Kisah Koko, Dari Sopir Angkot Hingga Jadi Pengajar Musik Anak Berkebutuhan Khusus
"Dari lahir memang mata sebelah kiri saya enggak kuat melihat. Tekanan bola mata, glaukoma sebelah kiri," terangnya.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ilusi Insiroh
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, CILANDAK - Menjajal jalanan sebagai pengemudi angkutan umum bertahun-tahun sudah menjadi kenangan hidup bagi Widyanarko Budi Prihantoro (47) atau akrab disapa Koko ini.
Terhitung, ia telah mengemudikan angkutan umum sejak 7 tahun lamanya.
Dengan hanya mengandalkan bola mata sebelah kanannya, ia nekad membawa penumpang hilir mudik antar wilayah.
• Sederet Kegiatan Wali Kota Jakarta Timur di Akhir Pekan
"Faktornya saya nyoba jadi sopir angkutan umum karena terlalu percaya diri. Saya pernah membawa dari mulai bus pariwisata, bus lintas Sumatra, angkutan umum seperti mikrolet, bahkan truk besar pun saya kemudikan. Saya mulai menyupir itu dari tahun 99 sampai 2006 (7 tahun) dengan kondisi mata hanya satu," ujarnya kepada TribunJakarta.com, Sabtu (28/7/2018), di Cilandak, Jakarta Selatan.
Sejak belia, Koko terlahir dengan keterbatasan dalam penglihatan, mata sebelah kirinya mengalami glaukoma.
"Dari lahir memang mata sebelah kiri saya enggak kuat melihat. Tekanan bola mata, glaukoma sebelah kiri," terangnya.
Namun, bukan berarti keterbatasan fisik menjadi pintu penghalang dalam menjalani hidup.
Seperti manusia pada umumnya, ia pun menggeluti berbagai bidang yang ia gemari.
"Sejak SMP dan SMA saya sekolah di tempat biasa. Saya sudah mulai buat band, bermain musik. Saya gandrung dengan bermain musik. Basic saya alat alat pukul. Tapi saya belajar sendiri semua alat musik tidak pernah mengikuti kursus," ujarnya.
• Oknum Jakmania Diduga Pecahkan Enam Kaca Jendela Kereta Api Sawunggalih
Ia pun menceritakan, dirinya bisa mengendarai modil sejak duduk di bangku SMP.
"Waktu SMP ayah saya punya mobil. Saya belajar mengemudikan kendaraan itu, berlatih maju mundur makin lama bisa. Padahal ayah saya melarang saya melakukannya. Itu melanggar hukum," katanya.
"Saya kuliah di Muhammadiyah Surakarta ambil hukum nyambi kuliah dan narik angkutan umum. Kemudian saya juga memutuskan menikah di tahun 94," kenangnya.
Beranjak dewasa, Koko memutuskan untuk bekerja sebagai pengemudi bus angkutan umum meski hanya melihat dengan sebuah bola mata kanannya saja.
"Ketika saya memutuskan untuk menjadi sopir pun, saingan antar sopir sering terjadi. Misalnya, mereka belum dapat setoran saya sudah dapat setoran, mereka bilang ke para penumpang saya ini hanya mengandalkan satu bola mata. Akhirnya penumpang pada turun. Kemudian saya sering dipepet sebelah kiri sama sopir bus lain antaran mata kiri saya tak mampu melihat," papar pria empat orang anak ini.
Musibah kembali merundungnya kala ia harus merelakan mata yang ia miliki satu satunya karena mengalami kerusakan pada retina.
"2011 saya terkena retina. Cuma memang saya merasa kornea di mata saya sebelah kanan itu goyang sejak dulu. Setahun berselang saya dioperasi. Hingga kini paling bisa saya melihat hanya sekitaran tinggal 20 persen saja. Itu karena saya dulu katanya suka mengangkat berat sehingga syaraf saya terganggu dan alami kerusakan," tuturnya.
• Peringati Hari Anak Nasional, Mal Central Park dan Neo Soho Akan Gelar Childrens Day Out Hari Ini
Kehidupan sebagai sopir angkutan umum dan pergaulannya yang ia anggap penuh dengan keburukan, ia tinggalkan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
"Kemudian saya berkenalan dengan seorang teman yang mengajak saya untuk mengisi acara anak anak berkebutuhan khusus. Tawaran menjadi pengajar pun akhirnya datang di acara yang saya ikuti terus. Saya akhirnya berkerja menjadi pengajar musik anak SLB di Jakarta," tuturnya.
Kini, ia mengajar di empat sekolah Luar Biasa di Ibu kota.
"Saya mengajar musik total ada di 4 sekolah sampai sekarang ini," katanya mantap
Koko pun berpesan kepada anak berkebutuhan khusus agar terus semangat menjalani hidup.
Selain itu, ia berharap agar para orang tua mampu membimbing dan mengajari anaknya yang berkebutuhan khusus.
"Pesan saya meski mengalami keterbatasan saya pikir apa yang ada didirinya disyukuri, yang saya tekankan ke orang tua. Kebanyakan orang tua malu punya anak yang ABK jadi masalah. Saya menekankan yang memiliki ABK, faktor malu itu bisa dihilangkan. Anak anak ABK kan bisa diajari di sekolah Inklusi yang menunjang," tandasnya.