Ledakan di SMAN 72 Jakarta

Cegah Kasus SMAN 72 Terlarang, Komnas PA Dorong Penempatan Psikolog di Sekolah

Komnas PA mendorong adanya psikolog di setiap sekolah untuk mencegah kasus peledakan di SMAN 72 Jakarta terulang.

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
SOSOK PELAKU LEDAKAN - Tim Gegana Korps Brimob Polri diterjunkan ke lokasi ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025). Sosok terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara dibongkar saksi mata. (TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO). 

TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR REBO - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendorong adanya psikolog di setiap sekolah untuk mencegah kasus peledakan di SMAN 72 Jakarta terulang.

Ketua Komnas PA, Agustinus Sirait mendorong penempatan psikolog di sekolah untuk membantu penanganan anak-anak yang menjadi korban kekerasan ataupun masalah lainnya.

Dalam kasus di SMAN 72 Jakarta, terduga pelaku diduga mengalami bully atau perundungan di lingkungan sekolah sehingga melakukan aksi peledakan untuk balas dendam.

"Apakah guru BK (bimbingan konseling) itu tidak cukup, ya ditambah tenaga psikolog. Karena banyak hal yang terjadi di sekolah butuh penanganan psikolog," kata Sirait, Selasa (11/11/2025).

Menurut Komnas PA anak-anak yang menjadi korban kekerasan termasuk perundungan sebenarnya menunjukkan tanda-tanda, tapi hal ini kerap luput dari pengawasan sekolah.

Sehingga mereka tidak tertangani dengan baik dan kesulitan untuk mencari pertolongan atas masalah, kondisi kian diperburuk bila peran kedua orangtua di rumah tidak berjalan baik.

Atas hal tersebut penempatan psikolog di sekolah dianggap dapat membantu penanganan kasus-kasus kekerasan di lingkungan sekolah, ataupun membantu menyelesaikan masalah lain.

"Ketika anak misalnya katakanlah korban bullying, itu kan sudah menunjukkan tanda-tanda sebetulnya di peristiwa sebelumnya. Tapi sekolah abai memantau anak-anak ini, terutama korban," ujarnya.

Sirait juga menyoroti peran orangtua dalam mencegah paparan konten kekerasan terhadap anak, sehingga mengakibatkan banyak anak terpengaruh berbuat kekerasan.

Banyak orangtua membiarkan anak bermain handphone tanpa adanya pengawasan terhadap konten kekerasan dari game, video, atau lainnya dengan alasan agar anak tidak rewel.

Dampaknya anak-anak yang mengalami kekerasan tidak mendapat solusi atas masalah dialami, sehingga mereka justru terpengaruh konten penyelesaian masalah lewat tindak kekerasan.

"Sebetulnya apapun tindakan anak-anak hari ini adalah turut serta kita orangtua sebagai rumah pertama pendidikan anak yang pasti banyak terabaikan. Orangtua itu abai," tuturnya.

Sebelumnya ledakan terjadi pada SMAN 72 Jakarta di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara mengakibatkan puluhan korban luka pada Jumat (7/11/2025).

Belum diketahui pasti penyebab ledakan karena proses penyelidikan masih berjalan, namun berdasarkan keterangan sejumlah siswa ledakan diduga dipicu akibat seorang siswa berinisial FN.

Sejumlah siswa menyebut bahwa terduga pelaku FN selama ini kerap menjadi korban bully atau perundungan di lingkungan SMAN 72, sehingga diduga melakukan aksi balas dendam.

Berita Terkait

Baca juga: Pelaku Ledakan SMAN 72 Rakit Bom Sendiri, Belajar Lewat Internet hingga Sering Buka Dark Web

Baca juga: Polisi Sebut Pelaku Ledakan di SMAN 72 Bukan Anti-Islam Meski Beraksi di Masjid

Baca juga: Situasi SMAN 72 Jakarta Pascaledakan: Garis Polisi Militer TNI AL hingga Penjagaan Ketat Petugas

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved