Cerita Wawan, Tiap Hari Pergi Pulang Jasinga-Jakarta Buat Berkeliling Jual Cemilan Tradisional
Saat ini keberadaan pedagang keliling yang berjalan kaki tak sebanyak beberapa tahun lalu. Wawan masih setia berjualan cemilan tradisional.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Dikatakannya, untuk pergi pulang Jakarta-Bogor menggunakan KRL ia hanya merogoh kocek Rp 16.000.
Sedangkan untuk makan siang, Wawan selalu membawa bekal sebagai upaya penghematan.
Menurutnya, angka tersebut lebih hemat ketimbang harus tinggal di Jakarta.
"Kalau tinggal di Jakarta kan mahal, buat sewa kontrakan aja sudah berapa, belum lagi buat makan anak istri. Makanya lebih milih bolak balik karena saya kan emang asli Jasinga," kata Wawan.
Selain harus berjuang menempuh perjalanan cukup jauh setiap harinya, Wawan mengakui omzet sebagai penjual cemilan tradisional sepertinya memang tak menentu.
Mayoritas masyarakat, umumnya anak-anak muda sudah tak tertarik dengan cemilan yang dijualnya.
• Jual Kue Seribuan, Bu Dendy Pakai Mobil Seharga 3 Toyota New Avanza
• Sejarah Kue Keranjang di Perayaan Imlek, Legenda Raksasa Jahat hingga Sesaji untuk Leluhur
Tak jarang, ia harus pulang sampai larut malam sambil berharap seluruh dagangannya itu laris terjual, meski jumlah dagangan yang ia bawa sebenarnya tidak terlalu banyak.
"Bawa sedikit aja jarang habis cepat. Kalau belum habis semua, saya biasanya pulang naik kereta yang paling malam," kata Wawan.
Namun, lantaran tak ada pilihan lain dan ingin melestarikan cemilan tradisional kebanggaan daerah asalnya, hal itulah yang membuat Wawan tetap setia berjualan sampai hari ini.
"Ya namanya hidup harus kita jalanin aja. Biar sedikit asalkan halal kan enggak masalah yang penting bisa buat hidupin anak istri dirumah," katanya.