Kemenag Sebut Bos First Travel Andika dan Anniesa Kerap Mangkir Saat Dipanggil Terkait Jemaah
Dari keluhan tersebut, Kemenag memanggil menajemen First Travel pada bulan April 2017.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNJAKARTA.COM, DEPOK - Saksi sekaligus Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Arfi Hatim mengatakan bos First Travel kerap dipanggil Kemenag untuk dilakukan mediasi dengan para calon jemaah dan agen.
Pemangilan First Travel terkait banyaknya pengaduan dari para calon jemaah yang mengeluhkan waktu keberangkatan umrah yang tidak jelas.
Baca: Disomasi Ratna Sarumpaet: Kadishub: Ini Kesempatan Pemerintah Menjelaskan Perkara yang Sebenarnya
"Pada bulan Maret 2017, kami juga mendapatkan pengaduan dari masyarakat jemaah First Travel dimana posisi mereka ada di Bandara Soetta tapi enggak diberangkatkan," kata Arfi dalam sidang lanjutan tehadap tiga terdakwa bos First Travel Andika Surachman, Anniesa Hasibuan dan Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (9/4/2018).
Dari keluhan tersebut, Kemenag memanggil menajemen First Travel pada bulan April 2017.
"Kemudian kami melakukan tim investigasi dan hasilnya kami melayangkan surat pemimpin First Travel. Panggilan kedua, 18 April 2017 yang datang Andika dan Anniesa langsung bertemu pimpinan saya," kata Arfi.
Baca: Ribuan Butir Obat Jenis Keras Diamankan Polres Metro Bekasi Karena Dijual Bebas di Toko Obat
Kemudian, Kemenag mendapat aduan lagi dari calon jemaah dimana mereka tidak berangkat umrah dan terpaksa menginap di hotel serta Bandara Soetta.
"Kami kirimkan tim untuk memonitor dan ada juga yang menginap di hotel di sekitar bandara dan memang betul ada beberapa jemaah yang nginap di bandara dan kami lakukan pemanggilan untuk klarifikasi," terang Arfi.
Kemudian, Kementerian Agama pun memanggil First Travel untuk menghadiri mediasi bersama calon jemaah dan agen pada 22 Mei 2017.
"Kami skaligus klarifikasi dan memediasi karena ada beberapa jemaah dan agen yang laporkan langsung ke kami," ujar Arfi.
Selain itu, Kementerian Agama juga meminta daftar jemaah yang mendaftar beserta waktu keberangkatannya.
Baca: Mobil Dikembalikan Usai Diderek, Ratna: Dishub Tahu Dirinya Salah
Namun, yang datang saat itu tim legalnya, bukan pimpinan First Travel langsung.
Saat itu, permintaan mediasi tidak bisa difasilitasi karena pimpinannya absen.
Kemudian, pimpinan First Travel kembali dipanggil untuk mediasi pada 24 Mei 2017.
Bahkan, kata Arfi, saat itu makin banyak jemaah dan agen yang melapor ke kantornya.
"Kami layangkan lagi tanggal 24 Mei 2017, itu lebih banyak lagi jemaah dan ada yang datang ke kantor lalu tim manajemen First Travel tidak ada yang datang," jelas Arfi.
Lalu, ketiga kalinya, Kementerian Agama melayangkan panggilan untuk Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan untuk klarifikasi dan mediasi pada 10 Juli 2017.
Namun, kedua bos First Travel kembali tidak hadir.
Baca: Jika Tidak Datang Hingga Sore Ini,Ibu-ibu Penampar Petugas SBPU Akan Dilaporkan ke Polisi
Diketahui, persidangan kali ini menghadirkan tiga orang saksi dari lima orang yang diagendakan oleh jaksa penuntut umum.
Arfi Hatim merupakan salah satu saksi yang hadir dan memberikan keterangan.
Dua orang ahli yang dihadirkan berasal dari Kemenag dan Himpunan Pengusaha Umroh (Himpuh).
Andika dan istrinya, Annisa didakwa melanggar pasal 378 KUHP junto pasal 55 ayat 1 KUHP junto pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 372 KUH junto pasal 55 ayat 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3 Undang - Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang junto pasal 55 ayat (1) KUHP junto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca: Penerbangan Pesawat Komersial di Halim Terlambat Hingga 2 Jam Karena HUT TNI AU
Sementara, terdakwa Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki, adik Annisa djerat pasal 378 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP junto pasal 64 ayat (1) KUHP atau pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP,qApasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun total kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 905,33 miliar dari total 63.310 calon jemaah umrah yang gagal diberangkatkan.
Ketiga terdakwa terancam hukuman penjara 20 tahun lebih sampai seumur hidup. (Fransiskus Adhiyuda Prasetia/Tribunnews)