Bukan Prabowo, Inilah Sosok Prajurit Kopassus Pertama di Puncak Everest

Prabowo Subianto menaklukkan puncak Everest yang disampaikan Mardani Ali Sera mendapat sorotan, karena keliru membaca data.

Editor: Y Gustaman
Asmujiono saat menggapai puncak Everest. Prabowo Subianto (insert). 

Saat mencapai ketinggian 7.000 meter ia merasa aneh pada berat badannya.

"Berat badan saya sudah turun dari 70 kilo jadi 63 kilo karena tiga hari enggak makan apa-apa. Akhimya, saya paksakan makan buah leci hangat sampai tiga malam berikutnya. Kami juga makan vitamin dalam dosis ringan," terang dia.

Perjalanan pulang pun tak kalah berbahayanya.

"Di ketinggian 8.500 meter, kami terpaksa bermalam karena terhadang badai salju. Sementara persediaan oksigen tinggal dua tabung. Terpaksalah kami sibuk membagi rata oksigen," cerita Misirin.

Di situlah, Misirin nyaris tewas kehabisan oksigen.

"Rasanya saya sudah di ambang hidup dan mati," ujarnya. Saat itulah, Misirin mengaku melihat wajah dan mendengar suara istri dan anaknya, Andayati (27) dan Jojo Irwantoro (4).

Semangat hidup Misirin mendadak bangkit. Saat itu, nun jauh di seberang samudera, Andayati tengah memanjatkan doa bagi keselamatan suaminya.

Selain doa, Andayati juga mengirim faks dan surat. Hanya saja, Misirin mengaku tak sempat-sempat membalas surat istrinya.

"Sudah saya jelaskan kepadanya, informasi dari teve dan koran, kan, jalan terus. Dan dia bisa ngerti," ujarnya.

Andayati mengaku bisa memahami alasan suaminya. Ia ikut bangga karena suaminya mencapai prestasi yang tak bisa diraih sembarang orang.

"Sebagai istri prajurit, saya siap jika suami saya ditugaskan kapan pun dan di mana pun. Sebelum menikah risiko ini sudah saya sadari, kok," ungkap Andayati sambil tersenyum bahagia.

Hindari Jatuh Korban

Keberhasilan Indonesia Everest 97 memang terasa lebih sempurna jika tim Utara dan Selatan dapat bertemu di puncak.

Namun, menurut Komandan Tim Utara, Letda Sudarto, prestasi yang dicapai tim Selatan pun sudah' amat luar biasa.

"Pers asing yang meliput pendakian ini sampai terkagum-kagum mengetahui latihan kita cuma enam bulan, sementara kita dari negara tropis. Biasanya, sih, para pendaki perlu minimal setahun untuk berlatih," jelas Sudarto.

Menurut Sudarto, tim dari Utara "hanya" mencapai ketinggian 8.600 meter. Karena cuaca terlalu buruk, serta pertimbangan pelatih dan dokter, Mayjen Prabowo selaku penanggung jawab ekspedisi akhimya memerintahkan mundur karena tak mau sampai jatuh korban.

"Saya yakin, kalau kami ngotot, pasti bisa sampai puncak. Tapi saya enggak yakin, apakah setelah itu masih ada yang bisa bertahan hidup karena selain datangnya badai, suhu sudah mencapai minus 40 derajat celsius."

Dan bila sampai ada anggota tim yang tewas atau hilang, "Itu berarti, kan, ekspedisi kita gagal. Sekalipun tim Selatan ada yang sampai ke puncak," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: Ekspedisi Everest '97 yang Digagas Prabowo: Kisah Prajurit Asmujiono Gapai Puncak Everest Setelah Injak Mayat

Sumber: Intisari
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved