Fahri Hamzah: Kasus Century Serahkan Pada Kepolisian, Bukan KPK

Fahri Hamzah menyatakan tidak setuju jika kasus Century diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penulis: rohmana kurniandari | Editor: rohmana kurniandari
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kasus Bank Century telah lama bergulir sejak tahun 2008 hingga sekarang.

Berawal dari rapat di kantor BI yang membahas pertimbangan biaya penyelamatan Bank Century hingga bank tersebut ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik pada 21 November 2008.

Kini, banyak tokoh penting angkat bicara terkait polemik tersebut.

Salah satunya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Ia menyatakan tidak setuju jika kasus Century diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Fahri menilai kasus tersebut sebaiknya diambil alih Kepolisian RI guna menghindari konflik kepentingan.

Pernyataan itu ia ungkapkan saat menghadiri salah satu program di TV One, Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (17/4/2018).

Baca: Shireen Sungkar Lahirkan Anak Ketiga, Cut Shafiyyah Mecca Al-Fatih, Ternyata Ini Artinya

Politikus asal NTB ini mengkhawatirkan sosok mantan wakil presiden RI 2009-2014 Boediono dikorbankan dalam kasus tersebut.

Menurutnya, KPK selalu mencari cara mendapatkan 'tangkapan' baru yang dianggap publik lebih besar sehingga KPK dapat reputasi baru.

"Saya terus terang tidak setuju ini diproses oleh KPK karena akan dijadikan permainan dari politik lanjutan," kata Fahri Hamzah.

Politikus PKS itu mengungkapkan bahwa dirinya terlanjur percaya kalau KPK merupakan partai politik.

Oleh sebab itu, ia tidak setuju jika kasus Century diserahkan kepada KPK.

Baca: Ingin Terlihat Langsing? Coba Ikuti Tips Berikut Dalam Memilih Pakaian yang Tepat

"Karena itu saya tidak setuju ini diserahkan kepada KPK, serahkan pada kepolisian," tambahnya.

Selain tidak setuju jika kasus yang merugikan negara mencapai Rp 6,7 triliun itu ditangani oleh KPK, Fahri juga tidak setuju jika presiden atau wakil presiden dihukum.

"Saya tidak ingin warga Indonesia menghukum presiden atau wakil presiden. Seharusnya kita punya mekanisme untuk memaafkan," ujarnya. (TribunJakarta.com/Rohmana Kurniandari)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved