Kasus Korupsi
Sempat Ngantor dan Bersumpah Tak Tahu Sebelum Diringkus KPK, Bupati Neneng Dinonaktifkan dari Golkar
Ketika ditanya perihal kasus apa yang menyebabkan KPK melakukan penggeledahan dan penyegelan di Kantor Dinas PUPR, dia mengaku tidak tahu menahu.
Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM - Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Neneng disangka menerima suap dari pengembang Lippo Group terkait perizinan proyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengungkapkan kasus ini KPK menetapkan 9 orang tersangka.
Pihak-pihak yang diduga sebagai pemberi suap yakni Billy Sindoro Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama Konsultan Lippo Group, dan Henry Jasmen pegawai Lippo Group.
"Sementara pihak yang diduga sebagai penerima suap adalah Neneng Hasanah Yasin Bupati Kabupaten Bekasi, Jamaludin Kepala Dinas PUPR, Sahat MJB Nahar Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kab. Bekasi, Dewi Tisnawati Kepala Dinas DPMPTSP Kab Bekasi, Neneng Rahmi Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Kabupaten Bekasi," kata Laode kepada wartawan di Gedung KPK, Selasa (16/10/2018).
Kronologinya, pada Minggu tanggal 14 Oktober 2018, sekitar pukul 10.58 WIB, tim KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Taryudi kepada Neneng Rahmi.
Transaksi dilakukan di pinggir jalan raya.
Kemudian setelah dilakukan penyerahan uang, keduanya berpisah menggunakan mobil masing-masing.
Kemudian KPK mengejar Taryudi, sekitar pukul 11.05 di jalan di perumahan Cluster Bahama, Cikarang, KPK mencokok konsultan Lippo Group tersebut. Dalam penangkapan itu diamankan uang sejumlah S$ 90 ribu dan Rp 23 juta.
Di tempat terpisah sekitar pukul 11.00 WIB, tim KPK yang lain juga mengamankan konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama di kediaman di Surabaya.
Lalu pukul 13.00 WIB tim KPK mengamankan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin.
Dan pukul 15.49 WIB tim KPK mengamankan Henry Jasmen di kediamannya di Bekasi.
Sekitar pukul 23.15 WIB tersangka penerima suap, Bupati Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin sampai di Gedung KPK.
Disusul kemudian 23.40 WIB, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sampai di Gedung KPK.
Dengan penangkapan tersebut, tinggal satu tersangka lagi yang belum tertangkap yakni Neneng Rahmi Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Kabupaten Bekasi.
"Untuk tersangka yang belum tertangkap kami ingatkan untuk bersikap kooperatif dan pihak yang terkait tidak melakukan perusakan barang bukti, mempengaruhi saksi atau melakukan upaya yang menghambat psnwgakan hukum," kata Laode
Sempat bekerja dan mengaku tak tahu
Neneng Hasah Yasin mengaku tidak tahu perihal kasus korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi.
Neneng mengatakan, saat KPK melakukan penggeladahan dan penyegelan tersebut, ia sedang berada di rumah.
Adapun penyegelan dan penggeledahan diketahui berlangsung siang hingga sore hari kemarin.
"Saya taunya pas maghrib (kemarin) lagi di rumah," kata Neneng di ruangan Bupati Bekasi, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Senin (15/10/2018).
Dia melanjutkan, informasi adanya penggeledahan sendiri didapat melalui telepon.

"Ditelpon dari pak Sekda, katanya iya (ada penggeledahan) katanya sih kaya gitu doang," singkat Neneng.
Ketika ditanya perihal kasus apa yang menyebabkan KPK melakukan penggeledahan dan penyegelan di Kantor Dinas PUPR, dia mengaku tidak tahu menahu.
"Saya demi Allah enggak tahu," kata Neneng.
Dia juga belum mendapatkan informasi perihal siapa saja yang diamankan dan apa saja yang dibawa KPK saat melakukan penggeledahan dan penyegelan di Dinas PUPR.
"Iya (masih nunggu informasi KPK), siapanya juga enggak tahu, izinnya apa saya juga enggak tahu," kata Neneng.
Neneng juga mengaku sempat mewanti-wanti sejumlah pejabat di Dinas PUPR agar hati-hati dalan menjalankan tugas.
"Awal tahun udah saya wanti-wanti, ke Bu Tina (kasi bidang Tata Ruang PUPR) Bu Neneng (Kabid Tata Ruang PUPR) saya juga udah himbau hati-hati," kata Neneng di Kantor Bupati Bekasi, Senin (15/10/2018).
Dia sendiri sejauh ini masih menunggu informasi lebih lanjut dari KPK, bahkan ketikan ditanya siapa saja dan apa saja yang diamankan KPK, dia belum mengetahui secara perisis.
Neneng juga belum mengetahui kasus korupsi apa yang menjerat pegawainya sampai-sampai KPK melakukan penyegelan di kantor Dinas PUPR.
"Iya (masih nunggu informasi KPK), siapanya juga enggak tahu, izinnya apa saya juga enggak tahu," jelas dia.
Perihal adanya dugaan kasus korupsi yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Bekasi, dia mengaku cukup kaget dan prihatin.
"Kaget lah pastinya, prihatin pasti, kita kerja yang terbaiklah yang namanya pemimpinka pasti resiko ada yang penting berusaha yang terbaik," kata dia.
Warga tak terkejut
Neneng Hassanah Yasin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Atas penangkapan itu, warga Kabupaten Bekasi mengaku tidak terkejut, malah sudah memprediksi Pemerintah Kabupaten Bekasi bakal diobok-obok KPK.
"Saya sih enggak terkejut ya, pejabat Pemkab Bekasi itu kan beberapa kan kena tim saber pungli Polda Metro Jaya," kata Nano Heryawan (40), warga Cibarusah, Kabupaten Bekasi, kepada Wartakota, Selasa (16/10/2018).
Nano mengatakan, Pemkab Bekasi yang dipimpin Neneng Hassanah Yasin dua periode tidak tampak perubahan signifikan.
"Lihat saja kalau main ke Kabupaten Bekasi, jalan banyak yang rusak dari awal Neneng menjabat juga sampai sekarang tidak juga dibenerin. Malah jalan depan rumah Neneng di Pabayuran itu mulus bangat," tuturnya.
Ipeh Nuriyati, warga Babelan, Kabupaten Bekasi, juga mengungkapkan era kepempimpinan Bupati Neneng Hassanah Yasin tidak menunjukka perubahan pembangunan.
"Sudah kayak tidak ada pemerintahannya, sampah di mana-mana, jalan rusak, pelayanan kelurahan atau kecamatan aja sulit. Dari dulu begitu aja, memang bener harus diganti bupati, eh akhirnya ditangkap KPK," ucapnya.
Ipeh juga tidak habis pikir kemajuan pembangunan di Kabupaten Bekasi tidak terlihat. Padahal, di lokasi itu banyak sekali pabrik maupun perusahan-perusahan besar.
"Ini kan tidak seimbang, wilayah yang dekat pengembang gitu daerahnya bagus-bagus. Tapi kalau sudah pelosok gitu kacau parah. Lihat aja Muara Gembong kayak enggak disentuh Pemkab sama sekali. Kerjanya apa ini bupati, sibuk bikin izin pengembang properti, nah kan ketangkap juga jadinya sama KPK," paparnya.
Ipeh yang merupakan guru honorer di Kabupaten Bekasi juga mengaku selama ini belum pernah merasakan kenaikan gaji yang signifikan. Gaji guru honorer Rp 45 ribu per hari. Jika para guru mengajar satu bulan penuh, 26 hari, pendapatan yang diterima berkisar Rp 1,2 juta
"Kita guru honorer sudah sering demo, terakhir belum lama ini kita demo nginep-nginep sampai ada yang pingsan. Tetep aja sudah kayak orang budek tuh Bupati, boro-boro naik status. Kita minta naikin gaji saja kebanyakan mikir, anggaran katanya enggak cukup, bohong bangat," bebernya.
Dinonaktifkan dari Golkar
Partai Golkar memberikan sanksi kepada Bupati Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Neneng merupakan kader Partai Golkar.
Ia saat ini menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Bekasi.
"Partai Golkar memberikan sanksi yang tegas, yaitu menonaktifkan saudara Neneng Hasanah Yasin dari kepengurusan Partai Golkar," kata Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada Kompas.com, Kamis (16/10/2018).

Ace mengatakan, sanksi ini diberikan sesuai dengan Pakta Integritas yang telah ditandatangani para Kepala Daerah yang berasal dari kader Partai Golkar tanggal 2 Februari 2018 di Jakarta.
"Pakta integritas itu menyatakan bahwa jika terlibat dalam kasus korupsi maka akan diberikan sanksi tegas," kata Ace.
Adapun sanksi pemecatan baru akan diberikan jika sudah ada vonis pengadilan yang menyatakan Neneng terbukti bersalah.
Golkar pun mengingatkan kepada seluruh kader, khususnya yang menjabat di eksekutif atau pun legislatif, untuk menjauhi korupsi.
"Itu dapat merusak citra Partai Golkar dan merusak kepercayaan rakyat dalam menghadapi Pemilu 2019 yang sudah di depan mata," kata Ace.
Punya harta Rp 73,4 miliar
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Neneng di https://elhkpn.kpk.go.id, Selasa (16/10/2018), Neneng tercatat memiliki total harta kekayaan sekitar Rp73,4 miliar.
Neneng diketahui memiliki 143 bidang tanah di Bekasi, Karawang, serta Purwakarta. Nilai harta tak bergerak itu mencapai Rp61,7 miliar.
Selain itu Neneng juga memiliki kendaraan dua unit mobil senilai Rp679 juta dan harta bergerak lainnya senilai Rp452,7 juta.
Bupati dari Partai Golkar ini juga memiliki kas senilai Rp9,9 miliar, serta harta lainnya sejumlah Rp2,2 miliar. Sehingga total harta kekayaan Neneng mencapai Rp75 miliar.
Selain itu Neneng tercatat memiliki utang sebesar Rp1,6 miliar. Dengan demikian total kekayaan bersih Neneng sebesar Rp73,4 miliar. (TRIBUNNEWS.COM/KOMPAS.COM/WARTAKOTA)