Pilpres 2019
2 Mantan Panglima TNI Bertarung Menangkan Capresnya: Djoko Santoso vs Moeldoko, Siapa Terkuat?
emilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 tak hanya milik pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Penulis: Y Gustaman | Editor: Yulis Tribun Jakarta
Di sisi lain, kata Hidayat, Djoko memiliki pengalaman menata organisasi untuk memenangkan Pilpres 2019 karena pernah menjabat sebagai Panglima TNI periode 2007-2010.
"Sebagai ketua timses saya kira beliau juga akan berperan untuk kemudian mengarahkan agar seluruh mekanisme menuju pada pilpres itu betul-betul dalam rangka NKRI dan tidak dalam rangka untuk menghadirkan perpecahan di antara semu," kata Hidayat.
Bakal Bentuk Satgas Agama
Dalam struktur tim pemenangan pasangan Prabowo-Sandiaga bakal ada Satuan Tugas Agama.
"Di situ yang ada Satgas Agama," ujar Djoko Santoso saat ditemui di kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, Senin (20/8/2018).
Hal itu disampaikan Djoko Santoso saat ditanya apakah tim pemenangan Prabowo-Sandiaga akan melibatkan para tokoh agama.
Meski belum ada nama-nama yang ditetapkan, namun Djoko mengatakan satgas tersebut akan diisi oleh para tokoh lintas agama.
• Dasar Iseng, Kaesang Edit Foto Bocah Gemuk Melongok ke Jokowi dengan Gibran Sambil Promo Pisang
"Ya namanya tokoh agamalah, ya ulama, ustaz, kiai, ya pendeta," tuturnya.
Kendati demikian, Djoko tidak menjelaskan secara detail terkait tujuan pembentukan Satgas Agama dalam struktur tim pemenangan.
Mantan Panglima TNI periode 2007-2010 itu mengatakan, Satgas Agama akan memberikan dakwah kepada masyarakat untuk bersatu terkait penyelenggaran Pilpres 2019.
"Tugasnya nanti kita rumuskan, yang jelas adalah memberikan satu tausiyah kepada rakyat untuk tetap bersatu, melaksanakan pemilu itu bukan perang, pemilu itu harus dingin, begitu lho," kata Djoko.
Tak Pengaruhi Suara Parpol Koalisi
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan bila Djoko Santoso ditetapkan sebagai ketua tim pemenangan Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019, maka tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap partai politik mitra koalisi.
• Ketua DPRD DKI Jakarta Minta Sandiaga Uno Hadiri Rapat Paripurna Pengunduran Dirinya dari Wagub
"Saya kira figur (ketua) tim pemenangan paslon tidak punya korelasi langsung dengan efek ekor jas (coattail effect)," kata Syamsuddin saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/8/2018).
Syamsuddin menjelaskan, secara teori, efek ekor jas terhadap parpol koalisi akan sangat tergantung pada seberapa kuat dan efektif upaya partai tersebut mengasosiasikan dirinya dengan sang calon presiden atau calon wakil presiden yang mereka usung.
"Secara konteks teori, efek ekor jas hanya berlaku untuk capres atau cawapres yang diusung parpol yang berdampak pada hasil pileg," kata Syamsuddin.
Pernah Ingin Jadi Presiden
Jauh sebelum itu, Djoko Santoso yang menjadi menjadi Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia Adil Sejahtera Aman (Asa), pernah siap mencalonkan diri sebagai Presiden.
Namun, pria kelahiran Surakarta 65 tahun silam itu memastikan gerakannya bukan tujuan utama untuk mengantarnya jadi presiden.
• Pamer Editan Foto Bocah Berseragam Pramuka Pakai Wajah Sang Kakak, Kaesang Ajak Makan Pisang
"Dalam Islam menjadi pemimpin bukan tujuan utama, bukan fasilitas, bukan kenikmatan," kata Djoko Santoso setelah melantik Kepengurusan Gerakan Indonesia Adil Sejahtera Aman (Asa) Kepulauan Riau di Batam, Senin (25/11/2013).
Djoko Santoso mengatakan menjadi presiden tak lain untuk menegakkan keadilan.
Menurut hematnya saat itu, hingga 68 tahun Indonesia merdeka namun masyarakat belum merasakan keadilan kesejahteraan dan keamanan.
"Gerakan Asa mendapat tanggapan positif banyak kalangan karena sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia," ujar Djoko.
Hal ini sejalan dengan pidato Djoko Santoso saat mendeklarasikan Gerakan Nasional Indonesia Adil Sejahtera Aman (ASA) di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2013).
"Gerakan Nasional Indonesia, ASA, bertujuan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa, agar berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang sosial budaya, untuk mencapai cita-cita Bangsa Indonesia," kata Djoko dalam sambutannya seperti dilansir Tribunnews.com.
Dipilihnya 20 Mei 2013 sebagai hari deklarasi ormas yang dipimpinnya, lantaran hari ini dinilai bersejarah bagi bangsa Indonesia.
"Hari Kebangkitan Nasional ke-105 yang diperingati hari ini ditandai dengan berdirinya perkumpulan Budi Oetomo yang dipimpin Dr Wahidin Sudirohusodo," tutur Djoko Santoso.
• Simak 5 Cara Hilangkan Bau Prengus Daging Kambing
Menurut Djoko Santoso, jauh sebelum Budi Oetomo didirikan, pada abad ke-14 bangsa Indonesia telah mengalami zaman kejayaan di bawah Kerajaan Majapahit.
Bahkan, pada abad ke-7 Bangsa Indonesia juga telah mengalami zaman kejayaan di bawah Kerajaan Sriwijaya.
"Saya yakin dan percaya, pada abad ke-21 ini, pada 2045, 100 tahun Indonesia merdeka, kita Bangsa Indonesia akan kembai kepada kejayaan," ucap dia optimistis.
Biodata Djoko Santoso
Sebelum menjadi Panglima TNI periode 28 Desember 2007-28 September 2010, Djoko Santoso menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD dari 18 Februari 2005 hingga 28 Desember 2007 seperti dilanisir Wikipedia.
• Kumpulan Ucapan Selamat Idul Adha 2018, Cocok untuk Dibagikan di Facebook, Instagram dan WhatsApp
Ia mengawali kariernya di militer sebagai Komandan Peleton 1 Kompi Senapan A Yonif 121/Macan Kumbang. Ketika telah menjadi perwira tinggi ia memulai kariernya dengan menjabat Waassospol Kaster TNI (1998), Kasdam IV/Diponegoro (2000), Pangdivif 2/Kostrad (2001).
Namanya berkibar setelah menjabat Panglima Kodam XVI/Pattimura dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003 yang berhasil gemilang meredam konflik di Maluku, diteruskan dengan jabatan berikutnya sebagai Panglima Kodam Jaya Maret 2003 sampai Oktober 2003.
Karier Djoko Santoso terus melejit hingga menjadi Wakil Kepala Staf TNI-AD (Wakasad) pada 2003, Kepala Staf TNI-AD (Kasad) pada 2005, dan akhirnya Panglima TNI pada 2007-2010. (Kompas.com/TribunJakarta.com/Tribunnews.com/Wikipedia)