Teroris Sengaja Cari Calon Pengantin yang Pandai Agar Gampang Dicuci Otak
"Kenapa? Karena proses brain washing kan harus diajak diskusi, nah yang suka diskusi ini biasanya adalah anak-anak unggulan,"
TRIBUNJAKARTA.COM, SURABAYA - Pelaku teror bom di Surabaya, Dita Oepriarto diletahui bukan sosok biasa. Dia adalah lulusan SMA bergengsi di Surabaya, sekaligus lulusan Kimia universitas ternama.
Ahmad Faiz Zainuddin teman ngaji Dita, yang statusnya sempat viral di Facebook ini mengatakan sejak dahulu para kelompok jalur keras selalu mencari bibit-bibit unggulan. Mereka memang butuh anak-anak pintar.
"Kenapa? Karena proses brain washing kan harus diajak diskusi, nah yang suka diskusi ini biasanya adalah anak-anak unggulan. Tapi brain washing saat SMA dulu nggak ngajak perang, cuma menyalahkan sistem negara saja nggak sesuai Islam, stadium dua lah," tuturnya kepada Surya.co.id (tribunajtim.com), Selasa (22/5).
Faiz mengaku generasi muda saat ini juga cenderung lebih banyak yang mengikuti Islam jalur keras.
Dia menceritakan beberapa orang tua datang kepadanya mengeluhkan sang anak mendapatkan pengajaran dari guru, untuk tidak hormat saat upacara bendera.
"Jangan salah, pendidikan terorisme itu bahkan diberikan di sekolah-sekolah, bahkan di SD. Saya tahu juga karena orang tua ada yang mengeluh, anaknya mendapat pelajaran begitu dari guru di kelas," jelas Faiz, yang berprofesi sebagai trainer ini.
Untuk itu Faiz mengaku agar pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia peka dan mencegah munculnya bibit-bibit terorisme sejak dini.
Faiz menjelaskan jika cara memberantas bibit terorisme ini bukan dengan kekerasan.
"Mereka ini sebenarnya orang-orang baik, hanya saja ideologinya yang salah. Jangan dimusuhi karena mereka akan semakin keras," katanya.
Sebagai saran, Faiz mengatakan bahwa pemerintah seharusnya melawan mereka dengan cara yang sama. Yaitu membuat kelompok ideologi tandingan.
"Kalau pemerintah seperti sekarang ini, saya yakin ga bisa teratasi masalah teroris. Harus ditandingi dengan kelompok sejenis. Hadirkan pengajian yang bisa menandingi wacana yang mereka tanamkan di benak anak-anak ini," tambahnya.
Faiz mengatakan sampai sekarang pemerintah hanya berlaku sebagai establish company yang bersifat kaku, nggak bisa lincah. Sementara teroris ini adalah start up.
"Nggak bisa begitu, pemerintah juga harus menciptakan start up-start up seperti para teroris ini lakukan, untuk melawan mereka," katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Faiz mengaku ada empat stadium seseorang bisa berubah menjadi teroris.
"Stadium empat sekarang jumlahnya masih kecil, tapi kalau stadium satu sudah banyak. Terorisme itu nggak ujug ujug orang jadi teroris. Mereka berevolusi," tegasnya.
Stadium satu terang Faiz dimulai dari seseorang mempercayai bahwa kepercayaan yang benar adalah 'golongan saya', selain itu salah. Di sana mulai ada dikotomi antara golongan kami dan mereka.
Stadium dua, mereka mulai menganggap bahwa sistem negara tidak benar. Saat itu keyakinan ini hanya ada di dalam hati saja, tidak pakai kekerasan. Misalnya HTI dan teman-temannya, semua mulai dari gerakan di bawag tanah.
Stadium tiga, mulai mengjmpat atau menggunakan kekerasan verbal untuk mengungkapkan ketidakkesukaanya.
Terkahir stadium empat, mereka mulai kekerasan fisik.
Proses evolusi itu lanjut Faiz terjadi tanpa mereka sadari.
"Tapi ada juga yang jangankan 1 tahun 2 tahun, sehari juga ada. Ali Imron pernah diwawancara oleh Wahid Fondation dia mengataian bahwa 'beri saya anak yang ghiroh Islamnya sedang tinggi-tingginya, dalam waktu 24 jam dia bisa jadi pengantin'. Syaratnya satu itu, ghiroh islam yang sangat tinggi, misalnya mantan preman baru sadar, punya dendam banyak lainnya," terang Faiz. (Pipit Maulidiya).
Berita ini telah tayang di TribunJatim dengan judul: Kebanyakan Teroris Dikenal Pandai, Ternyata Bagian dari Tujuan Brain Washing