Ledakan di SMAN 72 Jakarta
Pak RT Ungkap Perilaku Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Berubah, Reza Indragiri Ungkit Bullying: Getir
Ketua RT ungkap perubahan perilaku FN terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, Jumat (7/11/2025). Pakar Reza Indragiri ungkit bullying.
Fakta Singkat:
- Perubahan Perilaku FN. Ketua RT mengungkap FN berubah menjadi tertutup saat duduk di SMA.
- Pakar psikologi forensik Reza Indragiri ungkit bullying.
- FN kini sadar dan dirawat di ICU. Total 96 korban tercatat akibat ledakan di SMAN 72 Jakarta.
TRIBUNJAKARTA.COM - Ketua RT membongkar perubahan perilaku FN, terduga pelaku ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025).
Perilaku FN semasa duduk di bangku SMA dengan SMP terlihat berbeda.
Sedangkan, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengungkit bullying yang diduga dialami terduga pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta.
Perubahan Perilaku
Danny Rumondor, ketua RT di lingkungan tempat tinggal FN di sebuah kompleks di wilayah Cilincing, Jakarta Utara, membongkar perubahan perilaku FN.
FN sempat bersekolah di kawasan Sukapura, Jakarta Utara saat menempuh pendidikan SMP.
Danny menuturkan saat itu terduga pelaku masih kerap bergaul dan bermain bersama teman-temannya di sekitar komplek.
Namun, setelah pindah ke jenjang SMA dan mengikuti ayahnya tinggal di Kelapa Gading, perilakunya berubah menjadi lebih tertutup.
Danny mengatakan, FN sudah tinggal sekitar 7 tahun bersama ayahnya di salah satu rumah di kompleks tersebut.
Selama ini, FN dikenal sebagai sosok tertutup dan tidak pernah bersosialisasi dengan warga.
"Sama warga sini juga benar-benar nggak ada sosialisasi," kata Danny saat ditemui di lokasi, Sabtu (8/11/2025).
Danny mengungkapkan tetangga FN jarang melihat terduga pelaku kecuali saat pergi ke sekolah.
"Dibonceng bapaknya. Dia tidak ada pernah join di sini bermain sama-sama anak di sini, nggak pernah," katanya.
Selain itu, sikap FN terhadap pemilik rumah menjadi sorotan. FN tidak pernah menyapa dan terkesan tidak memiliki tata krama.
"Katanya sejak SMA dia lebih banyak di kamar, jarang keluar rumah, bahkan sama orang rumah juga jarang ngobrol," kata Danny.
"Kalau di rumah itu tidak menegur pemilik rumah, majikan dari bapaknya ini, nggak pernah. Saya dengar sendiri dari pemilik rumah ini katanya, 'kalau di rumah lewat ada saya, lewat-lewat aja gitu. Nggak ada permisi, nggak ada apa gitu'. Memang agak kurang manner-nya lah gitu," sambung Danny.
Terkait penggerebekan yang dilakukan pihak kepolisian, Danny menyebut dirinya tidak berada di lokasi saat pertama kali penggeledahan dilakukan.
Namun, ia sempat mendengar dari pengurus RW bahwa petugas menemukan sejumlah barang yang dibawa dari tempat tinggal terduga pelaku
Rekaman CCTV
Sebelum beraksi, FN terekam CCTV di lingkungan rumahnya saat dibonceng ayahnya ke sekolah pada Jumat (7/11/2025) pagi beberapa jam sebelum kejadian.
Penampilan siswa kelas XII itu di CCTV terlihat mengenakan seragam sekolah, yakni celana panjang putih dengan seragam batik sekolahnya yang didominasi warna merah.
Dari tangkapan layar rekaman CCTV, ia juga terlihat membawa dua tas.
Satu tas ransel merah yang berada di punggung, sementara satu tas lainnya berukuran cukup besar berwarna biru, dipangkunya ketika dibonceng di jok belakang.
Dari tangkapan layar itu juga terlihat bahwa ada perbedaan pakaian yang dikenakan terduga pelaku sebelum dan sesaat setelah kejadian.
Ketika dibonceng di motornya itu, ia masih mengenakan seragam sekolahnya dengan celana putih.
Sementara setelah kejadian, FN ditemukan terkapar di samping senjata mainannya, dengan mengenakan celana panjang hitam dan kaos putih.
Pakaian tersebut terlihat berdasarkan foto yang beredar di media sosial.
Ketua RT di lingkungan tempat tinggal terduga pelaku, Danny Rumondor membenarkan bahwa tangkapan layar rekaman CCTV itu tepat pada hari kejadian.
"Iya, itu rekaman CCTV pas Jumat (7/11/2025) pagi," ungkapnya, Sabtu (8/11/2025).
Pakar Ungkit Bullying
Sementara itu, pakar psikologi forensik yang juga konsultan di Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel mengatakan peledakan di SMAN 72 diasumsikan berhubungan dengan bullying berdasarkan narasi yang sudah beredar luas.
"Dari kerja-kerja saya di sejumlah organisasi perlindungan anak, saya harus katakan bahwa peristiwa di SMAN 72 adalah satu bukti tambahan tentang bagaimana kita lagi-lagi terlambat menangani perundungan," kata Reza melalui pesan tertulisnya, Sabtu (8/11/2025).
Keterlambatan itu, kata Reza membuat korban, setelah menderita sekian lama, akhirnya bertarung sendirian dan dalam waktu sekejap bergeser statusnya menjadi pelaku kekerasan, pelaku brutalitas, dan julukan-julukan berat sejenis lainnya.
"Korban bullying acap mengalami viktimisasi berulang. Viktimisasi pertama saat dia dirundung teman-temannya. Viktimisasi kedua terjadi saat korban mencari pertolongan. Oleh pihak-pihak yang semestinya memberikan bantuan, korban justru diabaikan, masalahnya dianggap sepele dan biasa, dipaksa bertahan dan cukup berdoa, dst," papar Reza dikutip dari WartaKotalive.com.
Andai mereka melapor ke polisi, misalnya, kata Reza, polisi pun boleh jadi memaksa korban untuk memaafkan pelaku dan secara simplistis menyebutnya sebagai restorative justice.
"Sehingga, terjadilah viktimisasi ketiga," ujar Reza.
Menurut Reza, puncak kesengsaraan korban adalah kekerasan terhadap diri sendiri atau kekerasan terhadap pihak lain.
"Belum sempat kita memberikan pertolongan kepada dia selaku korban, justru hukuman berat yang tampaknya sebentar lagi akan kita timpakan kepada dia sebagai pelaku. Getir, menyedihkan," kata Reza.
Reza menjelaskan sembilan puluhan persen anak yang menjadi pelaku bullying ternyata juga berstatus sebagai korban bullying.
"Data ini membuat persoalan tidak bisa dipandang hitam putih belaka. Idealnya, perilaku perundungan tidak lagi ditinjau sebatas sebagai dinamika jamak dalam proses perkembangan anak," katanya.
Perilaku perundungan, menurut Reza, sudah semestinya disikapi sebagai agresi berkepanjangan dari anak-anak yang mengekspresikan dirinya dengan cara berbahaya, sehingga harus dicegat secepat dan seserius mungkin.
"Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal. Tambahan lagi, karena siswa dimaksud masih berusia anak-anak, maka kita harus membuka UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata Reza.
SPPA itu, menurutnya mengingatkan bahwa anak yang melakukan pidana tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan.
"Negara, termasuk masyarakat, membersamainya menuju masa depan," tambahnya.
Bagaimana UU SPPA mewanti-wanti sedemikian rupa, kata Reza, menginsafkan kita bahwa pada dasarnya pertanggungjawaban pidana (penjara dll) memang dikenakan kepada yang bersangkutan.
"Tapi proses hukum harus meninjau secara multidimensi dan multifaktor. Karena itulah, di persidangan kasus korban bullying menjadi pelaku, saya selalu mendorong hakim agar menerapkan Bioecological Model (BM) dan Interactive Model (IM)," papar Reza.
BM, menurutnya meninjau lima lingkungan yang menaungi kehidupan anak.
Sementara IM melihat anak dan lingkungannya berpengaruh satu sama lain.
"Memang butuh kerja keras lintas pemangku kepentingan untuk merealisasikannya. Itu bertentangan dengan azas persidangan hukum yakni cepat, sederhana, berbiaya ringan," kata Reza.
"Karena itulah, simpulan saya, putusan hakim tetap saja memakai format penyikapan yang sama dengan persidangan terhadap pelaku dewasa. Yakni, sulit bagi korban bullying mendapat peringanan sanksi. Dia tetap sendirian menjalani konsekuensi hukum atas 'aksi kejahatan'-nya," kata Reza.
Kondisi Terduga Pelaku
Sedangkan, polisi mengungkapkan terduga pelaku telah sadar dan tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU salah satu rumah sakit.
Polisi memastikan kondisi pelajar tersebut kini berangsur stabil setelah sempat mengalami luka di bagian kepala.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi Hermanto menyampaikan bahwa pelajar terduga pelaku saat ini dirawat di ruang ICU.
“(Pelajar terduga pelaku) lebih kurang seperti itu atau di ICU,” kata Bhudi dikutip dari Kompas.com, Sabtu (8/11/2025) malam.
Bhudi menjelaskan, terduga pelaku yang berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) sempat menjalani operasi akibat luka di kepalanya.
“Luka pasti (dari terduga pelaku) di bagian kepala, dan ada luka goresan,” ujarnya.
Dalam proses penyelidikan, polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), penyitaan barang bukti, dan penggeledahan di rumah terduga pelaku.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sejumlah barang bukti yang memiliki kesesuaian dengan temuan di lokasi ledakan.
“Diambil beberapa persesuaian barang bukti yang ditemukan, termasuk persesuaian dengan yang ada di rumah ternyata ada beberapa alat bukti tersebut,” ujar Bhudi.
Menurutnya, salah satu barang bukti yang diamankan antara lain berupa serbuk peledak dan senjata mainan.
“(Dari rumah terduga pelaku) ada beberapa bagian barang bukti (yang disita), makanya ini harus dijelaskan apakah serbuk-serbuk tersebut yang ada di TKP harus uji lab,” sambungnya.
Polisi turut melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta tim trauma healing untuk membantu pemulihan psikis para korban dan terduga pelaku.
Proses hukum tetap dijalankan dengan memperhatikan aspek perlindungan anak.
Oleh karena itu, kepolisian masih mengutamakan pemulihan medis, baik secara fisik maupun psikis, bagi seluruh korban terdampak serta bagi siswa yang diduga menjadi pelaku.
Data terbaru menyebutkan, jumlah korban akibat ledakan di SMAN 72 Jakarta mencapai 96 orang.
Dari jumlah tersebut, 29 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit, sedangkan 67 lainnya telah dipulangkan ke rumah dalam kondisi membaik.
Berita Terkait
Baca juga: Terekam CCTV, Pelaku Ledakan SMAN 72 Berangkat Dibonceng Ayah Bawa Sesuatu Sebelum Kejadian
Baca juga: Polisi Mendadak Geledah Rumah Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72, Tak Disangka Ada Temuan Baru
Baca juga: SOSOK Siswa FN di Balik Ledakan SMAN 72, Kapolri Ungkap Temuan Benda Mencurigakan di TKP
Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/PERILAKU-BERUBAH-Ketua-RT-FN-terduka-pelaku-ledakan-di-Masjid-SMAN-72-Jakarta.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.