Tanggapi Kritik Fahri Hamzah, Polri: Tangkap Teroris Itu Beda

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, Minggu (3/6/2018), mengatakan penangkapan kasus teror tidak sama dengan penangkapan kasus lain.

Editor: ade mayasanto
Kompas.com/Idon Tanjung
Petugas menyusun barang bukti sebelum Kapolda Riau Irjen Pol Nandang dan Rektor Universitas Riau Aras Mulyadi menggelar konferensi pers terkait penangkapan tiga terduga teroris dan penyitaan empat bom siap pakai dari gelanggang mahasiswa Universitas Riau, Sabtu (2/6/2018). KOMPAS.COM/IDON TANJUNG 

TRIBUNJAKARTA.COM,  JAKARTA -  Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengeritik penggerebekan Gelagang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Riau yang melibatkan pasukan bersenjata lengkap.

Namun Mabes Polri menyebut penangkapan dan penggeledahan itu terkait kasus terorisme yang mengandung risiko tinggi, bukan kriminal biasa.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, Minggu (3/6/2018), mengatakan penangkapan kasus teror tidak sama dengan penangkapan kasus lain.

Apalagi, dalam penggeledahan di Universitas Riau, tim Densus 88 mendapati bom pipa yang siap ledak.

"Rekan-rekan (wartawan) tadi lihat bomnya sudah siap. Jadi bagaimana kalau kami bawa tongkat polisi sementara bomnya sudah siap. Penangkapan dan upaya paksa dalam kasus terorisme itu ada prosedurnya. Itu saja yang saya sampaikan," ujar Irjen Pol Setyo di Mabes Polri.

Wakil Ketua DPR melalui akun Twitter mengeritik tindakan polisi.

"Apa kata dunia? Kalau kampus dianggap sebagai sarang teroris bersenjata maka berakhirlah Indonesia ini. Tamat," ujar Fahri lewat akun Twitter nya @Fahrihamzah, Sabtu.

Menurut Fahri, tidak sepantasnya Densus 88 masuk kampus dan menimbulkan tanda tanya publik. Sebab, ujarnya, kampus, parlemen, rumah sakit adalah area publik yang harusnya bersih dari senjata.

"Apakah ada teroris bersenjata dalam kampus? Kenapa tidak kirim intel? Kenapa tidak ditangkap di luar kampus? Apakah mereka bikin markas teroris di kantor Menwa? Kenapa senang menampakkan pasukan bersenjata dan laras panjang masuk kampus? Ini Polri atau kompeni?" ujarnya.

Sedang Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengapresiasi penangkapan tiga terduga teroris oleh tim Densus 88 Antiteror di Gelanggang Mahasiswa FISIP, Universitas Riau (UNRI).

"Ini merupakan bukti keseriusan negara dalam memberantas terorisme di tanah air," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet melalui keterangan tertulisnya, Minggu.

Terduga teroris ditengarai menyasar gdung DPRD dan DPR.

Bamsoet mengatakannya sangat mengecam rencana tersebut.

Ia meyakini, kantornya menjadi target bukan karena tidak puas terhadap kinerja DPR.

"Saya yakin target gedung parlemen ditujukan bukan karena mereka tidak puas terhadap kinerja lembaga perwakilan," ucap Bamsoet.

Baca: Racik Bom di Kampus Modus Baru, Upaya Penyamaran Kelompok Teroris

Alasannya, DPR telah menerima setiap aspirasi dari masyarakat. Jika ada ketidakpuasan, baik itu terhadap lembaga legislatif, eksekutif, atau yudikatif, masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya.

"Tindakan teror tak ubahnya tindakan pengecut yang tak beradab. Saya yakin aparat hukum bisa segera memprosesnya. Terutama dalam menelisik lebih jauh keterkaitan mereka dengan organisasi teroris lainnya, terutama jaringan internasional," kata Bamsoet.

Menurut, Bamsoet disahkannya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh DPR membuat aparat punya payung hukum yang jelas dalam menindak terorisme.

Selama aparat hukum mengikuti ketentuan perundangan, kata Bamsoet, DPR akan memberikan dukungan.

"Jadikan ini sebagai pintu masuk dalam memberantas terorisme bukan hanya sampai ke akarnya, melainkan sampai ke benihnya," kata Bamsoet.

Ia menyebut ditangkapnya terduga teroris di lingkungan kampus merupakan tamparan keras bagi sistem pendidikan di Indonesia.

Kampus seharusnya menjadi sarang intelektual, tindak tanduknya untuk kepentingan bangsa dan negara.

"Bukan justru malah menjadi sarang teroris yang mengancam keselamatan, keamanan, serta persatuan dan kesatuan," ucapnya.

Bamsoet mengimbau kepada generasi muda untuk menempuh pendidikan di berbagai jalur, mulai dari menengah sampai ke pendidikan tinggi, untuk membuka wawasan secara cermat dan tepat.

"Senantiasa kedepankan sikap kritis terhadap berbagai pemikiran dan ajaran baru yang masuk. Jangan mau disusupi oleh orang orang tak bertanggungjawab yang hanya ingin memperalat untuk kepentingan sesaat mereka," imbunya.

Baca: Alasan Sopir Angkot Ngetem di Depan Tangerang City Mall Meski Sering Terjaring Razia Satpol PP

Modus Baru
Temuan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengenai perakitan bom berkekuatan tinggi di kampus Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau, mengejutkan pengamat terorisme Ridwan Habib.

Pengajar di Universitas Indonesia (UI), Depok, tersebut mengatakan kasus perakitan dan penyimpanan bom di lingkungan kampus itu merupakan kasus pertama dan modus baru.

Modus baru dimaksud adalah penggunaan tempat tempat yang tidak mungkin diperkirakan untuk melakukan perakitan bom.

"Kalau untuk perakitan dan penyimpanan bom di lingkungan kampus setahu saya baru pertama kali ini. Jadi ini mungkin modus baru dari kelompok teroris untuk menyamarkan penjejakan intelijen," kata Ridwan di Jakarta, Minggu (3/6/2018).

Ridwan menerangkan modus itu hanya dapat dilakukan oleh alumni dari kampus bersangkutan.

"Karena mereka membutuhkan akses, membutuhkan pengetahuan terhadap kebiasaan yang berlaku di dalam kampus. Kalau pernah kuliah di situ pasti tahu pintu-pintu mana yang bisa dimasuki, gerbang-gerbang mana yang sepi," kata Ridwan.

Ridwan meminta agar kasus tersebut menjadi perhatian khusus bagi pihak rektorat di berbagai universitas agar kasus di Universitas Riau tidak terulang kembali.

Ridwan mengatakan meski apa yang dilakuakan oleh para terduga teroris di Universitas Riau sangat berbahaya namun bukan berarti seluruh gerakan atau aktivitas mahasiwa perlu diawasi.

"Tapi jangan juga kita menganggap gerakan atau aktivitas mahasiswa itu perlu diawasi. Saya rasa ini jumlahnya sangat kecil dan tidak perlu menjadi kekhawatiran berlebihan," kata Ridwan.

Menurutnya, apa yang perlu dilakukan pihak rektorat kampus adalah memperbaiki sistem keamanan di seluruh kampus. Ia memberi contoh pembatasan jam operasional di gelanggang mahasiswa sampai batas tertentu dan tidak digunakan hingga 24 jam.

"Ini yang perlu dilakukan oleh rektorat kampus untuk mengevaluasi dan mengecek wilayah kosong di kampusnya masing masing," kata Ridwan.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Yudi Zulfahri, menyebut tiga terduga teroris yang ditangkap di Unri berafiliasi pada paham Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan pecahan pecahan, intinya kan sama. Mereka berafiliasi ke ISIS. Kita lihat dari target. Dia kan targetnya kantor DPRD. Ini jelas jelas adalah buah dari ideologi ISIS yang menganggap itu (institusi negara) sebagai thogut (setan)," kata Yudi, Minggu.

Baca: Gugatan Terhadap Anies Baswedan Terkait Kata Pribumi Ditolak Hakim

Ia menjelaskan target kelompok berideologi ISIS berbeda dengan kelompok teror lain seperti Al Qaeda atau Jamaah Islamiah (JI).

Menurutnya, target Al Qaeda adalah Amerika dan sekutunya. "Kalau ISIS ini kan doktrin kebencian dan permusuhannya memang ke pemerintah Indonesia. Mereka mengkafirkan setiap aparat atau pejabat pemerintah," kata Yudi.

Menurutnya ada dua penyebab terjadinya hal tersebut yaitu kurangnya pengawasan terhadap unit kegiatan mahasiswa (UKM) sehingga mengarah ke paham ideologi radikal. Faktor kedua, adanya kelompok berpaham radikal yang beroperasi di kampus.

"Kelompok itu itu tidak mengajarkan ekstrimisme, pengkafiran, permusuhan tapi dia pokok pokok pemahamannya sama. Sehingga mahasiswa kalau sudah terkena paham agama seperti ini untuk dia bisa sampai ke radikal itu tinggal satu tingkat lagi," kata Yudi.

Apresiasi Rektor
Rektor Universitas Riau, Prof Dr Aras Mulyadi mengapresiasi keberhasilan Polri mengungkap jaringan terorisme di kampus perguruan tinggi negeri tersebut.

"Saya atas nama pimpinan seluruh warga kampus menyampaikan terima kasih kepada Densus 88 dan juga Polda Riau yang telah mengungkap kejadian ini," kata Aras Mulyadi, di Pekanbaru, Minggu (3/6/2018) kemarin.

Jika jaringan terduga teroris yang ditangkap di Gedung Gelanggang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Riau itu tidak segera ditangkap, kata Aras, akan menimbulkan banyak korban jiwa.

Ia mengatakan pihaknya mempercayakan penanganan secara hukum tiga terduga teroris yang merupakan alumni FISIP Univeritas Riau itu kepada polisi.

"Saya percaya akan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangan undangan oleh Densus 88 dan badan antiteror serta berbagai pihak terkait lainnya," tuturnya.

Aras mengatakan seluruh civitas academica perguruan tinggi negeri itu mengutuk keras kegiatan teroris yang dilakukan oleh alumninya tersebut.

Menurutnya, tindakan tersebut sama sekali bukan tindakan terpuji dan jelas sebuah tindakan yang terlarang.

"Terus terang seluruh civitas academica mengutuk kegiatan yang mengarah ke bom, dan dibuktikan dengan ini," ujarnya. Selama ini, katanya, pihak kampus sama sekali tidak mencurigai seluruh kegiatan, terutama yang melibatkan alumni.

Aras mengaku sangat menyayangkan insiden tersebut.

Ia mengatakan pihaknya akan segera melakukan konsolidasi secara internal setelah kejadian itu guna mencegah kejadian serupa muncul lagi.

"Ke depan perlu meningkatkan komunikasi pihak universitas dengan alumni untuk melaksanakan kegiatan di dalam kampus sehingga kegiatan terkoordinir antara ikatan alumni dengan kampus sebagai almamaternya," sebut Aras.

Lebih lanjut ia menegaskan, secara organisatoris, para alumni menggunakan nama tempat mereka bekerja, tidak lagi membawa nama almamater.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved