Hanya Mendengar dari Media, Zaadit Mengaku Belum Pernah ke Asmat
Dalam acara yang juga dihadiri Ketua BEM lima kampus lain, Zaadit mengakui dirinya tidak pernah ke Asmat, hanya membaca dan mendengar dari media.
Hanya saja, Rachmawan menyampaikan, diperlukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi persoalan kasus gizi buruk di Asmat. Di sana, akses layanan kesehatan sangat terbatas. Moda transportasi yang ada juga membuat warga sulit menjangkau layanan kesehatan.
"Dari 23 distrik, hanya ada 16 distrik yang memiliki puskesmas. Dari 16, baru Lima puskesmas yang memiliki tenaga dokter," bebernya.
Persoalan lain yang dipetakan oleh tim UGM, lanjutnya, yakni kondisi tempat tinggal warga Asmat yang mayoritas berada di daerah rawa. Selain itu, warga juga menggunakan sumber air minum dari air hujan sehingga menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup memprihatinkan.

Rachmawan mengungkapkan, UGM Yogyakarta juga akan mengirimkan mahasiswanya dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) beserta tim gabungan lain ke Kecamatan Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Program ini akan diberangkatkan pada akhir Maret nanti.
KKN yang dikirimkan ini sekaligus menindaklanjuti misi awal tim DERU UGM pada 23 Januari hingga 29 Januari 2018 lalu.
Salah satu anggota tim medis DERU UGM, Hendro Wartatmo, menuturkan, anak-anak yang menjadi korban meninggal akibat campak disebabkan menderita kurang gizi.
"Kurang gizi menyebabkan infeksi campak dan infeksi lain sebab saat kurang gizi akan menurunkan daya tahan tubuh," ujar Hendro.
Kasus kurang gizi bukan hanya terjadi dalam 2-3 minggu, melainkan bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan banyak korban.
Mengatasi kasus gizi buruk tidak bisa dilakukan dengan program pemenuhan logistik semata, tetapi ditindaklanjuti dengan program selanjutnya, dari sisi layanan kesehatan, infrastruktur, dan sosial budaya masyarakatnya. (TRIBUN MEDAN)