Banjir Jadi Masalah Baru Kampung Cibatu Sejak Terkepung Proyek Meikarta
Masalah baru yang kerap muncul imbas adanya pembangunan proyek Meikarta yakni bajir yang setiap tahun melanda perkampungan mungil itu
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, CIKARANG SELATAN - Kampung Cibatu, RT 11, RW 05, Desa Cibatu, Kecamatan Cikarang Selatan merupakan perkampungan yang tersisa ditengah pembangunan Proyek Meikarta.
Ada sedikitnya 11 keluarga dengan 12 rumah yang memilih untuk tetap bertahan meski disekelilingnya telah diproyeksikan pembangunan proyek properti milik Lippo Grup.
Masalah baru yang kerap muncul imbas adanya pembangunan proyek Meikarta yakni bajir yang setiap tahun melanda perkampungan mungil itu.
Heri Sugianto salah satu warga yang rumahnya sering terdampak banjir mengaku, awal tahun 2018, rumahnya sempat terendam banjir setinggi pingang orang dewasa.
"Musim hujan Januari kemarin kerendam, padahal dulu daerah sini enggak pernah banjir baru-baru ada proyek (Meikarta) aja jadi banjir," kata Heri kepada TribunJakarta.com, Kamis (18/10/2018).
Banjir sendiri kata dia disebabkan karena perkampungan tempat tinggalnya kini menjadi daerah aliran air dari kawasan Lippp Cikarang.
Selain itu, gorong-gorong yang mengarah ke daerah proyek juga disebut-sebut terlalu sempit hingga air sulit mengalir.
"Mereka kan lagi ada proyek, jadi air giamana caranya jangan sampai ngalir terlalu banyak ke daerah proyek akhirnya kebuangnya ke daerah sini," jelas dia.
• Kepala SMP 127 Kebon Jeruk Mengaku Tak Mengetahui Status Caleg MA
• Gerindra Minta Kubu Jokowi-Maruf Tak Baper Soal Isu PKI, NasDem: Ini Pembunuhan Karakter
Warga juga sempat meminta agar penyelegara proyek lebih memperhatikan keberadaan warga Kampung Cibatu, RT 11, RW 05 yang masih tersisa. Namun berulang kali pihak penyelengara melihat kondisi perkampungan tidak ada tindakan yang signifikan dilakukan untuk mengatasi masalah banjir.
"Mereka udah kesini, nanya-nanya warga tapi enggak ada tindakan, makanya kita kalo udah mau masuk musim hujan udah khawatir takut kebajiran," jelas dia.
Dia menambahkan, alasan utama warga kampung Cibatu yang memilih menetap bukan karena tidak ingin lahannya dibeli pihak pengembang. Melainkan mereka masih menilai harga jual yang sampai ke warga terlalu rendah.
"Kita bukannya enggak mau jual, cuma kadang jual tanah disini terlalu banyak perantaranya, harga jual misal Rp 8 juta permeter tapi sampai ke kita paling cuma setengahya, itu warga banyak yang gak mau," jelas dia.