Kisah JR Saragih: Dilaporkan Mahfud ke KPK dan Sempat Dibatalkan Sebagai Calon Bupati Simalungun
Mahfud MD kemudian bersama dengan Akil Mochtar melaporkan bupati JR Saragih, Refly dan Maheswara Prabandono ke KPK.
Penulis: Erik Sinaga | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM, MEDAN- Nama Jopinus Ramli (JR) Saragih sudah menghiasi pemberitaan media nasional ketika dia baru terjun ke dunia politik.
Pada tahun 2011 lalu, JR Saragih telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap kepada Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.
Bagaimana ceritanya?
Kasus tersebut bermula dari tulisan seorang pakar hukum tata negara Refly Harun yang menulis di sebuah koran edisi 25 Oktober 2010. Refly bersama Maheswara Prabandono, menjadi kuasa hukum JR Saragih yang berperkara di Mahkamah Konstitusi terkait gugatan hasil Pilkada Simalungun tahun 2010.
Baca: Bacagub Sumut JR Saragih Terancam 6 Tahun Penjara Usai Jadi Tersangka Pemalsuan Legalisir Ijazah
Dalam tulisannya, Refly mengatakan pernah mendengar langsung di Papua ada orang yang mengatakan telah menyediakan uang bermiliar-miliar rupiah untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi, termasuk menyuap hakim MK dalam menangani sengketa Pilkada.
Refly juga mengaku, pernah mendengar langsung dari seseorang yang pernah diminta oleh hakim MK untuk mentransfer uang Rp 1 miliar sebelum putusan MK. Tapi orang itu tidak punya uang sampai waktu yang ditentukan.

Mahfud MD yang saat itu menjabat sebagai ketua MK meminta Refly untuk menginvestigasi isi tulisannya.
Refly kemudian menjadi ketua tim investigasi bersama anggota Bambang Widjojanto, Adnan Buyung Nasution, Bambang Harymurti, dan Saldi Isra.]
Hasilnya, tim investigasi menyatakan tidak menemukan bukti adanya suap di tubuh MK.
Hasilnya kemudian di luar dugaan semua pihak. Tim yang seharusnya menelusuri tiga dugaan kasus dari opini Refly Harun ternyata meluaskan investigasi ke kasus sengketa pilkada yang kala itu Refly pula menjadi kuasa hukum pasangan ini.
Baca: Lika-liku JR Saragih; Bacagub Sumut yang Mengaku Kolonel, Menantu Profesor dan Kerajaan Bisnis
"Nuansa pemilihan itu adalah kasus yang Saudara Refly tangani. Yaitu Bupati Simalungun. Ketika Refly minta success-fee, bupati bilang minta diskon karena sekitar Rp 1 miliar akan diserahkan untuk hakim MK," ungkap Mahfud yang diikuti ekspresi kaget dari Refly.
Menurut versi Mahfud yang telah mendengarkan laporan tim sebelumnya, JR Saragih menyerahkan uang tersebut lewat supirnya. Namun, ketika si supir yang bernama Purwanto dikonfirmasi, dia mengaku tidak tahu menahu.

"Berarti ada percobaan penyuapan. Hakim (yang katanya meminta uang) itu akan memberi konfirmasi dan akan mengadu ke KPK. Saya akan minta KPK panggil paksa Bupati Simalungun itu, cari tahu diserahkan ke siapa," tandasnya kemudian
Mahfud MD kemudian bersama dengan Akil Mochtar melaporkan bupati JR Saragih, Refly dan Maheswara Prabandono ke KPK. Mereka dilaporkan atas dugaan percobaan penyuapan kepada Hakim MK.
Refly dan Maheswara merupakan dua orang yang sama-sama memberikan testimoni dalam laporan tim investigasi MK.
Keduanya mendatangi rumah JR Saragih di bilangan Pondok Indah pada 22 September 2011.
Baca: 5 Kasus Perceraian Teraneh di Dunia: Karena Burung Beo, Game, dan Tuntut Organ Dikembalikan
Saat itu, Saragih sedang menunggu hasil sidang di MK karena Pilkada Simalungun yang dia menangkan digugat.
Hasil tim investigasi menyebutkan Refly dan Maheswara mendengar pernyataan dari Saragih yang akan memberikan uang sebesar Rp 1 miliar untuk Hakim konstitusi Akil Mochtar.
Karena hal tersebut, Saragih meminta pengertian dari kedua kuasa hukumnya itu untuk mendapat diskon succes fee.
Testimoni Refly dan Maheswara itulah yang membuat dugaan suap di MK mencuat.
Dia menyatakan, pernyataan Refly dan Maheswara soal amplop berisi Rp 1 miliar yang disiapkan untuk hakim MK tidak benar. Selain itu, dia juga menampik dugaan keterlibatan hakim MK, Akil Mochtar.
Pada akhirnya baik JR Saragih dan Refly Harun tidak ada yang berakhir di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pernah Dicoret di Pilkada Simalungun
JR Saragih kembali mencalonkan dirinya menjadi bupati Simalungun untuk kali kedua pada tahun 2015.
JR Saragih tidak lagi menggandeng wakilnya yang memutuskan untuk mencalonkan sendiri. Dia maju bersama Amran Sinaga.
KPU Simalungun waktu itu mencoret pasangan JR Saragih-Amran Sinaga pada Pilkada Simalungun tahun 2015. Ketua KPU Simalungun saat itu Adlbert Damanik mengatakan pencoretan itu didasari surat eksekusi dari Mahkamah Agung untuk Amran Sinaga terkait Izin Pemanfaatan Kayu Tanah (IPKTM) di Nagori Mariah Dolok, Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.
Amran dikenakan hukuman 4 tahun penjara dari diperintahkan KPU Sumatera Utara untuk membatalkan pasangan calon nomor urut 4 JR Saragih-Amran Sinaga sebagai paslon bupati dan wakil bupati Simalungun.
Pada 8 Desember 2015, JR Saragih kemudian memasukkan gugatannya pada PengadilanTinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan.
Pada hari itu juga PTTUN Medan bersidang dan mengabulkan gugatan JR Saragih dan memerintahkan KPU Simalungun untuk menunda keputusan tentang pembatalan pasangan calon bupati dan wakil bupati Simalungun atas nama JR Saragih-Amran Sinaga sebagai peserta Pilkada Simalungun.
KPU Simalungun kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan PTTUN Medan.
Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 9 K/TUN/PILKADA/2016 mengatakan status Amran sebagai narapidana baru diketahui setelah adanya keputusan KPU Simalungun yang menetapkan sebagai calon.
Oleh karena itu, Amran akan menghadapi konsekuensi hukum meskipun menang Pilkada. JR Saragih - Amran Sinaga kemudian ikut berkompetisi dan memenangkan Pilkada Simalungun.
Kini, jalan terjal kembali menghadang proses pencalonan JR Saragih yang berpasangan dengan Ance Selian di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2018-2023.
KPU Sumatera Utara tidak meloloskan pasangan yang diusung Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terkait legalisir ijazah SMA milik JR Saragih.
Angin segar sempat berhembus memihak purnawirawan perwira menengah TNI Angkatan Darat itu. Sebagian gugatannya dikabulkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara.
Suami dr Erunita Tarigan itu kemudian diperintahkan untuk legalisir kembali ijazahnya. Nahas, ijazah SMA yang dikeluarkan SMA Ikhlas Prasasti di Jalan Raya Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, itu ternyata hilang saat hendak dilegalisir di Jakarta.
JR kemudian legalisir pengganti ijazah. KPU Sumatera Utara tetap bergeming dan menyatakan pasangan tersebut tetap tidak memenuhi syarat.
Terbaru, JR Saragih ditetapkan sebagai tersangka kasus legalisir palsu saat mendaftar sebagai calon ke KPU Sumatera Utara.
Direktur Kriminal Umum Polda Sumatera Utara Kombes Pol Andi Rian mengatakan proses hukum sebenarnya telah dimulai dari pernyataan bahwa Dinas Pendidikan DKI mengatakan tidak pernah mengeluarkan legalisasi dan tanda tangan terhadap ijazah JR Saragih.
Bagaimana kelanjutan cerita sang mantan perwira JR Saragih?