Koalisi UMKM Tolak Raperda KTR DKI Jakarta, Sebut Bikin Susah Pedagang

Penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) datang dari Koalisi UMKM.

Istimewa
Koalisi UMKM gelar forum penandatanganan petisi menolak Raperda KTR DKI Jakarta yang dinilai merugikan pedagang. 

Laporan wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) datang dari Koalisi UMKM, aturan tersebut dinilai bakal membelenggu pengusaha kecil. 

Koalisi UMKM Jakarta yang terdiri dari pedagang kaki lima, warung kelontong, warteg, asongan, hingga kopi keliling, secara tegas menyatakan keberatan atas aturan tersebut. 

Penolakan itu disampaikan dalam diskusi bertajuk “Jaga Jakarta, Tolak Ranperda KTR” yang digelar Minggu (16/11/2025). 

Juru Bicara Koalisi UMKM Jakarta, Izzudin Zindan, mengatakan, kondisi pedagang kecil saat ini terseok-seok karena situasi ekonomi yang tak menentu.

“Pedagang kecil makin susah. Sekarang malah dibelenggu dengan Raperda KTR yang tidak bisa diterima dan tidak rasional. Jangan asal ketuk palu lah,” kata Zindan.

Koalisi UMKM berpandangan, sejumlah pasal dalam Raperda KTR justru dianggap mengancam keberlangsungan usaha rakyat. 

Misalnya larangan penjualan rokok dan perluasan kawasan tanpa rokok hingga rumah makan dan pasar.

Zindan menyebut aturan tersebut tidak masuk akal jika diterapkan pada usaha kecil seperti warteg yang rata-rata hanya berukuran 4x6 meter.

“Gimana caranya kami diminta bikin ruang merokok terpisah? Itu tidak mungkin! Ini berarti kami disuruh kucing-kucingan dengan aparat. Ngeri banget ini!” ujarnya.

Dalam forum tersebut, Koalisi UMKM menandatangani petisi penolakan Raperda KTR yang ditujukan kepada DPRD DKI Jakarta. 

Petisi ini ditandatangani oleh lintas komunitas pedagang, seperti Komunitas Warteg Merah Putih (WMP), Kowarteg, Pandawakarta, Kowantara, hingga UMKM Remojong.

Mereka meminta agar pembahasan tidak dilakukan secara tergesa-gesa dan agar dewan turun langsung mengecek kondisi riil pedagang.

“DPRD harus dengarkan suara rakyat kecil. Jangan buru-buru sahkan Ranperda KTR tanpa tinjauan lapangan,” bunyi salah satu kutipan petisi.

Warteg Mulai Tumbang, Kini Tinggal Separuh

Tanuri, perwakilan Koperasi Warung Tegal (Kowarteg), menyampaikan kekecewaannya terhadap DPRD yang dinilai tak punya empati terhadap pedagang kecil.

“Sekarang jam 10 malam saja warteg sudah sepi banget. Pedagang kecil setengah mati mempertahankan sewa ruko. Wakil rakyat sadar nggak sih kondisi ekonomi kita?” kata Tanuri.

Ia menegaskan aturan ini hanya akan memperburuk keadaan, terlebih jumlah warteg yang aktif di Jabodetabek disebut terus merosot.

“Dulu ada 50 ribu warteg, sekarang tinggal 25 ribu yang bertahan. Warteg itu bukan cuma jual makanan, tapi juga buka lapangan kerja untuk ribuan orang,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti pasal yang dinilai merugikan, seperti larangan merokok di rumah makan dan warteg. 

Serta kewajiban menyediakan tempat khusus merokok terpisah dari bangunan utama dan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.

Koalisi UMKM menegaskan, mereka akan terus mengawal penolakan dan meminta DPRD meninjau ulang Ranperda KTR sebelum disahkan.

“DPRD tidak tahu atau pura-pura tidak peduli? Pasal-pasal itu jelas akan mematikan usaha masyarakat kecil,” ujarnya. 

BERITA TERKAIT

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved