Butuh Waktu 8 Tahun, Kawasan Tanah Abang Bakal Ditata Seperti di SCBD
"Konsepnya kan nanti di sana itu jadi kawasan berbasis TOD juga. Nanti selain jalur kereta, di situ ada jalur LRT juga yang melintas di Tanah Abang."
Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menata kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ada tiga fase penataan Tanah Abang yang telah direncanakan Pemprov DKI, yaitu penataan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Pemprov DKI telah menjalankan dua fase penataan tersebut.
Ujungnya, dalam jangka panjang, Tanah Abang akan ditata seperti kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) di Jakarta Selatan.
Sebelum penataan jangka panjang, berikut penataan yang dilakukan Pemprov DKI untuk mewujudkan Sentra Primer Tanah Abang.
Jalan Jatibaru Raya ditutup

Pemprov DKI Jakarta memulai penataan jangka pendek kawasan Tanah Abang dengan menutup Jalan Jatibaru Raya sejak 22 Desember 2017.
Pemprov DKI mengalihfungsikan satu jalur Jalan Jatibaru Raya untuk tenda-tenda pedagang kaki lima (PKL). PKL berdagang di jalan itu pukul 08.00 sampai 18.00 WIB setiap hari.
Lebih kurang 400 PKL yang biasa berdagang di trotoar dekat Stasiun Tanah Abang diperbolehkan berjualan di ruas jalan tersebut. Sementara satu jalur jalan lainnya digunakan untuk transjakarta.
Penataan jangka pendek ini menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Mereka menilai, penataan jangka pendek yang dilakukan Pemprov DKI berdampak terhadap pengaturan lalu lintas di kawasan tersebut.
Ditlantas Polda Metro Jaya meminta Pemprov DKI mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya, termasuk fungsi trotoar yang digunakan sebagai tempat berdagang PKL.
Penataan jangka pendek Tanah Abang juga memunculkan adanya tindakan malaadministrasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan empat tindakan malaadministrasi.
Salah satunya, alih fungsi Jalan Jatibaru Raya telah melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.