Sidang Kasus Korupsi e-KTP, Setya Novanto Sebut 9 Nama Anggota DPR dan Cocokkan Data ke Nazaruddin
Menurut Novanto, saat dikonfrontasi, Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakannya, mengaku menyerahkan uang kepada sejumlah anggota DPR.
TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Ketua DPR Setya Novanto kembali menyebut sembilan nama anggota DPR periode 2009-2014 yang diduga menerima uang dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Nama-nama tersebut, termasuk anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, diungkapkan Novanto saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin.
"Tapi, yang jelas saya pernah dikonfrontasi dengan keponakan saya oleh penyidik KPK pada 22 Maret 2018. Saat itu, Irvanto keponakan saya mengaku memberikan uang kepada beberapa orang sebesar 3,5 juta Dollar AS," ujar Novanto kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Novanto, saat dikonfrontasi, Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakannya, mengaku menyerahkan uang kepada sejumlah anggota DPR.
Masing-masing yakni Chairuman Harahap sebesar 500.000 Dollar AS, M Jafar Hafsah sebesar 100.000 Dollar AS, dan Ade Komarudin sebesar 700.000 Dollar AS.
Kemudian, kepada Agun Gunandjar Sudarsa sebesar 1 juta Dollar AS, serta Melchias Markus Mekeng dan Markus Nari masing-masing sebesar 500.000 Dollar AS.
"Mekeng dan Markus Nari diberi di ruangan saya di ruang Ketua Fraksi Golkar. Ivan memberi atas perintah Andi 1 juta Dollar AS," kata Novanto.
Selain itu, lanjut Novanto, pihak pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR Irvanto juga ikut menerima duit terkait proyek e-KTP.
Yakni, Olly Dondokambey sebesar 500.000 Dollar AS, Mirwan Amir sebesar 500.000 Dollar AS, Melchias Mekeng dan Tamsil Linrung.
Menurut Novanto, pada saat itu pengusaha pelaksana proyek pengadaan e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong, memberikan uang kepada pihak Banggar agar pimpinan badan legislatif itu menyetujui pengajuan anggaran mega proyek nasional tersebut.
Menurut Novanto, uang untuk anggota DPR dan Banggar DPR diberikan melalui keponakannya, Irvanto atas perintah dari pengusaha Andi Narogong. Dan salah satu penyerahan uang disaksikan juga oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
• Menguak Sel Setya Novanto di Sukamiskin, Berbahaya Sampai Pasang Wallpaper Bekas Romi Herton
• Terbongkar, Lihat Video Sel Asli Setya Novanto di Sukamiskin; Ukuran Luas, Lampu Kuning dan Shower
• Sel Setya Novanto Berukuran Besar, Airlangga: Jangan Dramatisir
Menurut Novanto, pada akhir 2011, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pernah memberitahu bahwa dia sudah merealisasikan penyerahan uang kepada anggota DPR.
Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR tersebut menyebut, pada saat itu sedang pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dan saat itu, disetujui anggaran awal untuk proyek e-KTP sebesar Rp 1,2 triliun.
Terdakwa Irvanto yang dikonfirmasi ketua majelis hakim Yanto membenarkan adanya penyerahan uang terkait proyek e-KTP untuk para anggota DPR itu.
Dia menegaskan, pernah menyerahkan langsung duit korupsi proyek e-KTP kepada tujuh anggota DPR.
Para penerima adalah Melchias Markus Mekeng, Markus Nari, Chairuman Harahap, Ade Komarudin, Agun Gunadjar Sudarsa, Jafar Hafsah, dan Nurhayati Assegaf.
Besaran uang yang diberikan berbeda-beda.
"Jadi semua itu ketemu sendiri? Serahkan langsung?" tanya ketua majelis hakim Yanto.
"Saya ketemu sendiri. Kecuali yang USD 500 (ribu) saya nitip ke anak Pak Chairuman," jawab Irvanto.
Irvanto merinci, ia menyerahkan uang ke Melchias Markus Mekeng dan Markus Nari sebesar 1 juta Dollar Singapura di ruang kerja Novanto di DPR, Chairuman Harahap sebesar 1,5 juta Dollar AS di Hotel Mulia bersama terdakwa Made Oka Masagung, dan Ade Komarudin sebesar 700 ribu Dollar AS di ruang kerja Ade Komarudin.
Kemudian, menyerahkan uang ke Agun Gunandjar Sudarsa sebesar 1,5 juta Dolar AS secara bertahap di Senayan City dan di rumah dinas komplek DPR Kalibata.
Selanjutnya, dia menyerahkan ke Jafar Hafsah dan Nurhayati Assegaf masing-masing sebesar 100 ribu Dollar AS dengan diantarkan oleh Novanto ke ruang kerja keduanya.
"Total semuanya gabungan dolar Singapura dan Amerika ada 4,9 juta," imbuh Irvanto.
Made Oka yang juga duduk di kursi terdakwa langsung membantah dirinya ikut mengantarkan uang langsung ke DPR. Jafar Hafsah yang dihadirkan sebagai saksi juga membantah menerima uang dari Irvanto. "Saya tidak terima, saya juga tidak kenal Irvanto," ucap Jafar.
Nama-nama yang disebutkan, baik oleh Novanto dan Irvanto juga sempat membantah saat kesempatan menjadi saksi di persidangan maupun di luar persidangan kasus korupsi proyek e-KTP. Terlepas itu, saat ini pihak KPK masih terus mendalami dan mengembangkan kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun ini.
Dalam perkara ini, Irvanto Hendra Pambudi yang juga keponakan Novanto dan Made Oka Masagung selaku orang kepercayaan Novanto, didakwa bersama-sama turut melakukan korupsi proyek e-KTP.
Keduanya diduga berperan sebagai perantara pembagian duit e-KTP kepada pihak DPR, swasta hingga pejabat Kemendagri. Irvanto maupun Made Oka disebut jaksa juga turu menerima uang yang ditujukan untuk Novanto.
• Setya Novanto Jual Rumah untuk Cicil Uang Pengganti ke KPK
• Fahri Hamzah Beberkan Kondisi Kamar Setya Novanto di Lapas Sukamiskin
• Disindir Najwa Shihab Sekarang Bapak Enggak Bisa Lari, Ini Reaksi Setya Novanto
Setya Novanto merupakan satu dari sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Pada April 2018, Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar tersebut itu terbukti bersalah atas kasus korupsi proyek e-KTP.
Majelis hakim menghukum Novanto dengan 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Pengadilan juga mengganjar Novanto dengan hukuman membayar uang pengganti sebanyak 7,3 juta Dollar AS.
Selain itu, hak politiknya dicabut untuk 5 tahun setelah Novanto selesai menjalani masa hukuman.
Namun, dalam persidangan Irvanto dan Made Oka ini, Novanto membantah menikmati duit terkait proyek e-KTP sampai 7,3 juta Dollar.
Menurutnya, sebanyak 3,5 juta Dollar AS dari jumlah tersebut mengalir ke para anggota DPR.
"Yang diberikan Oka 2 juta Dollar AS dan 1,8 dari JM (Johannes Marliem), sehingga total 3,8 juta Dollar AS," ujar Novanto.
Cocokkan Data ke Nazar di Sukamiskin
Novanto menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin khusus tipikor, Jawa Barat.
Mantan anggota DPR sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang kali pertama mengungkap adanya dugaan keterlibatan Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP juga menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin.
Nazar lebih dulu menghuni Lapas Sukamiskin atas vonis kasus korupsi proyek Wisma Atlet, gratifikasi dan pencucian uang.
Novanto mengakui dirinya bertemu dengan Nazar saat dikonfirmasi oleh wartawan tentang kehadiran Nazar di dalam selnya sebagaimana foto yang beredar.
Dia mengakui sering berdiskusi dengan Nazar.
Bahkan, dia juga sempat berdiskusi dengan Nazar soal aliran dana terkait proyek e-KTP sebelum dirinya bersaksi dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.
"Jadi Nazaruddin ini sebagai saksi yang melihat. Jadi, saya mencocokkan sebelum sidang, jadi (nama-nama) jangan sampai salah," kata Novanto sebelum persidangan.
Menurut Novanto, Nazar adalah salah satu saksi yang melihat penyerahan uang ke sejumlah anggota DPR.
Beberapa di antaranya saat terjadi penyerahan uang ke anggota dan pimpinan Banggar DPR.
Mantan Ketua DPR itu menyebut dua nama anggota DPR yang ikut menerima uang, yakni Melchias Markus Mekeng dan Olly Dondokambey.
"Itu, kan, Ivan (Irvanto) menyerahkan uang pada Mekeng di ruangan saya," kata Novanto.
Saat bersaksi di persidangan, Novanto juga menyampaikan kepada jaksa KPK bahwa dirinya baru ingat adanya sejumlah pimpinan Banggar DPR yang turut menerima duit terkait penganggaran proyek e-KTP setelah berdiskusi dengan Nazar di Lapas Sukamiskin.
"Ini hubungannya karena sebagai badan anggaran jadi untuk meloloskan proyek ini," ujarnya.
Novanto mengaku baru ingat tentang hal tersebut setelah berbincang dengan M Nazaruddin di Lapas Sukamiskin. Dia beralasan, saat menjalani persidangan sebelum-sebelumnya lebih sering mengaku tidak ingat alias lupa.
Diketahui, Nazaruddin merupakan orang yang pertama kali menyebutkan dugaan Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP pada 2014.
Saat itu, Nazar memberikan julukan 'Sinterklas' kepada Setya Novanto karena dinilai kebal hukum dengan kerap lolos dari sejumlah kasus. (tribun network/fel/coz)