Pilpres 2019
Berhenti Dukung Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean Singgung Buzzer Setan Gundul
Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menyatakan berhenti mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
TRIBUNJAKARTA.COM - Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menyatakan berhenti mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Awalnya, Ferdinand Hutahaean menyampaikan pernyataan tersebut melalui akun Twitternya.
Ferdinand Hutahaean menyatakan berhenti mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Alasannya, karena Ani Yudhoyono, istri Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono dirundung di media sosial.
Ini isi tulisan Ferdinand, pada Minggu (19/5/2019).
"Pagi ini, sy menemukan bullyan yg sgt tdk berperi kemanusiaan dr buzzer setan gundul yg mengolok Ibunda Ani yg sedang sakit."
"Sikap itu sangat BRUTAL."
"Atas perilaku brutal buzzer setan gundul itu, saya FERDINAND HUTAHAEAN, saat ini menyatakan BERHENTI MENDUKUNG PRABOWO SANDI."
Dia tidak terima Ani Yudhoyono diserang oleh para pendukung Prabowo-Sandiaga di media sosial.
Ani disebut tidak benar-benar sakit.
Ferdinand mengaku juga akan mengusulkan kepada partai untuk keluar dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
"Ya itu sikap saya resmi dan saya akan minta partai besok juga untuk keluar dan mundur."
"Tapi apakah akan disetujui, saya tidak tahu."
"Tapi saya serius akan melawan penghinaan besar kepada Ibu Ani secara politik, tidak bisa dibiarkan," ujar dia.
• Catatan Menarik Persib vs Persipura, Aksi Robert Rene Alberts Seusai Laga dan Tercapainya Harapan
• IPW Nilai Imbauan Polri Terkait 22 Mei Bukan untuk Menakuti-nakuti Masyarakat
• Kronologi Bangunan SD Timpa Warung di Pasar Baru, Sempat Dikira Gempa Bumi
• Unggul di Sulsel, Saksi BPN Prabowo-Sandiaga Tolak Tanda Tangan Rekapitulasi Suara
Ferdinand mengatakan, selama ini, Partai Demokrat kerap diserang karena sikap politiknya.
Dia mengaku tidak pernah mempermasalahkan serangan-serangan itu.
Namun menyerang Ani Yudhoyono yang sedang dalam keadaan sakit menurut dia tidak bisa ditoleransi.
"Kalau sudah masuk ke ranah kemanusiaan, tidak bisa ditolerir," kata Ferdinand.
Heboh Soal Pernyataan Andi Arief, Ferdinand Hutahaean Singgung Kemenangan SBY Tahun 2009 di Jawa
Pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Andi Arief melalui akun Twitternya soal 'setan gundul' jadi sorotan.
Andi Arief menyinggung 'setan gundul' dalam kicauannya saat membahas soal suara pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dalam kicauannya itu, Andi Arief tak menjelaskan secara detail soal 'setan gundul' yang dimaksudnya.
Pada awalnya, Andi Arief membahas tentang adanya kabar bahwa Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang dengan perolehan 62 persen suara.
"Partai Demokrat ingin menyelamatkan Pak Prabowo dari perangkap sesat yang memasok angka kemenangan 62 persen," tulis Andi Arief, Minggu (5/5/2019).
Andi Arief lantas menjelaskan bahwa koalisi adil makmur terdiri dari Partai Gerindra, PAN, PKS, Partai Berkarya, dan rakyat.
Namun, menurut Andi Arief, seiring berjalan waktu muncul suatu kelompok yang ia sebu dengan 'setan gundul'.
"Dalam koalisi adil makmur ada Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Berkarya, dan rakyat. Dalam perjalanannya muncul elemen setan gundul yang tidak rasional, mendominasi dan cilakanya Pak Prabowo mensubordinasikan dirinya. Setan Gundul ini yang memasok kesesatan menang 62 persen," tulis Andi Arief.
"Partai Demokrat hanya ingin melanjutkan koalisi dengan Gerindra, PAN, PKS, Berkarya dan Rakyat. jika Pak Prabowo lebih memilih mensubordinasikan koalisi dengan kelompok setan gundul, Partai Demokrat akan memilih jalan sendiri yg tidak hianati rakyat," tambahnya.

Pernyataan Andi Arief itu lantas mendapat tanggapan dari kader Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Dikutip dari Kompas.com, Ferdinand Hutahaean menjelaskan bahwa partainya tidak pernah membuat survei yang menyatakan Prabowo Subianto-Sandiaga Unpo menang 62 persen.
Ferdinand Huatahaean menyebut dalam survei internal memang muncul angka 62 persen.
Namun, kata dia, angka tersebut merupakan jumlah dukungan kader Partai Demokrat yang saat iut ingin berkoalisi dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Memang 62 persen kader kami menginginkan koalisi dengan Pak Prabowo dan sisanya menginginkan berkoalisi dengan Pak Jokowi," kata Ferdinand saat ditemui di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2019) seperti dilansir TribunJakarta dari Kompas.com.
• Enam Lapak Pemulung Dibakar di Pasar Minggu, Pelaku Melarikan Diri
• Sejarah Kawasan Condet Identik dengan Toko Minyak Wangi
• Akui Debat Panjang dengan Pimpinan KPK soal Teror, Pesan Najwa Shihab Disambut Tepuk Tangan Penonton
Lebih lanjut ia mengatakan, survei tersebut dilakukan pada bulan Agustus 2018 lalu.
Survei tersebut dilakukan guna menentukan sikap politik Partai Demokrat pada Pilpres 2019.
Hasilnya, 62 persen kader Partai Demokrat ingin merapat ke Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hal itu lah yang mendasari dukungan Partai Demokrat kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Itu faktanya, bukan angka survei seolah-olah Pak Prabowo akan menang 62 persen. Itu harus diluruskan," ucap Ferdinand Hutahaean.
Mengenai adanya pernyataan 'setan gundul', Ferdinand Hutahaean mengaku telah berkomunikasi dengan Andi Arief.
Kepada Ferdinand Hutahaean, Andi Arief pun menyebut bahwa sangat tidak mungkin Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di angka 62 persen.
"Logikanya kalau Pak Prabowo kalah di beberapa provinsi di Jawa, Jogja, Jateng dan Jatim, saya belum tahu pastinya tapi infonya seperti itu, maka akan sangat tidak mungkin Pak Prabowo menang di angka 62 persen," terang Ferdinand Hutahaean.
"Karena 2009 SBY menang di Jawa saja hanya 60 persen. Menurut Andi Arief logikanya tidak masuk," sambungnya.
• Enam Lapak Pemulung Dibakar di Pasar Minggu, Pelaku Melarikan Diri
• KPK Disebut Cuma Mengandalkan Penyadapan dan OTT Berantas Korupsi
• Pertanyaan Berkumur dan Menyikat Gigi Apakah Membatalkan Puasa? Begini Penjelasannya
• Buka Puasa Pertama, Kapolresta Tangerang Ngeliwet Bareng Ratusan Santri
• Simak, Niat dan Tata Cara Salat Tarawih Berjamaah maupun Sendiri
Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid meminta Andi Arief menjelaskan soal kelompok tertentu yang disebut memberikan informasi sesat ke calon presiden nomor urut 02.
"Nah yang jadi masalah koalisi setan gundul itu koalisi yang mana? Kita gak tahu, beliau (Andi Arief) yang harusnya menjelaskan," ujar Hidayat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Menurut Hidayat, survei internal Demokrat justru pernah menyebut perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mencapai 62 persen.
"Tentang 62 persen itu juga publik sudah membaca bahwa di internal Demokrat l, survei mereka menyebutkan bahwa Prabowo menang dengan 62 persen. Nah bagaimana itu?" ujar Hidayat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2019).

"Jadi justru publik mendapatkan bacaan berita beberapa hari lalu bahwa survei internal Demokrat, Prabowo menang 62 persen," ucapnya.
Hidayat Nur Wahid berharap Andi Arief menjelaskan secara spesifik mengenai kelompok tertentu yang disebutnya sebagai 'setan gundul'.
Di sisi lain, Hidayat menilai persoalan angka klaim kemenangan sebesar 62 persen itu dibicarakan di internal koalisi.
Dengan begitu, angka 62 persen dapat diklarifikasi penghitungannya.
• Buka Puasa Pertama, Kapolresta Tangerang Ngeliwet Bareng Ratusan Santri
• Sepanjang Ramadan, Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta Bisa Dapat Takjil Gratis
• Andre Taulany Heboh Jadi Omongan, Temon Singgung Beban Komedian: Benar-benar Harus Jenius
"Menurut saya sekali lagi dalam konteks berkoalisi lebih arif kalau kemudian masalah-masalah yang kontroversial itu selesaikan di dalam," kata Hidayat.
"Klarifikasi ke dalam, pasti sesungguhnya permasalahannya dari mana angka 62 persen dan sebagainya. Supaya kemudian ketika tampil di publik itu yang dihadirkan adalah sesuatu yang solutif dan tidak menambah polemik," ucap politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ferdinand Hutahaean: Saya Berhenti Mendukung Prabowo-Sandiaga"
(TribunJakarta/Kompas.com)