Pilpres 2019

Yusril: Saya Tidak Ikut Manuver Pak Amien Rais

Lewat akun Twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd pada Senin (6/11/2018), Yusril menyampaikan pandangan dan penilaiannya.

Penulis: Erlina Fury Santika | Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Erlina Fury Santika

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA -- Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menyatakan niatnya untuk maju menjadi calon presiden 2019.

Pro-kontra menanggapi pernyataan Amien disampaikan sejumlah kalangan.

Salah satunya Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra.

Lewat akun Twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd pada Senin (6/11/2018), Yusril menyampaikan pandangan dan penilaiannya.

Menurutnya, melalui pepatah, Jawa bahwa ucapan pemimpin itu bagaikan guru mahabijaksana.

"Dalam pepatah Jawa ucapan pemimpin itu adalah “sabdo pandito ratu” artinya ucapan seseorang yang kedudukannya sangat tinggi, bagai seorang pandito (guru maha bijaksana) dan seorang ratu (raja)" ujar Yusril.

Ia, lanjutnya, menegaskan bahwa ucapan pemimpin haruslah ucapan yang serius dan terpercaya.

Sebaiknya ucapan tersebut pun sudah dipikirkan matang dengan segala akibat dan implikasinya.

"Karena itu ucapan pemimpin itu haruslah ucapan yang serius dan terpercaya. Ucapan yang sudah dipikirkan dengan matang segala akibat dan implikasinya. Ucapan pemimpin itu akan menjadi pegangan bagi rakyat dan pendukungnya," tulis Yusril.

Ia mengungkapkan ucapan pemimpin harus lahir dari hati yang tulus dan tak ada agenda pribadi yang tersembunyi dibaliknya.

"Karena itu pula, ucapan pemimpin itu harus lahir dari hari yang tulus, bukan kata bersayap, yang seolah diucapkan dengan kejujuran, tetapi dibelakangnya mempunyai agenda pribadi yang tersembunyi," papar profesor berusia 62 tahun ini.

Terkait ucapan pemimpin yang menurut pepatah Jawa "sabdo pandito ratu", ia menegaskan harus konsisten dan bisa dipercaya, tidak mencla-mencle.

"Karena ucapan pemimpin adalah sabdo pandito ratu, maka ucapannya tidak boleh “mencla mencle, pagi ngomong dele, sore ngomong tempe” artinya ucapannya berubah-ubah, inkonsisten, sehingga membingungkan rakyat dan pendukungnya," jelas mantan Menteri Kemenkumham ini.

"Karena ucapan pemimpin adalah sabdo pandito ratu, maka pemimpin itu tidak boleh “plintat plintut” alias “munafiqun”, dalam makna, lain yang diucapkan, lain pula yang dikerjakan. Pemimpin seperti ini akan kehilangan kredibilitas di mata rakyat dan pendukungnya," lanjutnya menjelaskan.

Terkait penjelasan pepatah tersebut, ia mengaku sejak awal tidak berminat ataupun tertarik dengan inisiatif Amien Rais yang kerap melakukan lobi politik untuk menghadapi petahana, Joko Widodo.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved