Bus Malam Ini Lebih Mewah dari Pesawat, Lihat Kemewahan Kabinnya, Bikin Takjub
Dek atas dinamai “Executive Class” berkapasitas 38 kursi, sedangkan dek bawah “Elegant Class” berkapasitas 6 kursi.
TRIBUNJAKARTA.COM- Jangan remehkan bus Antar Kota Antar Propinsi alias AKAP. Sebab, di awal-awal masa kemerdekaan dulu, bus-bus inilah yang berjasa mengantarkan warga dari satu daerah ke daerah lain.
Setidaknya, itulah sisi historis yang diungkapkan Angga Vircanza Chairul, Direktur Utama PT. NPM (Naikilah Perusahaan Minang), sebuah perusahaan pengelola bus yang telah berdiri sejak 1937.
Baca: Mudik 2018, Potensi Masalah di Gerbang Tol Lebih Beresiko Karena Elektronik
“Masa jaya transportasi bus itu terjadi tahun 1990-an,” ungkap Angga. Kala itu bus merupakan pilihan utama masyarakat Indonesia. Maklum, tiket busjauh lebih murah ketimbang pesawat terbang.
Kondisi berubah selepas 2001, saat leasing pesawat makin murah serta izin pendirian maskapai dan pembukaan rute terbuka lebar.
Ditambah lagi hadirnya Low Cost Carrier (LCC) atau penerbangan bertarif rendah, bus mulai terpinggirkan. Penumpang perlahan-lahan mulai beralih menggunakan pesawat atau kereta api.
Baca: Mengenang Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel Lewat Perang Enam Hari yang Berdarah-darah
Apa boleh buat, transportasi bus memang memiliki kelemahan waktu tempuh yang lebih lama. Hal itu diakui Kurnia Lesani Adrian atau Sani, Direktur Utama PT. San Putra Sejahtera dan PT. Putera Mulya Sejahtera.
Bandingkan saja, rute Jakarta-Yogyakarta menggunakan bus bisa mencapai waktu tempuh 8-10 jam, tergantung dari kondisi jalan raya. Sementara pesawat, cukup 1 jam saja.
Kendati begitu, pertimbangan waktu tempuh dan harga masih bisa diperdebatkan di mata Sani. Contoh, rute Jakarta-Yogyakarta dengan pesawat, harga tiketnya Rp450 ribu. Sedangkan tiket bus eksekutif dengan rute yang sama dihargai Rp 200 ribuan.
Dengan pesawat, kita harus pergi ke bandara setidaknya tiga jam sebelumnya berangkat dari rumah. Karena kita wajib check in sejam sebelum take off. Kita bayar taksi ke bandara minimal Rp 70 ribu ditambah tol segala macam.

Belum ditambah nanti transportasi setelah sampai, apalagi kalau tujuannya cukup jauh dari bandara. “Katakanlah Rp 70 ribu lagi untuk taksi, coba saja hitung perbandingan waktu tempuh dan harga yang harus dibayar,” tutur Sani.
Apalagi, bila tujuannya bukan di kota dekat dengan bandara, misalnya ke Kabupaten atau daerah pinggiran. “Apa tidak lebih efektif dengan naik bus?” lanjut dia.
Selain itu, menurut Sani, ada ancaman lain yang tak kalah serius. “Bus juga tergerus mobil travel,” ujar Sani. Pertumbuhannya sangat drastis. Contoh, untuk rute Jakarta-Cirebon dan JakartaKuningan, ada 170 armada mobil travel yang beroperasi.
Mirisnya, armada tersebut tidak berplat kuning, artinya bukanlah transportasi umum. Setelah kereta api dan pesawat, mobil travel ini menggerus hampir 50% pangsa pasar bus AKAP.
Fasilitas serba wah
Soal kenyamanan, Sani berani bersaing dengan pesawat ataupun kereta. Apalagi, saat ini banyak Perusahaan Otobus (PO) sudah mulai memerhatikan kenyamanan dan fasilitas armada busnya. Putra Mulya, misalnya.