Rebut Kursi DPRD Tangsel, Jurus Sukses Caleg 22 Tahun dari Rutin ke Pengajian hingga Gaet Emak-emak
Kontestasi pileg 2019 bisa dikatakan yang tersulit selama Pemilu berlangsug di Indonesia
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNKAKARTA.COM, TANGERANG SELATAN - Kontestasi pileg 2019 bisa dikatakan yang tersulit selama Pemilu berlangsu di Indonesia. Hal itu karena pada tahun ini pemilihan legislatif dan ekaekutif dilakukan secara bersamaan.
Konsentrasi caleg terpecah, terlebih masyarakat lebih mengutamakan sorotan kepada dua kandidat pilpres.
Namun Syauqi Farhan Mawali memiliki caranya sendiri agar bisa terpilih menjadi anggota DPRD Tangsel periode 2019-2024.
Pria yang baru berusia 22 tahun itu terpilih mendapatkan suara ke-3 terbesar di dapilnya, Pondok Aren.
Syauqi sangat sadar kondisi Pondok Aren yang ramai kegiatan keagamaan khususnya Islam.
Dari situ, sejak sebelum kontestasi dimulai, ia sudah rajin hadir di pengajian-pengajian dalam rangka mengenalkan diri sekaligus menyerap aspirasi dari masyarakat.
• Hari ini, 2,19 Persen PNS DKI Mulai Cuti Jelang Lebaran
• Warungnya Dibakar Saat Rusuh 21-22 Mei 2019, Ismail Melapor ke Komnas HAM
• Pertamina Siapkan Antisipasi Ketika Rekayasa Lalu Lintas One Way di Jalur Mudik
• Penyedia Jasa Tukar Uang di Tanjung Priok Akui Tahun Ini Sepi Peminat
"Karena di Pondok Aren ini banyak pengajian dan pesantren," ujar Syauqi di Pondok Aren.
Pengajian yang dihadiri juga tidak hanya pengajian bapak-bapak, tapi juga pengajian ibu-ibu.
Dari banyak pertemuan di pengajian itu, warga Pondok Aren mulai mengenal dirinya.
"Perjuangan saya menang langsung, tektok kepada masyarakat, khususnya emak-emak. Saya ini ratusan pengajian sudah saya lewati," ujarnya.
Dari hasil jerih payahnya turun menemui konstituen, Syauqi berhasil meraih hati warga Pondok Aren sampai mau memilihnya.
Sebagai caleg termuda, ia tidak segan berhadapan dengan seniornya dalam hal berkontestasi.
Alih-alih menyebutnya sebagai lawan, anak Kiai Pesantren Multimedia Almuqriyah itu lebih senang menyebut seniornya sebagai guru.
"Mereka itu kan guru-guru saya juga," ujarnya.
