Datangi Kantor DPRD, Guru Honorer Depok Ikut Aksi Mogok Nasional

Dalam UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga tak disebut tenaga honorer dan hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Istimewa
Sejumlah guru honorer di Kabupaten Garut menggelar aksi unjuk rasa, Sabtu (15/9/2018). Aksi mogok mengajar dan unjuk rasa akan kembali dilakukan selama dua hari pada 17-18 September. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, SUKMAJAYA - Puluhan guru honorer di Depok mendatangi kantor DPRD Depok guna menyatakan bahwa mereka turut andil dalam aksi mogok nasional yang berlangsung hingga Rabu (31/10) mendatang.

Sekjen Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kota Depok M. Nur Rambe mengatakan aksi bertujuan menuntut pemerintah mencabut Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 36 tahun 2018.

Yakni tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2018.

"Permasalahan yang menjadi krusial itu kan Permenpan-RB No 36 tahun 2018. Kami menganggap itu cacat hukum. Nah itu kita minta dicabut, kalau enggak bisa dicabut kita ajukan judical review," kata Rambe di kantor DPRD Depok, Senin (15/10/2018).

Rambe menyebut peraturan itu cacat hukum karena tenaga honorer seharusnya sudah tak ada setelah Peraturan Pemerintah No 56 tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berakhir di tahun 2014.

Dalam UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga tak disebut tenaga honorer dan hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

"Ini alasan kuat kami minta Presiden untuk mencabut Permenpan-RB. Masa sudah empat tahun berjalan PP-nya tidak ada, enggak bisa berjalan kan. Ibaratnya ada lokomotif, tapi relnya enggak ada," ujarnya.

Rambe mempertanyakan alasan pemerintah mengatur tenaga honorer kategori 2 (K2) dalam Permenpan-RB No 36 tahun 2018.

Menurutnya, batas usia maksimal 35 tahun, dengan masa pengabdian minimal 10 tahun dan menyandang gelar S1 sebelum tahun 2013 tak masuk akal.

Dia juga menilai adanya manipulasi data dalam selesai CPNS di tahun 2013 sebelum Presiden Joko Widodo memutuskan adanya moratorium CPNS.

Simpan Sabu di Casing HP dan Sepatu, Pengecer Kelas Teri di Cilincing Dicokok

PKL yang Tak Dapat Kios di Skybridge akan Ditempatkan di Blok F Pasar Tanah Abang

Jubir Prabowo-Sandi Akan Diperiksa Soal Kebohongan Ratna Sarumpaet

"Kalaupun ada, ketika mereka usia empat tahun mereka sudah SD. Atau S1 nya baru usia 18 tahun, mungkin enggak? Enggak mungkin, jadi kita curiga. Kalau kita hitung jatuhnya 36 tahun. Jadi kita minta kepada Presiden supaya UU ASN dicabut, ganti saja dengan Perpu," tuturnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved