpg)  | 
|---|
| KESAKSIAN Warga Cirebon dan Majalengka Lihat Cahaya Misterius Seperti Bola Api Besar: Mirip Meteor | :format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/CAHAYA-MISTERIUS-Warga-Majalengka-dan-Cirebon.jpg)  | 
|---|
| Meteor Jatuh di Cirebon? Warga Kompak Bersaksi Dengar Suara Misterius, Temuan Peneliti BRIN Terkuak | :format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/benda-diduga-meteor.jpg)  | 
|---|

:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/MASYARAKAT-PESISIR.jpg)
:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/hujan-ilustrasi45.jpg) 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/onad-drkoboy.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/RANDIKA-TEWAS-KEPALARAN.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/KECELAKAAN-MAUT-DI-CENGKARENG-Insiden-kecelakaan-hari-ini-di-Cengkareng.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/ilustrasi-kecelakaan-dan-garis-polisi.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/DAEHON-DISINDIR-FARUQ-BYTHEWAY.jpg) 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.