PLN Kesulitan Sambung Listrik di Perumahan Aruba Depok Gara-gara Persoalan Label
Sementara PLN selaku pengelola listrik negara hanya berwenang di kabel yang berada di atas atau disebut saluran udara tegangan rendah (SUTR).
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN MAS MAS - Humas PLN area Depok Setiyo Budiono mengatakan terdapat perbedaan status hukum dalam kabel yang digunakan untuk mengaliri listrik di perumahan Aruba.
Pengembang Aruba menggunakan saluran kabel tegangan rendah (SKTR) yang berada di bawah tanah hasil investasi yang tidak menggunakan uang negara.
Sementara PLN selaku pengelola listrik negara hanya berwenang di kabel yang berada di atas atau disebut saluran udara tegangan rendah (SUTR).
"Kalau yang di atas kan milik PLN, kalau di bawah ini secara hukum masih aset mereka. Kita mau mengaliri listrik gimana kalau enggak lewat kabel. Kabelnya milik pengembang, ada case khusus ini," kata Budiono di Pancoran Mas, Depok, Selasa (25/9/2018).
Karena merupakan aset pengembang, Budiono mengatakan PLN harus berkoordinasi dengan pihak pengembang perumahan untuk menyambungkan listrik.

Menurutnya Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Depok berperan dalam menyelesaikan masalah pemutusan aliran listrik yang berlangsung sejak Rabu (12/9/2018) lalu.
"Nah ini bagian aset Pemda dan sudah mulai bicara. Nanti bagian aset Pemda dan perizinan memanggil juga. Dalam hal ini bu Nina (Kadis DPPKA) sudah memanggil pengembang," ujarnya.
Penggunaan SKTR sendiri merupakan hal lumrah bagi perumahan elit seperti Aruba yang mementingkan estetika.
Pasalnya SUTR dianggap yang menjuntai di atas udara dianggap merusak keindahan perumahan warga elit.
Dampaknya, PLN harus selalu berkoordinasi dengan pihak pengembang perumahan yang memilih menggunakan SKTR.
"Kalau di atas murni milik PLN karena yang bangun PLN. Kalau yang di bawah namanya kerja sama operasional, dia yang bangun PLN yang mengaliri listrik. Jadi setiap ada problem perlu komunikasi lagi," jelasnya.
Sebagai informasi, pengembang perumahan Aruba memutus aliran listrik tujuh rumah warga dengan alasan mereka menunggak pembayaran pengelolaan Lingkungan (IPL).
Mereka menolak membayar IPL karena kenaikan biaya yang dinilai tidak wajar, yakni dari Rp 200 ribu menjadi Rp sekira 1 juta pada tahun 2017 lalu.
Selain tak mendapat akses listrik, warga juga kesulitan air bersih karena masih menggunakan mesin pompa air.