Tasawuf Underground, Cara Lain Merangkul Anak Jalanan dan Punk

Kerisauan Halim Ambiya (45) melihat minimnya pendidikan agama terhadap anak-anak punk dan jalanan membuatnya tergerak untuk turun tangan.

TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Halim Ambiya (45) sedang berceramah di depan anak-anak punk dan jalanan dalam Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/3/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET – Kerisauan Halim Ambiya (45) melihat minimnya pendidikan agama terhadap anak-anak punk dan jalanan membuatnya tergerak untuk turun tangan.

Ia pun mendirikan Komunitas Tasawuf Underground pada 2012 lalu.

Namun, komunitas ini awalnya hanya bergerak di media sosial Facebook dan Instagram.

“Saya memposting kalimat-kalimat hikmat, ajaran-ajaran Islam tentang tasawuf, ilmu batin dan syariat,” kata Halim saat ditemui TribunJakarta.com di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/3/2019).

Halim melihat respons pengikutnya di media sosial cukup banyak.

Akan tetapi, ia merasa saat itu orang-orang belajar agama secara sembunyi-sembunyi.

“Mereka baca postingan saya di bus, mobil, kantor, dan sebagainya. Hal-hal yang tidak bisa mereka dapatkan dengan mudah di pesantren atau sekolah, karena kebanyakan memang dari Kitab Kuning,” ujarnya.

Dari situlah ia memahami bahwa pendidikan agama tidak bisa kalau hanya didekati dari dunia maya.

Sebab, menurutnya, pendidikan agama di dunia maya menjadi tidak terjangkau, terlalu melangit, dan tidak membumi.

Halim Ambiya (45) sedang berceramah di depan anak-anak punk dan jalanan dalam Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/3/2019).
Halim Ambiya (45) sedang berceramah di depan anak-anak punk dan jalanan dalam Tasawuf Underground di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/3/2019). (TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)

Maka sejak tiga tahun lalu, Halim dibantu rekan-rekannya di komunitas memutuskan untuk terjun langsung menjangkau anak punk dan jalanan.

Awalnya bukan di kolong jembatan layang Tebet, tapi di bilangan Ciputat, Tangerang Selatan.

“Ternyata ketika saya masuk ke mereka tidak butuh energi besar, kalau caranya benar. Caranya yaitu persahabatan. Di situ lahir berbagi ilmu, berkah, berbagi pekerjaan,” tutur Halim yang merupakan dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

“Tidak bisa mereka didekati dengan nasihat biasa, harus disentuh secara pribadi. Jadi, persahabatan itu kunci utama. Akhirnya mereka yang meminta saya untuk mengajarkan mengaji dan salat.”

Ia menjelaskan, saat ini terdapat 45 anak punk dan jalanan yang rutin mengikutin kegiatan Tasawuf Underground di Tebet.

Mereka tidak hanya diajarkan shalat, mengaji, dan hadits, tetapi juga dibekali ilmu keterampilan seperti menyablon, desain grafis, serta bermain musik.

Halim berharap anggapan negatif di masyarakat tentang anak punk dan jalanan dapat hilang.

“Lihat tampilannya berbeda, bertato, sudah dicurigai mencuri sandal. Padahal mereka hanya datang untuk merasakan bagaimana kesejukan masjid,” katanya.

Polisi Sebut Pembunuhan Anak Punk di Pamulang Sudah Direncanakan

Pelatih Persela Lamongan Juluki Saddil Ramdani Ali Topan Anak Jalanan

“Tapi orang-orang di masjid, yang konon dianggap suci, menganggap mereka sampah. Padahal itu tugas masjid untuk merangkul mereka. Masjid harus menjemput bola.”

Kegiatan Tasawuf Underground di kolong jembatan Layang Tebet berlangsung setiap Jumat dan Sabtu pada pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved