Pileg 2019
KPU Izinkan Mantan Koruptor 'Nyaleg', Fahri Hamzah: Mantan Koruptor Bukanlah Seorang Koruptor
Menurut Fahri Hamzah orang yang sudah pernah melalukan korupsi dan melalui masa hukuman, pastinya akan menghindari kesalahan yang sama.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah sepakat soal eks koruptor mencalonkan diri di Pemilihan Legislatif 2019.
Fahri Hamzah lantas membeberkan beberapa alasan.
Menurut Fahri Hamzah mantan koruptor bukanlah seorang koruptor.
Tak hanya itu Fahri Hamzah menjelaskan koruptor yang sudah menjalani masa tahanan di lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik.
Apabila eks koruptor tetap dinilai memiliki pribadi yang buruk, maka sama saja publik tidak menganggap keberadaan lembaga pemasyarakatan.
Fahri Hamzah menilai mantan koruptor lebih baik dibanding seseorang yang berniat untuk melakukan tindakan korupsi.
• KPU Jakarta Barat Akan Kumpulkan Caleg Hingga Timses Capres-Cawapres Demi Kampanye Damai
• Tak Terpengaruh Putusan MA, NasDem Coret Dua Bakal Caleg Mantan Koruptor yang Diloloskan Bawaslu
Hal tersebut disampaikan Fahri Hamzah melalui media sosial, Twitter pada Kamis (20/9/2018).
"Mantan Koruptor bukan koruptor...
Sistem pemasyarakatan itu agar orang lebih baik...kalau kita anggap mereka lebih buruk berarti pemasyarakatan Gak dianggap...
panjang sih tapi nalar aja...mantan koruptor lebih daripada calon koruptor...rasain deh..." tulis Fahri Hamzah.
Alasan Fahri Hamzah sepakat dengan eks koruptor nyaleg rupanya bukan cuma karena hal tersebut.
Menurut Fahri Hamzah orang yang sudah pernah melalukan korupsi dan melalui masa hukuman, pastinya akan menghindari kesalahan yang sama.
"Yang tahu jalan bisa menghindar jalan sesat..." tulis Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah mengatakan seseorang yang belum tahu seperti apa rasanya menjadi mantan napi koruptor mungkin akan terjebak ke dalam kasus korupsi.
"Yang Gak tahu bisa terjebak...hidup itu ada rumusnya...jangan praduga bersalah...ikut hukum Tuhan saja...dendam itu merusak hukum...cerdas sikit napa..." tulis Fahri Hamzah.
KPU Akan Loloskan Bakal Caleg Eks Koruptor
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai hasil uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.
KPU juga menerima salinan putusan uji materi pasal 60 huruf j PKPU nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD.
KPU akan mempelajari kedua salinan putusan MA tersebut.
"Kemarin hari Senin malam, KPU sudah menerima salinan putusan MA (tentang) judicial review PKPU, baik itu PKPU tentang pencalonan DPD maupun PKPU yang pencalonan DPR. Nah, peraturan itu kita pelajari hari ini," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018).
Hasyim menjelaskan, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan KPU untuk merespons putusan MA.
• Partai Gerindra Menjadi Partai yang Terbanyak Ajukan Caleg Mantan Terpidana Korupsi
• Caleg Eks Koruptor akan Ditandai di Surat Suara
• Teller Bank BRI di Surabaya Korupsi Dana Nasabah Rp 1,09 M, Begini Modusnya
Pertama, mengidentifikasi kasus atau perkara bakal caleg koruptor yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU, tetapi diloloskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
KPU akan mencermati, apakah tidak diloloskannya bakal caleg tersebut disebabkan karena statusnya sebagai mantan napi korupsi, atau karena hal lain.
Jika penyebabnya adalah status mereka sebagai eks koruptor, maka KPU kemungkinan akan mengganti status bakal caleg tersebut dari TMS menjadi Memenuhi Syarat (MS).
"KPU akan memeriksa itu untuk ditindaklanjuti dalam arti dilaksanakan putusannya untuk (bakal caleg) dimasukkan kembali (dalam Daftar Calon Sementara)," ujar Hasyim.
Sebelumnya terdapat puluhan bakal caleg yang tidak diloloskan KPU lantaran statusnya sebagai eks koruptor, tetapi diloloskan oleh Bawaslu melalui sidang sengketa.
Namun, atas putusan Bawaslu tersebut, KPU memilih menunda pelaksanaan sampai putusan MA terhadap PKPU keluar.
Kemungkinan kedua, lanjut Hasyim, yaitu melakukan revisi PKPU yang menyebutkan mantan narapidana kasus korupsi dilarang maju sebagai caleg.
"Kemungkinan kedua, kemungkinan yang paling bagus, itu ya direvisi PKPU-nya," kata Hasyim.
Untuk kemungkinan tersebut, KPU harus berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, untuk kemudian disampaikan pula ke DPR.
"Jadi secara hukum aspek formil dari pembentukan peraturan perundangan-undangan juga terpenuhi, secara substansi juga terpenuhi," tutur Hasyim.
Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta uji materi pasal 60 huruf j PKPU nomor 26 tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017.
Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai calon wakil rakyat. (TribunJakarta.com/ Kompas.com)