Sederet Fakta Gedung Granadi yang Disita: Milik Keluarga Soeharto Hingga Komentar Partai Berkarya
Gedung Granadi milik keluarga Presiden ke-2 RI Soeharto disita dan selanjutnya akan dilelang. Politikus Partai Berkarya memberi tanggapan.
Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COOM, JAKARTA - Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, milik keluarga Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto disita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur mengatakan, penyitaan tersebut berkaitan perkara yang melibatkan Yayasan Supersemar.
"Sudah lama disita untuk memenuhi putusan pengadilan berkaitan dengan perkara Yayasan Supersemar," kata Guntur saat dikonfirmasi Kompas.com pada Selasa (20/11/2018).
TribunJakarta.com menkompilasi sejumlah fakta soal penyitaan Gedung Granadi, kaitannya dengan Partai Berkarja dan kasus di baliknya.
Milik Keluarga Presiden Soeharto
Guntur tidak menyebut waktu persis penyitaan tersebut. Namun, ia mengatakan penyitaan telah dilakukan beberapa bulan lalu.
"Sudah lama saya infokan ke media," ujar dia.

Ia menuturkan, gedung tersebut akan dilelang. Nilai lelang akan ditentukan tim apprisal yang tengah melakukan tugasnya.
"Saat ini pengadilan menunggu hasil penilaian dari appraisal yang menilai aset tersebut untuk selanjutnya dilakukan lelang," kata Guntur.
Pada Selasa ini, Gedung Granadi terpantau sepi dan dijaga ketat.
Sejumlah petugas keamanan tampak berjaga di pintu masuk, meski hari ini merupakan hari libur.
Reaksi Politikus Partai Berkarya
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso, menyebut tak ada hubungan penyitaan Gedung Granadi dengan kantor partai besutan Hutomo Mandala Putra, akrab disapa Tommy Soeharto itu.
Menurut mantan politikus Golkar itu, proses sita menyita Gedung Granadi peristiwa hukum biasa antara Yayasan Supersemar dengan penguasa.
"Ini (penyitaan Gedung Granadi) peristiwa hukum biasa antara Yayasan Supersemar dengan penguasa. Dan tidak ada hubungan dengan kantor Partai Berkarya," ujar Priyo Budi Santoso dalam keterangannya, Senin (19/11/2018).
Ia menegaskan tak ada aset Partai Berkarya yang disita seperti diberitakan.

"Saya mendapat penjelasan hukum dari lawyer bahwa yang terjadi tidak seperti yang diberitakan itu," sambung Priyo Budi Santoso.
Priyo Budi Santoso juga mengatakan Ketua Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto telah memberikan kantor DPP yang dinilainya cukup representatif di Jalan Antasari No 20.
"Inilah markas besar kita! Dari Antasari ini pulalah kita komando dan gerakkan mesin partai se-Indonesia," terang Priyo Budi Santoso.
"Sudah lebih dari 3 bulan ini, Sekjen Berkarya dan organ-organ penting lainnya berkantor disini, kita rapat, koordinasi dan atur strategi, kadang sampai larut malam," tutur Priyo Budi Santoso.
Menilik Gedung Granadi
Pantauan Tribunnews.com pada Selasa (20/11/2018) dari luar terlihat lokasi gedung yang berada di pinggir jalan tersebut sepi.
Gedung berwarna putih beraksen hijau itu memiliki 12 lantai.
Tulisan Granadi terpampang di atas lobi gedung.
Di atas tulisan itu ada logo bergambar guci, padi, dan kapas yang dihiasi tulisan Graha Dana Abadi.
Dari kejauhan, Gedung Granadi terlihat tertutup.
Pintu depan sebagai akses masuk ke bagian dalam gedung terlihat tidak dibuka.
Dari luar memang tidak ada tanda-tanda gedung tersebut telah disita.
Papan pengumuman penyitaan tidak terlihat di lobi gedung atau pagar depan.
Situasi seperti yang sama juga terlihat di lapangan depan gedung tersebut.
Lapangan terlihat kosong dan tidak ada aktivitas dari warga.
Kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat tidak ada yang terparkir di area tersebut.
Sementara di bagian depan terdapat petugas keamanan.
Salah satu petugas yang menempati pos keamanan tersebut tidak dapat memberitahukan mengenai proses eksekusi.
"Tidak tahu," ujar petugas keamanan ditemui di Gedung Granadi.
Berdasarkan informasi yang diterima, Partai Berkarya sebagai partai politik peserta Pemilu 2019 mempunyai kantor di Gedung Granadi.
Namun, saat dikonfirmasi kepada petugas keamanan itu, dia menampiknya.
Pria yang sudah bekerja selama beberapa tahun di area tersebut mengungkapkan Partai Berkarya tidak berkantor di gedung tersebut.
Partai Berkarya berkantor di Jalan Pangeran Antasari Nomor 20, RT.12/RW.13, Cilandak Barat, Cilandak, Kota Jakarta Selatan.
"Kantor Berkarya di Jakarta Selatan," kata dia sambil menunjuk-nunjuk jalan menuju ke lokasi kantor Partai Berkarya.
Berselang beberapa menit setelah berada di lokasi, terlihat pejalan kaki atau pengguna kendaraan roda empat memasuki gedung.
Mereka dibukakan pintu petugas setelah menjawab keperluan mereka.
Kasus Supersemar
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Dwi Sugiarto telah mengeluarkan penetapan dan mengabulkan permohonan eksekusi lelang dan pencairan rekening Yayasan Beasiswa Supersemar.
Penetapan tersebut bernomor 72/Eks.Pdt/2015 juncto Nomor 904/Pdt.G/2007/PN Jkt.Sel yang ditetapkan 11 Januari 2018.
Dilansir Kompas.com, berdasarkan daftar aset Yayasan Supersemar, ada 113 rekening deposito yang akan dicairkan.
Sejumlah rekening tersebut tersebar di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Karawang, Cibinong, dan Jakarta Selatan.
Untuk pencairan rekening di luar Jakarta Selatan, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur saat itu mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan pengadilan terkait.
• Ini Alasan Partai Berkarya Ingin Pasang Foto Soeharto Selama Kampanye
• Ikut Datang ke KPU, Titiek Soeharto Sebut Partai Berkarya Dukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno
• DPD Partai Berkarya Tangsel Bantah Kadernya Disebut Utang Kopi
"Jadi yang berada di luar Jaksel masih meminta bantuan kepada pengadilan tersebut yang hingga kini belum tuntas seluruhnya. Namun sedang berjalan," kata Achmad.
Selanjutnya pengadilan akan melelang aset Yayasan Supersemar berupa tanah dan bangunan, satu di antaranya Gedung Granadi.
Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan MA sebesar Rp 4,4 triliun.
Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.
Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disebut disalurkan kepada sejumlah perusahaan. (*) (Tribunnews.com/Kompas.com)