Jadi Pemulung, Stigma Terlibat PKI Membuat Hidup Adik Pramoedya Ananta Toer Hancur
Sesekali dia bercanda mencairkan suasana, namun lebih sering dia serius mengisahkan sekelumit perjalanan hidupnya.
Pramoedya memiliki adik Prawito Toer, Koenmarjatoen Toer, Oemi Sjafaatoen Toer, Koesaisah Toer, Koesalah Soesbagyo Toer, Soesilo Toer, Soesetyo Toer, dan Soesanti Toer.
Soes mengatakan, saat ini, Toer bersaudara hanya tersisa dirinya dan sang kakak, Koesaisah Toer, yang menetap di Jakarta.
Soes yang besar di Blora ikut tinggal bersama Pramoedya saat pertama kali ke Jakarta.
Dia lalu berkuliah dengan sokongan dana dari Pram.
Setelah sempat putus kuliah di dua kampus lain karena alasan biaya, Soes akhirnya menyelesaikan pendidikan diplomanya di Akademi Keuangan Bogor yang berada di bawah Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Saat menjadi mahasiswa, untuk menunjang hidup Soes bekerja di sebuah perusahaan penerbitan.
Gaji Soes tidak besar, status pekerjaannya pun tidak tetap.
Sejatinya, pekerjaan itu hanya sampingan.
Tiang utamanya adalah dana keluarga.
Uang keluarga diputarnya di sejumlah pedagang kecil yang membutuhkan modal dadakan.
Dari pinjaman itu, bunga yang didapatkan digunakan untuk menyokong biaya sekolah dan hidup sehari-hari.
"Hidup waktu itu demikian susah dan keras. Uang saku dari Mas Pram sangat minim. Sampai kini, kalau teringat terkadang miris sendiri. Kasihan terhadap kemiskinan bangsa sendiri. Mengapa aku harus begitu kejam mencari sesuap nasi. Aku tahu itu tidak halal, tapi kalau sok-sokan berperikemanusiaan, hadiahnya lapar dan bencana bagiku," ungkap anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Mastoer dan Siti Saidah itu. (Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Soesilo Toer Mengenang Pramoedya Ananta Toer, Cinta Tanah Air dan Islam Tulen (3)",