Bayi Rayyan Tak Dapat Bantuan, Komnas PA: Pemkot Depok Jangan Pura-pura Tidak Tahu
Tanpa penghargaan pun, Sirait menegaskan Pemkot Depok memiliki kewajiban membantu biaya rawat jalan dan mengusut dugaan kelalaian RS GPI Depok.
Penulis: Bima Putra | Editor: Erlina Fury Santika
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, BEJI - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengkritik Pemkot Depok karena tak maksimal membantu biaya rawat jalan Rayyan Haryo Ardianto yang lahir tanpa anus.
Dia menyinggung penghargaan kategori Nindya atas program Kota Layak Anak (KLA) dari Kementerian PPPA yang diterima namun tak dibarengi dengan kepedulian Pemkot Depok terhadap warganya.
Tanpa penghargaan pun, Sirait menegaskan Pemkot Depok memiliki kewajiban membantu biaya rawat jalan dan mengusut dugaan kelalaian RS GPI Depok.
"Depok mendapat pengharhaan dari Kemen PPPA sebagai kota layak anak. Jadi tidak ada alasan bagi Pemkot Depok untuk tidak memberikan jaminan perlindungan kesehatan bagi Rayyan," kata Sirait saat dihubungi wartawan di Beji, Depok, Jumat (11/1/2019).
Secara khusus, Sirait yang merupakan warga Kecamatan Tapos, Depok itu meminta Wali Kota Depok M. Idris Abdul Shomad membantu bayi malang usia 6 bulan itu.
Dia meminta orang nomor satu di Depok itu jangan berpura-pura tidak mengetahui kondisi Rayyan yang nyaris tewas saat lahir dan kini harus BAB lewat kolostomi atau saluran pembuangan sementara.
Pasalnya jarak Balaikota Depok dengan kediaman orangtua Rayyan, Oklavia Supriatin (39) dan Haryanto (44) di Jalan Beringin, Beji tak sampai setengah jam.
"Pemkot Depok Jangan pura-pura tidak tahu terhadap keberadaan Rayyan dan keluhan keluarganya. Kasihan Rayyan, dia butuh pertolongan cepat," ujarnya.
Dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU RI tentang Kesehatan, UU Hak Asasi Manusia serta Konvensi PBB tentang Hak Anak.
Sirait menjelaskan bahwa pemerintah wajib memberikan jaminan perlindungan kesehatan kepada bagi anak, terlebih bila kondisinya memprihatinkan.
"Tidak ada alasan bagi Pemkot Depok untuk tidak memberikan layanan kesehatan bagi Rayyan. Dalam kondisi keluarga yang tidak mampu, Dinas Kesehatan Depok mesti responsif dan peduli," tuturnya.

• Sumur Tercemar Air Septic Tank Jadi Penyebab Keracunan Massal di SDIT Pondok Duta Depok
• Rampas Handphone Penumpang Angkot, 2 Pemuda di Depok Nyaris Diamuk Massa
• Orangtua Rayyan Anggap Pemkot Depok Tak Layak Terima Penghargaan KLA dari Kementerian PPPA
Sebagai informasi, orangtua Rayyan kini kelabakan memenuhi biaya rawat jalan Rayyan yakni kantong kolostomi, susu penambah berat badan, busi anus, biaya kontrol, dan ongkos jalan.
Mahalnya harga kantong kolostomi yang mencapai Rp 40 ribu per kantong dan hanya dapat digunakan satu kali membuat Oklavia terpaksa menggunakan kantong plastik tahu jadi pengganti.
Kantong plastik yang kerap digunakan tukang sayur membungkus dagangannya itu dia buat sendiri dengan mempelajarinya di YouTube.
Sekarang saya lagi enggak bisa beli kantong kolostomi karena harganya mahal. Rp 40 ribu satu kantong, belum susu penambah berat badan, Rp 360 ribu untuk satu minggu. Sekarang kantong kolostomi buat sendiri pakai plastik tahu," kata Oklavia.
Perihal keselamatan penggunaan kantong plastik tahu jadi kantong kolostomi, merujuk dari penuturan sejumlah orangtua yang senasib, Oklavia menyebut hal itu aman dan bukan merupakan hal asing di dunia medis.
Tapi karena tak diperuntukkan di bidang medis, kantong plastik tahu itu harus diganti dalam hitungan jam, berbeda dengan kantong kolostomi yang bisa dicuci dan bertahan seharian.
"Memang enggak tahan seperti kantong kolostomi, dalam sehari saya bisa 10 kali ganti. Tapi mau bagaimana, enggak ada bantuan dari pak Wali dan Wakil. Mereka cuman pernah janji doang, datang ke rumah saja tidak," tuturnya.
Bantuan teranyar yang diberikan Pemkot Depok hanya uang Rp 500 ribu yang diberikan Puskesmas Beji untuk membeli susu penambah berat badan pada akhir Desember 2018 lalu.
Anjloknya berat Rayyan karena tak bisa BAB selama tiga hari dan harus puasa karena menjalani operasi pembuatan kolostomi membuat susu penambah berat badan jadi kebutuhan pokok bagi Rayyan.
• Tak Bisa Berobat, Orangtua Bayi Rayyan Tagih Janji Wali dan Wakil Kota Depok Bantu Pengobatan
• Minim Bantuan, Orang Tua Bayi Rayyan Terpaksa Utang untuk Biaya Rawat Jalan
• Usai Operasi Kolostomi, Bayi Rayyan Harus Jalani Dua Kali Operasi Lagi
Intruksi dokter RSPAD Gatot Soebroto yang menangani operasi Rayyan sejak awal agar tak mengkonsumsi susu selain susu penambah berat badan mau tak mau harus dituriti Oklavia.
"Kata dokter jangan dikasih susu laktogen, harus susu penambah berat badan. Karena berat badan Rayyan pas operasi kemarin itu anjlok. Jadi sekarang fokus di susu dulu. Kantong kolostomi beli tapi enggak banyak," lanjut Oklavia.
Selain kantong kolostomi, susu penambah berat badan, biaya kontrol di RS Hermina Depok, dan ongkos ke RSPAD Gatot Soebroto.
Pihak keluarga harus memutar otak karena harus membeli busi anus, yakni lempeng besi tumpul yang digunakan untuk mencolok lubang anus Rayyan.
Busi anus atau dalam prosedur medis disebut Businisasi bertujuan agar lubang anus hasil operasi tak menutup rapat selama Rayyan terpaksa BAB dan buang angin melalui kolostomi.
"Sekarang saya harus beli busi anus karena dari BPJS itu enggak bisa gratis. Harganya mahal, Rp 290 ribu. Karena pak Wali dan Wakil pernah janji mau bantu Rayyan saya harap mereka penuhi janji mereka," harap dia.