M Qodari Jabat KSP, Pengamat Ungkit Luka Lama Prabowo: Tidak Seketika Tendang Orang Jokowi
Muhammad Qodari ditunjuk sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Pengamat ungkit luka lama Prabowo. Presiden tidak langsung tendang orang Jokowi.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkit luka lama Presiden Prabowo Subianto saat memberikan analisanya mengenai penunjukan Muhammad Qodari atau M Qodari sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Presiden Prabowo Subianto resmi melantik M Qodari sebagai KSP di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Qodari menggantikan AM Putranto yang sebelumnya diberhentikan dengan hormat.
Selamat Ginting menyebutkan penunjukkan M Qodari memperlihatkan bahwa kubu Jokowi diakomodasi dalam politik pemerintahan Prabowo Subianto.
"Contohnya itu tadi menukar posisi Godari menggantikan AM Putranto yang seorang Letnan jenderal. Nah, ini dalam kompromi ini bukan sekedar maaf-memaafkan, tapi juga strategi konsolidasi untuk memperkuat stabilitas politik," kata Selamat Ginting dikutip dari akun Youtube Forum Keadilan TV, Kamis (18/9/2025).
Ia menyebutkan M Qodari telah dianggap sebagai orang dekat Jokowi. Bahkan, kata Selamat Ginting, masa jabatan tiga periode untuk Presiden ke-7 RI, Jokowi konon merupakan ide Qodari.
"Artinya memang publik harus juga bisa membaca bahwa Prabowo itu tidak seketika me menepis atau menendang orang-orang Jokowi," katanya.
"Jadinya ini harus dipahami juga bahwa memang ada kebutuhan Presiden Prabowo terhadap figur Qodari. Bukan hanya sekedar dia coba menutup luka-luka lama nih Prabowo. Luka lama terhadap Jokowi juga, luka lama terhadap tokoh-tokoh senior yang dulu berseberangan dengan dirinya. Nah, ini persoalan transisi di era Jokowi kepada era Prabowo Subianto ternyata sampai sekarang tetap dijalankan," sambungnya.
Selamat Ginting pun melihat Presiden Prabowo Subianti masih menjalankan pola transisi politik. Hal itu terlihat saat KSP dipegang oleh Jenderal (Purn) Moeldoko pada era Jokowi.
Lalu, Prabowo Subianto mengganti Moeldoko dengan AM Putranto yang tidak ada irisannya dengan Jokowi.
Selamat menduga Prabowo melihat ada celah kosong dimana dirinya tetap membutuhkan hubungan baik dengan Jokowi.
"Karena ini memang strategi politik yang menyeluruh untuk bisa pelan-pelan apa mengubah orang bertransformasi dari loyalis Jokowi menjadi loyalis Prabowo," katanya.
Menurut Selamat Ginting, KSP memiliki fungsi strategis yang harus ada di dalam istana.
Pasalnya, KSP bukan hanya sekadar jabatan administratif belaka, tetapi juga dapur kebijakan presiden.
"Untuk apa? pengendalian isu komunikasi strategis dan koordinasi lintas kementerian. Dan ini mungkin tidak bisa dilakukan oleh Putranto," imbuhnya.
Sedangkan Qodari yang memiliki rekam jejak sebagai pengamat politik dan doktor ilmu politik dianggap mampu mengendalikan isu strategis dan koordinasi lintas kementerian.
"Nah, karakter Putranto menurut saya mengapa Prabowo akhirnya mengganti menurut saya mungkin tidak cocok karakter militer menghadapi kebutuhan politik di masa transisi ini. Jadi harus orang yang luas tidak kaku. Nah, Qodari ini kan luas sekali," katanya.
"Nah, ini ini kelebihan Qodari yang mungkin dilihat oleh Prabowo Subianto apa namanya sebagai tokoh politik aktif yang bisa menjembatani peralihan dari era Jokowi kepada era Prabowo," sambung Selamat Ginting
Profil Muhammad Qodari
Muhammad Qodari lahir di Palembang, Sumatera Selatan, pada 15 Oktober 1973.
Ia dikenal luas sebagai peneliti, akademisi, sekaligus analis politik.
Dikutip dari Kompas.com, sebelum menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Qodari adalah Wakil Kepala Staf Kepresidenan sekaligus menjabat sebagai Komisaris Pertamina Hulu Energi (PHE).
Qodari menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1992–1997).
Ia kemudian melanjutkan studi magister di University of Essex, Inggris, pada 2001 dengan fokus kajian perilaku politik (political behaviour) dalam konteks psikologi sosial, dan lulus pada 2002.
Sekembalinya dari Inggris, Qodari bergabung dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sebagai peneliti.
Pada 2003, ia dipercaya menjadi Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) sekaligus Chief Editor Majalah Kandidat, Campaign and Election Magazine.
Karier Qodari semakin menanjak setelah menjabat sebagai Wakil Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia pada 2005.
Setahun kemudian, ia mendirikan lembaga survei independen Indo Barometer, yang dikenal aktif melakukan riset sosial-politik di Indonesia.
Tidak berhenti di situ, Qodari kemudian menempuh pendidikan doktoral di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2007.
Harta Kekayaan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2024, Qodari tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp261,9 miliar.
Aset terbesar yang dimiliki Qodari datang dari tanah dan bangunan dengan nilai keseluruhan Rp 182 miliar.
Dia tercatat memiliki 176 bidang tanah dan bangunan yang paling banyak tersebar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kemudian, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Depok, Bogor, Lombok Utara, Sukabumi, Banda Lampung, Pulau Pisau, dan Lampung Utara.
Dia juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin dengan nilai keseluruhan Rp 933 juta.
Qodari memiliki Toyota Kijang Innova 2.0 AT, Neta V-II, Wuling Air EV Long Range, dan motor Honda CMX500 Rebel.
Dia juga memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 9,8 miliar, surat berharga Rp 475 juta, kas dan setara kas Rp 70,7 miliar, serta harta lainnya Rp 11 juta.
Qodari juga memiliki utang sebesar Rp 2,8 miliar. Dengan demikian, total harta kekayaan Qodari adalah Rp 261 miliar. (TribunJakarta.com/Kompas.com)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.