Bupati Rita Widyasari Terima 'Kantong Merah' dari Abun, Apa Isinya?
Ismed menduga isi kantong merah tersebut adalah barang barang berharga berupa emas dan berlian.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) berupaya membuktikan dugaan penerimaan suap Rp 6 miliar Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari dari Dirut PT Sawit Golden Prima (SGP) Hery Susanto Gun alias Abun terkait izin perkebunan kelapa sawit PT SGP pada 2010.
Jaksa menghadirkan Kepala Bagian Administrasi Pertanahan pada Setda Kabupaten Kukar Ismed Ade Baramuli sebagai saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Dalam kesaksiannya, Ismed mengaku pernah melihat Rita menerima kantong merah dari Abun setelah menandatangani izin perkebunan kelapa sawit untuk PT SGP dalam pertemuan di rumah pribadi Rita pada sekitar Juli hingga Agustus 2010.
Baca: Agus Rahardjo Ungkap 2 Penyidik KPK Alami Teror Air Keras Seperti Novel Baswedan
Dalam pertemuan itu, selain Ismed, Rita, Abun, dan Timotheus, masih ada seorang lagi yang tidak ia kenal.
"Itu untuk Ibu (Rita red)," kata Ade mengulangi pernyataan Abun malam itu.
Ismed menduga isi kantong merah tersebut adalah barang barang berharga berupa emas dan berlian.
"Tapi saya nggak tahu, nggak melihat isinya," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Ade mengaku pulang lebih dulu.
Menurutnya, Rita menyuruhnya untuk meninggalkan berkas draft SK yang telah ditandatangani tersebut.
"Saya pulang duluan, karena disuruh tinggal berkasnya (oleh Rita red)," kata Ade.
Baca: Begini Cerita Warga Bintaro Bisa Jual Motor Astrea Grand 1991 Seharga Rp 80 Juta
Sebelum pertemuan malam itu, Ismed mengakui Rita memintanya untuk mempercepat proses penerbitan izin untuk PT SGP milik Abun.
Dan Rita juga meminta untuk membawa draf izin perkebunan sawit PT SGP agar bisa dia langsung tandatangani.
"Bu Bupati bilang, kalau sudah selesai, bawa ke rumah untuk ditandatangani. Saya proses, begitu selesai, saya langsung bawa ke beliau. Sebenarnya, mestinya harus ada paraf dari atasan saya, yaitu Pak Asisten dan Sekretaris Daerah. Namun, karena mendesak dan diperintahkan beliau, draf itu saya bawa langsung," beber Ismed.