45 Tahun Peristiwa Malari: Tolak PM Jepang, 11 Korban Jiwa Kerusuhan hingga Pembungkaman Mahasiswa
Hari ini 45 tahun yang lalu, 15 Januari 1974, mahasiswa turun ke jalan untuk menentang rencana investasi besar-besaran Jepang di Indonesia.
Awalnya, mahasiwa melakukan aksi di kampus Universitas Trisakti. Aksi tersebut dikenal dengan Apel Tritura 1974, yang berisi tiga tuntutan yaitu "turunkan harga, bubarkan asisten pribadi presiden, dan gantung koruptor".
Pada acara itu, aksi juga diakhiri dengan pembakaran boneka Tanaka yang disimbolkan sebagai penjajah ekonomi. Pada hari itu juga, ratusan mahasiswa dan pelajar melakukan long march dari Universitas Indonesia (UI) di Salemba, Jakarta Pusat ke Universitas Trisakti di Grogol, Jakarta Barat.
Kerusuhan mulai pecah ketika massa ingin bergerak menuju Istana Kepresidenan.
Saat itu, mulai terjadi bentrok mahasiswa dengan aparat. Pada sisi lain, mahasiswa juga telah bersiap siaga di di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara.
Kerusuhan mulai terjadi, antara lain di Jalan Nusantara, Sunter, Jakarta Utara. Ada massa yang beraksi dan mendorong mobil buatan Jepang hingga menjatuhkannya ke sungai.
Kekacauan meledak dan terjadi kerusuhan di beberapa kota secara bersamaaan. Di jalan protokol kota, yaitu di Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman, mobil-mobil dan barang buatan Jepang menjadi tujuan utama perusakan.
Barang-barang dirusak dan dibakar. Kondisi diperparah dengan penjarahan terhadap toko-toko, bahkan sejumlah sauna milik pengusaha Jepang juga dibakar habis.
Mahasiswa yang melakukan aksi politik tanpa kekerasan merasa aksinya dimanfaatkan hingga terjadi kerusuhan.
Jenderal Soemitro dan Adam Malik turun ke jalan
Meski dibayangi aksi demonstrasi besar-besaran, pertemuan Presiden Soeharto dengan PM Tanaka berjalan lancar di Istana Kepresidenan.
Pasukan dari sejumlah korps daerah militer di Pulau Jawa diambil untuk mengamankan sisi terluar Jakarta dan melindungi obyek vital dari aksi mahasiswa.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 16 Januari 1974, pasukan Kostrad yang didampingi oleh beberapa mahasiswa lain yang menyandang bendera Merah Putih bersama Jenderal Soemitro turun ke jalan.

Langkah ini merupakan upaya Jenderal Soemitro selaku Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.
Dia mulai melakukan mediasi dengan perwakilan mahasiswa. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Adam Malik juga turun untuk menenangkan massa.