Begini Kisah Keturunan Sultan dari Madura yang Mendirikan Gereja Kristen Jawi Wetan di Jombang

Bahkan kalau ditelusur ke belakang, sambung Gardi, salah satu putra Pangeran Cokrokusumo, R Paing Wiryoguna adalah pendiri gereja tertua di Jawa

Editor: Erik Sinaga
Sutono
Sultan Hamid dari Bangkalan, keturunan ke-4 Pangeran Cokrokusumo, memainkan organ saat acara Halal Bihalal dan Reuni Akbar Keluarga Besar Cokrokusumo. 

Paing lantas bertemu dengan Sunan Kuning atau tuan Coolen pemilik persil Ngoro, Mojokerto. Setelah mendengar penjelasan dari tuan Coolen tentang ilmu baru itu, yang disebut Ngelmu Srani (agama Nasrani), Paing Wiryoguno mencari J Emde di Surabaya agar dia dan kerabat diperbolehkan menerima ilmu baru itu.

Paing Wiryoguno beserta sanak saudaranya akhirnya bisa menerima ilmu baru tersebut, dan dibaptis pada 13 April 1844 oleh Pdt van Meyer. Dalam permandian kudus ini, sambung Gardi, mereka diberi tambahan nama Kristen.

"Wiryoguno diberi nama Karolus, ibunya diberi nama Dorkas. Mertua laki-laki nama Sesar, kakak perempuannya nama Tabitah, adik-adiknya diberi nama Simson, Paulinah dan Elisa," imbuh Gardi.

Setelah itu dia menyampaikan keinginannya kepada Emde untuk menemui tuan Residen dan mengajukan permohonan izin membuka Hutan Keracil, wilayah Wirosobo (Mojoagung) dan , Japan (Mojokerto).

Singkatnya, babat hutan pun dilakukan dibantu Ditotruno dan Pak Kunto. Setelah hutan dibuka, bagian tanah selatan disebut Mojowarno untuk Ditotruno dan kawan-kawan, bagian sebelah utara disebut Mojowangi untuk Pak Eliasar Kunto, sedang Karolus membuka hutan baru sebelah timur sungai Jiken dan diberi nama Mojoroto.

Begitulah, sehingga pada tahun 1848 berdiri tiga desa di atas hutan Keracil yaitu Mojowarno, Mojowangi dan Mojoroto. Pola kehidupan masyarakat saat itu masih sederhana dan belum terpengaruh budaya asing.

Budaya tolong-menolong (gotong-royong) dan rasa persaudaraan yang erat menciptakan suasana yang damai dan sejahtera. Kehidupan inilah yang dicita-citakan oleh ayah Karolus, yakni Pangeran Cokrokusumo semasa hidupnya.

Karolus mengembangan desa-desa ini menjadi 63 desa. Selanjutnya dilanjutkan anaknya, Bau Aris ke 2 dengan tambahan 8 desa lagi di area pegunungan Wonosalam. Komunitas ini ternyata menjadi cikal bakal berdirinya desa Kristen di Jawa Timur.

Karena beberapa keluarga menyebar membuka hutan mendirikan desa baru dan dihuni oleh sesama keluarga atau kerabatnya. Mereka juga mendirikan gedung gereja untuk kehidupan rohaninya.

"Pada 11 Desember 1931 di Mojowarno, komunitas-komunitas Kristen di Jawa Timur ini menyatukan diri dalam wadah yang disebut 'Pasamuan Kristen Jawi ing Jawi Wetan' yang lalu jadi Greja Kristen Jawi Wetan," timpal Sultan Hamid, keturunan Cokrokusmo ke-4, yang hadir dari Bangkalan dalam halal bi halal.

Jadi, sambung Sultan Hamid, para pendiri GKJW tidak dipungkiri adalah para keturunan, kerabat dan teman-teman dekat para perintis desa-desa Kristen ini.

Dalam kepemimpinan Karolus, siapapun yang ikut babat hutan akan menikmati dan ikut menghuni desa yang dibabat tanpa memandang agamanya. Terbukti warga desa yang dipimpinnya beragam iman dan asal usulnya. (Sutono)

 Artikel ini telah tayang di suryamalang.com dengan judul Riwayat Cucu Sultan dari Madura Menegakkan Gereja Kristen Jawi Wetan, 1843 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved