Dugaan Penganiayaan Anak Berkebutuhan Khusus: Sekolah Tak Menggubris, Orang Tua Lapor Polisi
"Pada saat itu, pihak sekolah bilang tidak ada sesuatu yang terjadi apa-apa di sekolah, cuma kalau kata bu Ria, pak HM, bicara agak keras sama anak,"
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI- Kasus dugaan penganiayaan terhadap anak peserta anak didik kembali muncul ke permukaan.
Seorang murid sekolah di Bekasi, JMH (11) di Bekasi mengaku menjadi korban wali kelasnya. Menjadi tambah miris, karena JMH tersebut adalah anak berkebutuhan khusus.
Berikut adalah rangkuman TribunJakarta:
1. Mengaku dianiaya
Murid sekolah dasar di Bekasi berinisial JMH (11), diduga jadi korban penganiayaan oleh oknum gurunya sendiri. Ia mengalami luka lebam pada bagian kaki diduga akibat terkena benda tumpul.
Muhammad Sugih (43), ayah korban mengatakan, awal mula ia tahu anaknya diduga jadi korban kekerasan ketika, pada Kamis, (7/2), ia melihat tedapat luka lebam pada kaki ankanya serta bekas cubitan memerah.
"Pas saya pulang kerja, lalu menjelang malam hari kamis itu, saya lihat kaki anak saya kaya lebam terus beberapa agak memerah kaya bekas cubitan," kata Sugih saat dijumpai di kediamannya, Selasa, (12/2/2018).
Kemudian pada hari itu juga, ia menelepon pihak sekolah untuk menanyakan apakah anaknya mengalami masalah sampai terdapat luka pada kakinya.
"Saya terus konfirmasi ke pihak sekolah, saya tanya apa anak saya ada masalah, terus saya juga minta pihak sekolah menanyakan ke wali kelasnya, terkait anaknya," kata Sugih.
JMH sendiri merupakan anak berkebutuhan khusus, Sugih menjelaskan, perlu kesabaran saat menanyakan sesuatu ke putranya.
Saat ia mencoba menanyakan perihal luka lebam dideritanya, JMH mengaku telah dicubit oleh seorang guru berinisial HM yang tidak lain adalah wali kelasnya.
"Pelan-pelan saya tanya ke dia (JMH), kenapa kakinya, terus dia jawan dicubit sama guru, malam itu juga saya langsung bawa dia ke rumah sakit Awal Bros buat visum, hasilnya ada luka bekas benturan benda tumpul," papar Sugih.
Kemudian pada Jumat, (8/2), ia mendatangi sekolah untuk mengklarifikasi perihal pengakuan anaknya.
Saat itu, Sugih bertemu kepala sekolah Siti Sjahrianti. Kedatangannya ke sekolah bertujuan untuk mengklarifikasi bahwa apakah anaknya selama ini mengalami masalah dengan wali kelasnya.
"Pada saat itu, pihak sekolah bilang tidak ada sesuatu yang terjadi apa-apa di sekolah, cuma kalau kata bu Ria, pak HM, bicara agak keras sama anak saya menurut teman-temannya, nah dari situ saya mulai kepikir sama pengakuan anak saya, agak nyambung," ungkap Sugih.
Sugih juga sempat menunjukkan rekaman pada saat ia menanyakan anaknya tentang luka lebam yang diderita.
Ia selanjutnya meminta agar pihak sekolah dan guru yang bersangkutan mengklarifikasi apakah benar pengakuan anaknya terkait lula lebam yang diderita.
"Abis itu, sama minta sama pihak sekolah 1x24 jam untuk memberikan klarifikasi atas pengakuan dan luka lebam yang diderita anak saya," ujarnya.
Namun itikad baik untuk menyelesaikan masalah dengan meminta pihak sekolah mengklarifikasi dan terbuka atas apa yang diderita anaknya justru tidak digubris.
Akhirnya pada, Sabtu, (9/2) malam, ia melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum guru SD Al-Fajri ke Polres Metro Bekasi Kota.
"Malam itu juga saya lapor dan buat visum di RSUD Kota Bekasi atas dugaan tindakan kekerasan ke anak," jelas dia.
Adapun setelah laporan tersebut, pihak sekolah justru mengundang Sugih, pada Senin, (11/2). Namun, ia enggan memenuhi undangan tersebut lantaran merasa, pihak sekolah dianggap memandang rendah masalah yang belakangan ia coba mintai keterangan.
"Pada Senin itu, saya gak dateng, tapi anak saya tetep saya suruh sekolah, waktu saya suruh asisten rumah tangga untuk antar ke sekolah sambil saya titip salam bahwa saya gak bisa penuhin undangan sekolah," jelas dia.
Setelah hari itu, JMH kini sudah tidak lagi bersekolah, Sugih memutuskan untuk memindahkan anaknya dari SD Al-Fajri. Adapun kasus tersebut akan terus ia usut melalui jalur hukum, lantaran merasa, anaknya telah menjadi korban kekerasan.
"Sampai sekarang sudah tidak sekolah, saya lagi cari sekolah baru buat anak saya, saya mau selesaikan ke jalur hukum aja, karena saya yakin anak saya gak mungkin bohong," jelas dia.
2. Lapor polisi
M Sugih melapor ke Polres Metro Bekasi Kota pada Sabtu (9/2/2019).
"Saya sengaja melapor ke polisi karena sejak datang ke sekolah dari Jumat (8/2/2019) untuk meminta klarifikasi tidak ditanggapi oleh sekolah," kata Sugih, Selasa (12/2/2019).
Sugih mengatakan, laporan itu dibuat dengan nomor LP/367/K/II/2019/SPKT/Restro Bekasi Kota.
Selain karena tidak adanya itikad baik dari pihak sekolah, Sugih melapor ke polisi karena dorongan dari keluarga maupun sekolah itu sendiri.
Padahal, awalnya dia menginginkan kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Guna memperkuat laporan itu, JMH akhirnya menjalani pemeriksaan visum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.
"Dari hasil visum itu terbukti ada benturan benda tumpul yang mengakibatkan kaki kanan dan kiri anak saya luka lebam," katanya.
Kepala Sub Bagian Humas Polrestro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari membenarkan adanya laporan itu.
Menurut dia, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro Bekasi Kota akan memanggil kedua pihak untuk dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP).
"Keterangan pelapor dan terlapor dibutuhkan untuk penyelidikan. Keduanya akan kita panggil untuk diperiksa," kata Erna.
Seorang murid kelas III sekolah dasar (SD) swasta berkebutuhan khusus di wilayah Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi, diduga dianiaya wali kelas.
Akibatnya, bocah laki-laki ini mengalami luka lebam di bagian kaki kanan dan kirinya.
3. Disuruh buat pengakuan palsu
Usai orang tuanya membuat laporan ke pihak kepolisian atas dugaan penganiayaan tersebut, bocah kelas 3 itu sempat diminta menuliskan kejadian yang menyakitkan fisik oleh pihak sekolah.
Muhamad Sugih (43), orang tua JMH mengatakan, pada Senin (11/2), kemarin, anaknya sempat diminta menuliskan catatan harian, namun catatan harian itu cukup aneh lantaran, anaknya diminta untuk menuliskan kejadian yang menyakitkan fisik.
"Sebelumnya nggak pernah ada, setahu saya, biasanya kalau ada menuliskan agenda harian, hari ini misalnya dia (JMH) ngapain aja, cuma kemarin itu dia disuruh nulis kejadian yang menyakitkan fisik," kata Sugih, Selasa, (12/2/2019).
Dalam tulisan tersebut, JMH menulis bahwa ia pernah dipukul oleh tema sekelasnya, lalu ia pernah dicubit oleh ayahnya, kemudian ia pernah kepentok meja, dan hal-hal yang dia rasa menyakitkan fisik.
"Ini istilahnya anak saya disuruh semacam buat surat pernyataan, saya pas lihat tulisan itu saya langsung telepon pihak sekolah, kenapa anak saya disuruh buat tulisan seperti itu," ungkap Sugih.
Menurut Sugih, pihak sekolah pada saat ia telepon mengaku itu hanya semacam tugas, bukan hanya JMH yang diperintahkan menulis hal-hal yang pernah menyakitkan fisik.
"Saya bilang ini gimana, seolah jadi anak saya dimintai kronologis terkait hal-hal yang pernah menyakitkan fisiknya," ungkapnya.
Adapun sebelumnya, Sugih melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum guru berinisial HM ke Polres Metro Bekasi Kota. Hal itu dilakukan setelah ia, melihat luka lebam dan merah pada kaki anaknya.
Sugih kemudian meminta penjelasan ke pihak sekolah, apakah anaknya memiliki masalah, namun pihak sekolah justru mengatakan bahwa, anaknya tidak memiliki masalah apapun dengan guru yang bersangkutan.
Namun ketika ia menanyakan langsung dengan sang anak, JMH mengaku luka lebam dan merah disebabkan lantaran dicubit serta ditendang oleh wali kelasnya sendiri yakni HM.

4. Jatuh dari tangga
Kepala sekolah SD tersebut Siti Sjahrianti, mengatakan, luka lebam yang diderita JMH (11), siswa kelas III B merupakan luka akibat terjatuh dari tangga.
Siti menjelaskan, pada, Kamis, 7 Februari 2019, berdasarkan keterangan sejumlah temannya.
JMH saat itu sedang bercanda dengan temannya, lalu ketika akan menaiki anak tangga, ia terpeleset dan pada bagian kakinya membentur anak tangga.
"Jadi posisi dia belum nyaman saat berdiri (di tangga), kemudian ada temannya bercanda, lalu dia jatuh, tapi gak sampai jatuh parah, hanya terbentur anak tangga," kata Siti, Selasa, (12/2/2019).
Siti menjelaskan, letak kelas tempat JMH belajar memang berada di lantai dua.
Selain itu, selama menjalankan proses belajar mengajar pihaknya tidak pernah menerapkan hukuman yang berkaitan dengan kontak fisik.
Misal kata dia, jika ada siswa yang melakukan kesalahan atau tidak mengerjakan tugas, para guru selalu memberikan hukuman berupa tugas tambahan.
"Kalaupun anak melakukan kesalahan, kita pasti menyelesaikan dengan cara duduk bareng, kita sebagai orang dewasa memberikan arahan sebagai pendamping," jelas dia.
Terkait masalah dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum guru, pihak sekolah sempat meminta orang tua JMH datang ke sekolah pada, Senin, (11/2/2019) kemarin.
Namun, orang tua anak tersebut enggan datang untuk sama-sama menyelesaikan masalah sambil berdiskusi satu sama lain.
"Kami sudah pernah undang, namun orang tuanya tidak datang, sebelum itu, pada Jumat (8/2), memang orang tua anak sudah datang ke sekolah, meminta kami menjelaskan apa yang terjadi pada anaknya, tapi waktu itu memang belum terjadi titik temu, beliau justru meminta kami untuk ambil tindakan 1 x 24 jam terkait adanya dugaan tersebut," jelas dia.
5. Pengakuan wali kelas
Wali Kelas JMH, inisial HR (40) mengatakan, tuduhan terhadap dirinya sebagai terduga penganiaya JMH merupakan fitnah yang keji.
Dia mengaku tidak pernah melakukan kekerasan dalam mendidik anak muridnya di kelas selama 15 tahun menjadi guru.
• Anaknya Terbaring Lemah di Rumah Sakit, Vicky Shu Sampaikan Permohonan Maaf
• Wali Kelas Bantah Aniaya Muridnya yang Berkebutuhan Khusus di Bekasi: Itu Fitnah yang Keji
• Empat Pelaku Begal Diringkus Polisi Usai Beraksi di Tambun Selatan Bekasi
"Saya menyangkal (tuduhan), itu fitnah yang keji kalau menurut saya. Saya di sini sudah 15 tahun, sejak 2005 saya mengajar di sini," kata HR.
HR pun mengenal JMH yang merupakan anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang baik dan ceria di kelas.
Dia pun menyebut bahwa luka lebam yang diderita JMH ialah karena jatuh dari tangga pada Kamis (7/2/2019).
"Dia (JMH) cukup baik, ini termasuk anak ABK (anak berkebutuhan khusus) yang baik, karena dia (JMH) bisa membaca dan menulis, berbeda dengan ABK lain di kelas saya yang harus saya dampingi," ujar HR.
(TribunJakarta/Warta Kota/Kompas.com)