Warga Tasikmalaya Jadi Anggota MCA, Polda Jabar Ungkap Pembagian Tugas Saat Sebarkan Hoaks

Kelompok itu anggotanya dikenal sebagai penyebar informasi bohong di media sosial alias hoax.

TRIBUN JABAR/MEGA NUGRAHA
Direskrimum Polda Jabar, Kombes Umar Surya Fana di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung, Kamis (1/3/2018). 

TRIBUNJAKARTA.COM, BANDUNG - Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Umar Surya Fana menyatakan Fuad Sidiq, warga Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya adalah anggota Muslim Cyber Army (MCA).

Kelompok itu anggotanya dikenal sebagai penyebar informasi bohong di media sosial alias hoax.

Fuad lewat akun Facebooknya menyebarkan informasi bahwa orang gila membawa senjata tajam membuat gaduh di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya ke grup Facebook United MCA.

Baca: Marbot Masjid Peragakan Adegan Rekayasa Seolah Dianiaya, Ternyata Motifnya Ini

Padahal, kejadian itu tidak pernah ada.

"Berdasarkan ‎pengembangan, profiling dia merupakan anggota MCA meski pakai United MCA. United MCA terverifikasi sebagai bagian dari MCA, lebih tepatnya underbouw MCA," ujar Umar di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta Bandung, Kamis (1/3/2018).

Pantauan Tribun Jabar, United MCA adalah grup tertutup dan khusus, sehingga butuh verifikasi untuk bisa menjadi member di dalamnya.

Dalam organisasi itu terdapat sejumlah pembagian tugas.

Ada pencari foto dan berita hingga sniper.

Fuad berperan sebagai sniper atau pengumpan foto.

"Sebagai pengumpan foto, dia akan mem-feeding foto dan berita yang ia terima ke inti MCA atau United MCA. Nanti, inti MCA itu yang akan mengkolaborasi apakah konten itu layak diviralkan atau tidak. Adapun empat orang anggota MCA yang ditangkap Bareskrim Mabes Polri bertugas untuk memastikan konten yang diumpan sniper ini layak disebar atau tidak," kata Umar.

Baca: Polda Jabar Tahan 13 Tersangka Gara-gara Sebarkan Berita Hoaks Ulama Dianiaya

Ia mengatakan peran sniper di Jabar cukup banyak.

Fuad salah satunya, mengaku mendapat foto tersebut setelah mencari di internet kemudian dikemas seolah-olah orang gila membuat gaduh di pesantren.

Padahal faktanya, polisi mengamankan orang gila di jalanan, dimandikan kemudian diserahkan ke Dinas Sosial dan sama sekali tidak berkaitan dengan pesantren.

"Seperti yang dibilang Pak Kapolda Jabar bahwa ada 21 kasus hoax dan dua fakta yang ditangani dan tersangkanya ditahan. Yang hoax itulah yang dikerjakan para sniper. Mereka punya karakter yang berbeda-beda dalam menyebar, ada yang menyebar konten informasi hoax da SARA ada juga yang hanya menyebar ‎informasi hoax saja," ujar Umar.

Lantas, berapa dan apa keuntungan yang didapat para sniper ini, polisi belum mendapat pengakuan dari Fuad maupun sniper lainnya.

Tara Arsih, dosen di Yogyakarta yang ditangkap polisi karena menyebar informasi hoax muazin di Majalengka dibunuh orang gila juga berperan sebagai sniper.

"Belum ada pengakuan dari tersangka. Tapi yang jelas, anggota MCA ini beda dengan kelompok Saracen yang dapat‎ uang dan order menyebar hoax. Anggota MCA ini belum nampak," kata Umar.

Umar menambahkan para penyebar hoax ini termasuk kategori perbuatan terorisme karena menyebarkn ketakutan namun memang tidak disertai luka.

"Ya, mereka melakukan perbuatan terorisme. Tapi sejauh ini belum ada keterangan yang mengkaitkan keanggotaan mereka bagian dar jaringan teroris," katanya. (Tribun Jabar/Mega Nugraha Sukarna)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved